Teknologi membuat beragam kebutuhan manusia menjadi mudah, dimulai dari urusan perut sampai percintaan bisa ditangani secara daring—super cepat dan efisien. Jika para pendahulu bermodalkan surat untuk kenalan sama si yayang hingga urusan mengungkapkan perasaan. Generasi sekarang cukup mengirim message secara online. Tak butuh waktu lama agar pesan diterima. Tak butuh waktu lama untuk mengetahui pesan dibaca atau tidak. Juga tidak butuh waktu lama untuk tahu apakah pesan berbalas atau diabaikan.
Lantas, sinyal dan kuota adalah senjata ampuh untuk memuluskan usaha. Andai mendadak lenyap, hilang pula segala semangat. Tidur tak menentu, makan gelisah, hingga urusan buang hajat tak seenak biasanya. Yang LDR tentu jauh lebih berpengalaman, apalagi jika cinta tengah mekar-mekarnya.
Dengan segala kemudahan ditawarkan di atas, mengingat menurut proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai jumlah penduduk Indonesia tahun 2018 bagi warga berjenis kelamin laki-laki mencapai 133 juta, lebih banyak dibandingkan perempuan yang menyentuh 131 juta. Yang mana kemungkinan besar di tahun 2019 ini laki-laki masih dominan dibandingkan perempuan. Hal ini tentu membuat kemudahan dalam berkomunikasi secara daring menjadi was-was. Bagaimana tidak? Sekarang bukan lagi barang langka bagi perempuan Indonesia dipinang oleh seseorang asing.
Meskipun jodoh ada di tangan Tuhan, kabar ini mungkin membuat jengah sebagian laki-laki. Sudah menjadi rahasia umum bahwa persentase laki-laki yang bisa menikahi perempuan luar lebih sedikit dibandingkan perempuan yang berhasil dipersunting oleh orang asing. Yang mana aplikasi online turut menyumbang besar intensnya jalinan hubungan tersebut.
Jarak bukan lagi persoalan besar. Jika cinta sudah tumbuh mekar menggenapkan jiwa sehidup sesurga ingin segera diwujudkan. Narasi yang indah, bukan?
Bilamana dulu para orangtua yang anak gadisnya hendak dipersunting bule malah kerap dilanda takut setengah mati karena khawatir anaknya pindah agama andai tak bisa membuat sang suami memutar haluan hidup. Berbanding terbalik dengan sekarang, sudah lumayan banyak perempuan muslim menikah dengan sesama muslim orang asing, kiranya begitu yang saya tahu dari aplikasi bernama YouTube. Tanpa bermaksud mengesampingkan agama lain yang ada di negara ini, saya hendak mengulas pasangan muslim mancanegara.
Sebut saja seseakun yang saat tulisan ini dibuat memiliki 846K subscribes. Ya, akun isti ve musab belakangan menjadi trending di YouTube. Pasalnya, pasangan Indonesia-Turki ini dengan keharmonisan rumah tangga dua budaya telah berhasil mencuri banyak perhatian netizen. Apalagi untuk para jomblowers yang mana kerap kali meninggalkan jejak komentar dengan segenap rasa.
“Kejombloan ane bergetar.”
“Jiwa jombloku berdarah-darah.”
“Jadi ingin cepat nikah habis nonton video ini.”
“Sisain satu cowo Turki macam Musab, Ya Allah.”
Begitulah beberapa komentar yang iseng saya baca. Awalnya menggelikan menonton video dari seseakun itu, tetapi lama-lama, dengan meminjam komentar salah satu netizen, jiwa jombloku berdarah-darah pemirsa. Meskipun suguhan konten jauh dari kata vulgar, di mana menghadirkan kisah keharmonisan rumah tangga yang menurut saya masih wajar diketahui banyak orang. Hal itu cukup membuat saya berangan menikah dengan laki-laki muslim Turki, eh.
Juga selepas menonton konten-konten video dari seseakun itu, saya yakin banyak perempuan yang bermimpi kelak bisa menikah dengan lelaki bukan berasal dari negara +62. Setidaknya dicontohkan laki-laki Turki tampan, mapan, karismatik, romantis dan humoris pasti ada yang diam-diam memanjatkan doa agar bisa menikah dengan laki-laki Turki, salah satunya saya—bercanda ding tahu diri. Tapi sedikit berharap nggak apa-apa, kan? Hehe maksa kali.
Adapun sejauh lacakan saya, ada sekitar sembilan akun YouTube pasangan Indonesia-Turki yang membuat para netizen termehek-mehek, entah pasangan Indonesia-Arab atau dengan negara Timur Tengah lainnya sebanyak apa. Tidak akan saya sebutkan satu persatu, nanti di-search lagi sama kalian. Itu untuk yang terpublish, siapa tahu yang tidak diketahui publik pasti jauh berkali lipat lebih banyak dari ini. Sementara saya kerap menemukan pengakuan dari netizen yang menonton kalau ia juga memiliki pasangan berasal dari Timur Tengah.
Dengan alasan guna memperbaiki keturunan, bisa merasakan musim salju, hingga alasan travelling digunakan untuk mendapatkan pujaan orang asing. Tetapi saya yakin masih ada sebenar-benar cinta, karena itu yang membuat sang perempuan rela melepaskan zona nyaman dan menetap di negera suami.
Hanya saja perlu ditandaskan di sini, menikah bukan persoalan sehari-dua hari, tetapi untuk seumur hidup. Menikah dengan seseorang berarti menikahi keluarga besarnya pula. Kita tak pernah tahu siapa jodoh kita kelak, pacaran bertahun-tahun bisa kandas, baru bertemu lima hari sudah diajak ke pelaminan.
Berdoalah yang terbaik akan diberi. Terlepas kelatahan memimpikan suami muslim Turki, kita tak bisa mengatur skenario Tuhan yang mana sudah ada sebelum diri ini dilahirkan. Siapa pun nanti yang menjadi pendamping hidup, semoga dapat sehidup sesurga. Aamiin.