Katanya sih transparan, katanyaaa
Chromebook itu laptop yang punya ketergantungan sama internet. 90 persen aktivitasnya membutuhkan internet, karena bisa disebut 95 persen aplikasinya itu berasal dari web app. Dan, kita tahu sendiri kan internet di negara kita seperti apa. Di luar negeri mah enak, Chromebook itu jadi pioneer yang membuat banyak depelover software membuat aplikasi berbasis web untuk menghindari pembajakan. Di kita kan senangnya aplikasi bajakan.
Mas Nadiem sih udah bilang kalau pengadaannya transparan lewat e-Katalog LKPP. Tapi, transparan dalam memilih barang yang salah kaprah untuk target penggunanya ya sama aja. Ibaratnya, kita ngajak petani belanja pupuk bareng, bukannya belanja pupuk, malah dibelanjain bubur ayam. Niatnya bagus, tapi tidak sesuai yang dibutuhkan.
Kalau orang Indonesia bisa adapatasi cepat terhadap teknologi baru sih oke-oke aja. Internet di berbagai daerah memadai, gurunya juga ngerti soal ChromeOS kayak gimana dan pemanfaatannya, pasti bisa lebih maksimal kok. Ini mah dikasih doang tapi nggak dikasih tahu ini buat apa dan gimana caranya.
Semoga Chromebook bagus masih masuk ke Indonesia
Sebagai pengemar berat Chromebook, saya harap hal ini nggak bikin banyak perusahaan teknologi ogah ngejual Chromebook bagus mereka di Indonesia. Saya udah bosan dengan Chromebook entry level yang gitu-gitu aja, sementara di luar negeri ada banyak Chromebook bagus.
Percaya deh, saya udah pakai Chromebook sampai bisa beresin skripsi. Fiturnya selalu update, keamanannya terjamin, nggak akan bisa kena virus. Asalkan, kita tahu bagaimana cara menggunakannya dengan maksimal.
Tapi, pada akhirnya saya akan tetap setia dengan Chromebook saya ini. Setidaknya, laptop saya jujur soal harganya. Tidak seperti proyek pengadaan laptop yang katanya untuk mencerdaskan bangsa, tapi malah bikin pening kepala Kejaksaan Agung.
Penulis: Muhammad Afsal Fauzan S.
Editor: Rizky Prasetya




















