Serial drama korea tak melulu soal cinta dan oppa-oppa aja, kok! Contohnya serial drama Korea “Mystic Pop-up Bar” yang mengangkat curhatan para pelanggan sebuah kedai mistis yang sebagian besar relatable dengan kehidupan kita sehari-hari.
Di sini saya ingin menyoroti kisah pertama dari serial “Mystic Pop-up Bar”. Tema yang diusung masih sangat tabu untuk masyarakat Indonesia. Yup, seri pertama bertema pelecehan seksual yang kerap terjadi di tengah masyarakat, khususnya kepada para wanita.
Pelecehan seksual ini dapat berupa verbal atau fisik, yang kadang tidak disadari oleh para korban. Adapun yang menyadari tidak berani untuk mengungkapkannya karena malu dan menganggap aib. Tidak layak dikonsumsi khalayak umum.
Perasaan seperti ini yang dirasakan oleh Song Mi-ran yang bekerja sebagai Sales Promotion Girl produk daging di Swalayan Kapeul. Song Mi-ran sudah mendapat gelar pegawai terbaik bulanan selama 3 bulan berturut-turut karena kinerjanya yang bagus dan ramah kepada pelanggan.
Namun, di balik itu semua, ada sesuatu yang dia sembunyikan. Sesuatu yang hampir membuatnya bunuh diri karena merasa terbebani. Untungnya, kejadian bunuh diri itu tak terjadi karena dia yang diselamatkan oleh Han Kang-bae, teman satu perusahaannya. Mereka pergi ke kedai mistis dan dimulailah sesi cerita dari Song Mi-ran di seri pertama “Mystic Pop-up Bar”.
Song Mi-ran sering dilecehkan oleh atasannya, yaitu Asisten Manajer Park. Mulai dari dipegang kakinya dengan pura-pura menjatuhkan sesuatu, dipegang tangannya, dan lain sebagainya. Kejadian ini dia pendam karena takut dipecat sekaligus malu untuk bercerita kepada orang lain. Hal inilah yang sering dirasakan oleh korban.
Ada sebuah kutipan dari Kang-bae yang membuka mata saya. Bunyinya:
“Mengapa kau malu? Kau tak salah apa-apa. Mengapa korban bertingkah seperti pelaku? Pelaku sebenarnya yang harus malu dan ketakutan.”
“Orang yang menggunakan kekuasaan untuk menekan orang lain di pekerjaan adalah yang paling brengsek. Mereka jugalah yang menjadi pembunuh karakter orang lain,” Weol-ju
Poin ini yang harus ditekankan, karena sering dilupakan. Pelaku harusnya ketakutan dan malu akan perbuatannya, tapi yang terjadi sebaliknya. Pelaku lebih berani dan semakin merasa tanpa dosa karena merasa punya kekuasaan,
Mereka berpikir korban tidak tahu apa-apa dan lemah dalam artian tidak berani melaporkan karena ancaman dan malu. Selain itu, kurangnya edukasi karena ketabuan dalam pembahasan ini membuat masyarakat sering menghakimi orang tanpa tahu latar belakangnya. Banyak yang sekadar menganggap wanita yang salah karena terlalu menggoda (padahal pakaiannya sudah menutup) sehingga mencap korban sebagai “penggoda”.
Hey! Tolong jangan hakimi orang lain tanpa tahu kenyataan sebenarnya. Tidak semuanya yang kalian lihat dan dengar adalah kebenarannya. “Mystic Pop-up Bar” mengajarkan satu hal yang perlu diperjuangkan bersama-sama.
Oh iya, pelecehan seksual tidak selalu dialami oleh wanita. Pria juga bisa jadi korban. Apalagi sering banget terdengar di berita tentang pelecehan seksual pada anak di bawah umur.
So, untuk kalian yang baca artikel ini semoga kalian lebih waspada ke sekitar kalian baik itu teman, saudara dan keluarga. Meskipun kalian tidak dapat membantu mengatasi trauma pelaku, tapi, setidaknya kalian tidak menghakimi. Mereka membutuhkan dukungan khususnya dari orang-orang yang ada di sekitarnya, seperti yang ditunjukkan oleh “Mystic Pop-up Bar”.
Pesan untuk korban:
“Bertingkahlah seolah kau punya cakar dan mengaumlah seolah kau punya taring,” Weol-ju.
Seperti Song Mi-ran yang akhirnya berani mengungkapkan kebusukan Asisten Manajer Park sehingga mendapat konsekuensinya. Hidupnya Song Mi-ran menjadi lebih lepas dan lebih percaya diri untuk menghadapi hari-harinya.
Semoga para korban pelecehan seksual dapat melepaskan bebannya dan lebih berani menghadapi kerasnya hidup dengan dukungan dari orang-orang sekitar. “Mystic Pop-up Bar” sungguh drama yang sebaiknya kamu tonton. Masalah nyata, harus dihadapi dengan sikap sesuai “kenyataan” juga.
BACA JUGA Demi Kebaikan, Sebaiknya Pedagang Jangan Menerapkan Tarif Seikhlasnya dan tulisan-tulisan lainnya di Terminal Mojok.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.