Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Kampus Pendidikan

Rasis: Akibat dari Sekolah yang Belum Tuntas

Bibah Pidi oleh Bibah Pidi
20 Agustus 2019
A A
rasis

rasis

Share on FacebookShare on Twitter

Barangkali kecenderungan rasis yang banyak terjadi belakangan akibat pendidikan karakter di sekolah hanya sebatas indoktrinasi. Mulai dari Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), kemudian berganti Pendidikan Moral Pancasila (PMP), hingga bertukar nama menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) tak membuat output sekolah menjadi manusia Indonesia yang utuh.

Selama 74 tahun merdeka, masih saja ada kejadian-kejadian seperti yang diceritakan oleh Bang Fawaz melalui ajakannya untuk mengakui dosa, bahwa sejak kecil kita memang dididik untuk rasis.

Rasis adalah perbuatan tercela yang menurut saya lebih terstruktur, sistematis, dan masif di akal pikiran rusak manusia melebihi body shaming. Kita merasa bahwa tak sekedar fisik melainkan juga pencapaian budaya kita lebih baik dibandingkan dengan golongan lain. Celaka sekali jika Indonesia dengan berbagai ras, suku, bangsa, dan budaya tetap mempertahankan sikap rasis tanpa cela ini!

Nah, lalu apa gunanya gebrakan revolusi mental hingga berbagai rentetan perlombaan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) di sekolah-sekolah jika letupan-letupan rasis sampai saat ini membawa Indonesia menjajah bangsanya sendiri?

Baru saja kemarin saya diribetkan masalah pemberkasan lomba penguatan pendidikan karakter sekolah di Kota Malang. Lusa saya mendengar peristiwa persekusi mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya. Waduh, spontan ingin rasanya saya mengacak-acak berkas di meja saya yang sempat tertata rapi.

Rasanya saya ingin berteriak di depan penggedhe sekolah sambil berteriak menuntut, “perset*n dengan berkas-berkas lomba PPK, mari keluar, kita rangkul saudara Papua kita!” Apalah daya saya, hanya seorang guru honorer yang bisanya prengas-prenges sambil mendakwah lewat tulisan.

Biarpun kurikulum pendidikan telah mengalami revisi mulai dari A sampai *#(@))$!$!, tetap saja budaya single-track yang dilakukan di sekolah-sekolah masih terasa aroma dan bentuknya. Indoktrinasi satu arah ini membutakan siswa dari persoalan riil yang dihadapi oleh masyarakat dan negerinya. Pembelajaran hanya sebatas learning to know tidak menuntaskan learning to live together.

Anehnya, seringkali saya menemukan dengan bangga guru-guru PPKn mengajak siswa SMP-SMA melakukan tepuk karakter.

Baca Juga:

Keluh Kesah Alumni Program Akselerasi 2 tahun di SMA, Kini Ngenes di Perkuliahan

Tolong, Jadi Pengajar Jangan Curhat Oversharing ke Murid atau Mahasiswa, Kami Cuma Mau Belajar

“Tepuk karakter! Religius prok prok prok… Nasionalis prok prok prok… Mandiri prok prok prok… Gotong royong prok prok prok… Integritas prok prok prok….”

Kemudian diakhiri dengan sorakan “yeeeeeeeee!1!1!1!”.

Setelah tepuk karakter selesai, belajar tetap menggunakan sistem single-track. Laah, apa bisa siswanya berkarakter hanya dengan melakukan tepuk dan indoktrinasi? Pfffttt~

Diakui atau tidak, pendidikan kita sedang berada di antara hingar bingar ambisi penguasa. Antara sistem dan kenyataan di lapangan mengalami tarik ulur tak karuan. Sedikit saya berikan gambaran. Pernah saya mencoba mengajak siswa belajar aktif melalui game edukatif di sekolah. Saya hampir bahagia saat seluruh siswa di kelas antusias. Namun, perasaan bahagia saya kandas ketika guru-guru menganggap saya tidak becus mengelola kelas karena siswanya gaduh.

Begitu pula saat saya ingin mengajak mereka belajar terjun langsung ke masyarakat, betapa susahnya sekolah untuk memberikan perijinan. Menurut pihak sekolah, akan sangat beresiko jika siswa diajak keluar. Siswa lebih baik tetap di sekolah dan ‘dipenjara’ selama masa pendidikannya.

Keterbatasan-keterbatasan pemahaman di lapangan inilah yang memicu pendidik untuk mempertahankan sistem single-track melalui pembelajaran indoktrinasi. Padahal, pendidikan karakter sangat sederhana yaitu melalui pendalaman aktivitas keseharian di lingkungan masyarakat. Membangun karakter sesungguhnya adalah upaya memfasilitasi berkembangnya kesadaran siswa akan nilai dan prinsip yang berkembang di masyarakat dan itu melampaui batasan dogmatik, indoktrinasi, maupun laku pendidikan tertentu.

Dibutuhkan kesadaran kolektif baik keluarga, sekolah, dan masyarakat untuk tidak membatasi pendidikan karakter hanya sampai pada gerbang sekolah, zonasi, atau kompetisi-kompetisi tanpa arah. Perilaku rasis, fanatik, dan segala yang memecah belah negara tidak bisa sekedar diajarkan melalui dogma. Papan tulis seorang pendidik harus menempel di kehidupan sehari-hari agar pertanyaan-pertanyaan W.S Rendra tidak membentur jidat penguasa yang kebijakannya macet. hehe

(*)

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) yang dibikin untuk mewadahi sobat julid dan (((insan kreatif))) untuk menulis tentang apa pun. Jadi, kalau kamu punya ide yang mengendap di kepala, cerita unik yang ingin disampaikan kepada publik, nyinyiran yang menuntut untuk dighibahkan bersama khalayak, segera kirim naskah tulisanmu pakai cara ini.

Terakhir diperbarui pada 4 Februari 2022 oleh

Tags: CurhatKritik Sosialpendidikan indonesiarasisSekolah
Bibah Pidi

Bibah Pidi

ArtikelTerkait

anak tertekan tinggal dalam keluarga perfeksionis mojok.co

Trauma Anak yang Hidup dalam Keluarga Perfeksionis

29 Agustus 2020
Menebak Kepribadian Seseorang Berdasarkan Pilihan Obat Nyamuk terminal mojok.co

Jangan Hidup Seperti Nyamuk!

6 September 2019
Kesulitan Bocah Jawa Suroboyoan Belajar Bahasa Jawa di Sekolah

Kesulitan Bocah Jawa Suroboyoan Belajar Bahasa Jawa di Sekolah

10 Januari 2023
feminisme

Ngobrolin Feminisme di Tengah Gelombang Penolakannya

25 Juli 2019
Kena Modus Penipuan Bank di Hari Libur Nasional. Apes Bener! terminal mojok.co

Jangan Mudah Marah: Critic dan Shaming itu Berbeda

11 Juli 2019
Suka Duka Asisten Guru SD Swasta, Berharga walau Dipandang Sebelah Mata

Suka Duka Menjadi Asisten Guru SD Swasta

8 Mei 2023
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Desa Sumberagung, Desa Paling Menyedihkan di Banyuwangi (Unsplash)

Desa Sumberagung, Desa Paling Menyedihkan di Banyuwangi: Menolong Ribuan Perantau, tapi Menyengsarakan Warga Sendiri

22 Desember 2025
Nggak Punya QRIS, Nenek Dituduh Nggak Mau Bayar Roti (Unsplash)

Rasanya Sangat Sedih ketika Nenek Saya Dituduh Nggak Mau Bayar Roti Terkenal karena Nggak Bisa Pakai QRIS

21 Desember 2025
Linux Menyelamatkan Laptop Murah Saya dari Windows 11, OS Paling Menyebalkan

Linux Menyelamatkan Laptop Murah Saya dari Windows 11, OS Paling Menyebalkan

24 Desember 2025
Tips Makan Mie Ongklok Wonosobo agar Nggak Terasa Aneh di Lidah

Tips Makan Mie Ongklok Wonosobo agar Nggak Terasa Aneh di Lidah

22 Desember 2025
Banyuwangi: Ditinggal Ngangeni, Ditunggui Bikin Sakit Hati

Banyuwangi: Ditinggal Ngangeni, Ditunggui Bikin Sakit Hati

20 Desember 2025
Situbondo, Bondowoso, dan Jember, Tetangga Banyuwangi yang Berisik Nggak Pantas Diberi Respek

Situbondo, Bondowoso, dan Jember, Tetangga Banyuwangi yang Berisik Nggak Pantas Diberi Respek

25 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Gereja Hati Kudus, Saksi Bisu 38 Orang Napi di Lapas Wirogunan Jogja Terima Remisi Saat Natal
  • Drama QRIS: Bayar Uang Tunai Masih Sah tapi Ditolak, Bisa bikin Kesenjangan Sosial hingga Sanksi Pidana ke Pelaku Usaha
  • Libur Nataru: Ragam Spot Wisata di Semarang Beri Daya Tarik Event Seni-Budaya
  • Rp9,9 Triliun “Dana Kreatif” UGM: Antara Ambisi Korporasi dan Jaring Pengaman Mahasiswa
  • Sempat “Ngangong” Saat Pertama Kali Nonton Olahraga Panahan, Ternyata Punya Teropong Sepenting Itu
  • Pantai Bama Baluran Situbondo: Indah tapi Waswas Gangguan Monyet Nakal, Itu karena Ulah Wisatawan Sendiri

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.