Jika kalian merupakan penganut sekte rebahan, marilah sejenak untuk membaca tulisan ini, yang mungkin bermanfaat atau setidaknya mengisi waktu kegabutan kalian. Tentunya sembari rebahan juga nggak apa-apa.
Saya ingin sedikit bercerita pengalaman saya dan teman-teman sekitar saya yang merupakan penganut sekte rebahan pula. Semasa kuliah, waktu-waktu saya penuh diisi dengan ritual rebahan yang cukup membuat kecanduan, apalagi jika sedang liburan atau terdapat waktu kosong tanpa kegiatan.
Begitupun dengan beberapa teman saya yang juga menjalankan secara rutin peribadatan rebahan tersebut. Bahkan beberapa ada yang melebihi kekhusyukan saya dalam rebahan. Maklum, saya masih pada fase pembelajaran, belum begitu profesional.
Jika paling intensif saya rebahan satu hari satu malam nggak ngapa-ngapain, temen saya ada yang sekitar dua sampai tiga hari full dipenuhi dengan rebahan. Bangkit dari kasur mungkin hanya sekadar mandi dan makan.
Saya nggak bisa bayangin jika rebahan lebih dari sehari itu bagaimana kondisi badan jadinya. Rebahan sehari full saja, punggung sudah seperti Nenek Kebayan di film Upin & Ipin, bungkuk dan encok nggak karuan. Apalagi dengan rebahan yang sampai dua hari atau bahkan lebih.
Lantas apa yang kami lakukan selama melakukan rebahan? Hanya ada dua pilihan dalam ibadah rebahan, jika nggak tidur ya bermain HP. Kedua tindakan ini menjadi pilihan favorit para kaum rebahan.
Jadi siklusnya begini, setelah makan dan mandi atau kegiatan penting selesai, maka ritual rebahan pun dimulai. Biasanya bermula dari tiduran santai sembari bermain HP, mulai dari chat-chatan, bermain game, nonton youtube atau hanya sekadar scrolling medsos buat nyari hiburan semata. Bermain HP ini terus dilakukan hingga mata mulai lelah, mulai sayup-sayup dan akhirnya terkapar tak sadarkan diri alias tertidur pulas.
Entah kehidupan rebahan itu sehat atau nggak, kalian bisa cari tau sendiri ke dukun atau mantri setempat, pasalnya saya bukan keduanya. Namun, yang pasti bahwa rebahan itu membuat candu penganutnya, bahkan bisa melupakan segala hal.
Omong-omong mengenai rebahan, saya teringat dengan film masa kecil saya yang berjudul Wall-E. Sebuah film yang mengisahkan romantisme dua robot dengan latar belakang kondisi bumi yang mengalami krisis ekologi. Di tengah krisis ekologi tersebut, umat manusia diungsikan sementara ke sebuah pesawat luar angkasa bernama Axiom.
Nah, yang membuat saya teringat mengenai rebahan adalah kehidupan umat manusia yang tinggal di pesawat Axiom tersebut. Saya berani mengakui bahwa umat manusia di pesawat Axiom tersebut merupakan atlet rebahan yang paling profesional yang pernah ada di jagad raya.
Bagaimana nggak profesional, mereka melakukan rebahan sepanjang hidupnya mulai dari lahir hingga mati. Jika dibandingkan dengan umat manusia nyata hari ini, tentu nggak ada apa-apanya sama sekali. Bahkan akan dianggap pecundang oleh umat manusia di film Wall-E.
Coba bayangkan bagaimana rasanya melakukan rebahan sepanjang hidup. Pasti kalian berfikir, kok bisa? Jadi begini, umat manusia di film Wall-E yang tinggal di pesawat Axiom tersebut dibantu oleh kursi melayang yang bisa berjalan dan siap memfasilitasi segala kebutuhan manusia itu sendiri. Sehingga manusia hanya tinggal rebahan dan tinggal meminta apa yang diinginkan, maka permintaan akan datang di hadapan dalam hitungan detik.
Sempat saya berfikir, apakah kehidupan umat manusia di pesawat Axiom tersebut merupakan cerminan surga? Apapun keinginan tinggal minta dan seketika datang di hadapan. Namun, pikiran saya tersebut digagalkan setelah memahami kenyataan miris pada umat manusia yang tinggal di pesawat Axiom tersebut.
Mirisnya begini, mereka umat manusia yang rebahan sepanjang hidupnya tersebut justru akan kehilangan keahlian fisik mereka seperti berjalan kaki. Begitupun yang digambarkan di dalam film Wall-E, umat manusia yang tinggal di pesawat Axiom tersebut kehilangan kemampuan berjalannya, sebab terlalu lama rebahan.
Lantas setelah melihat beberapa gambaran kehidupan dalam film tersebut, kemudian saya tersadarkan pada ritual rebahan saya dan teman-teman saya yang rutin dilakoni. Saya sadar bahwa bisa jadi saya dan teman-teman saya seperti umat manusia di pesawat Axiom tersebut, kehilangan kemampuan manusiawi karena dimanjakan oleh teknologi.
Dapat dilihat bersama, segala kebutuhan kita sudah dapat dilayani oleh HP dalam genggaman tangan. Tinggal klik-klik sebentar, maka segala keperluan akan sampai di depan pintu rumah. Tentunya pemanjaan ini akan sangat berdampak perilaku rebahan yang semakin membudaya.
Nggak kebayang ketika umat manusia hari ini saking asiknya dengan rebahan sampai kehilangan kemampuan berjalan. Terlebih di masa pandemi seperti ini, yang mana tingkat rebahan lebih intensif tentunya. Sungguh menakutkan, amit-amit jabang bayi saja. Semoga umat manusia hari ini nggak sampai terlena oleh teknologi seperti umat manusia di film Wall-E.
Oleh karena itu, marilah sejenak bersepakat sembari berkhotbah pada diri sendiri untuk mengurangi intensitas ritual rebahan sedikit demi sedikit namun pasti, dan yang terpenting berkomitmen untuk nggak terlena begitu saja dengan dimanjakan teknologi secara buta.
BACA JUGA Pasar Malam Sebagai Alternatif Hiburan Warga dan Keluarga atau tulisan-tulisan Mohammad Maulana Iqbal lainnya.