Perlahan bukit karst Gunungkidul semakin terkikis dengan kehadiran investor. Kali ini, Bumi Handayani kedatangan investor yang merupakan artis dan pebisnis ternama Indonesia, Raffi Ahmad. Dia akan mendirikan resort and beach club di Gunungkidul, tepatnya di kawasan Pantai Krakal, Desa Kemadang, Kecamatan Tanjungsari.
Sekilas, proyek yang pembangunannya akan dimulai pada awal 2024 itu seperti angin segar untuk sektor pariwisata Gunungkidul. Raffi Ahmad memang punya power yang lumayan besar, baik dari jaringan bisnis maupun artis, yang bisa dimanfaatkan untuk menarik wisatawan. Tidak heran, banyak pihak memproyeksikan resort and beach club ini akan mendatangkan keuntungan yang besar.
Akan tetapi, pembangunan resort and beach club Gunungkidul ini mempunyai banyak sisi gelap. Proyek seluas 10 hektar itu akan dibangun di atas pegunungan karst yang dilindungi. Selain mengurangi nilai estetika bukit karst, rencana ini juga dianggap bisa mengancam ekosistem di Gunungkidul.
Banyak orang kemudian bertanya-tanya, kok Raffi Ahmad bisa mengantongi izin mendirikan bangunan di kawasan bentang alam karst? Bukankah Pemkab Gunungkidul sendiri yang rajin gembar-gembor memerintahkan warganya untuk melindungi dan tidak menjual kawasan karst?
Ya, isa-isa wae, duit je, Bos!
Pemkab Gunungkidul yang kerap menelan ludah sendiri
Ketika mendengar proyek besar ini akan berdiri di kawasan bentang alam karst jujur saya kecewa, tapi tidak terkejut. Pemangku wilayah Gunungkidul memang begitu, suka menelan ludah sendiri. Mereka gemar melarang ini-itu terhadap warganya. Namun, larangan-larangan itu diterobosnya sendiri.
Asal tahu saja, jauh sebelum rencana pembangunan resort and beach club ini, sebenarnya sudah banyak bangunan berdiri di atas Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK). Nyaris setiap tahun, pasti ada berita tentang resort atau destinasi wisata baru yang berdiri kawasan Gunung Sewu. Kondisi ini nggak lepas dari peran pemerintah yang beberapa bulan lalu sempat punya usulan memangkas kawasan karst. Semula luasnya 75.835,45 hektar menjadi 37.018,06 hektar.
Rencana pemangkasan itu memang belum ketok palu. Namun, fakta di lapangan, sudah marak penghancuran kawasan Gunung Sewu. Beberapa kali saya berkunjung ke sejumlah pantai selatan, saya menyaksikan sendiri bukit-bukit dikeruk backhoe. Bukit-bukit yang dulunya hijau memanjakan mata itu, kini ditanami resort dan hotel yang berdiri mengancam. Bukankah ini jadi bukti kalau pemerintah berusaha mengelabui dan kucing-kucingan dengan warganya sendiri?
Di sisi lain, Bupati Gunungkidul Sunaryanta mengimbau warga tidak tergiur menjual lahan ke tangan investor. Sekarang, dengan bangga ia menjabat erat tangan para pemodal dan “menjual” kampung halamannya di hadapan warga. Ah, uang memang suka gitu, bisa mengubah sifat orang dalam sekejap!
Baca halaman selanjutnya: Warga lebih perlu air bersih …