Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Permasalahan Memiliki Nama Seto: Dari Candaan Si Komo, Sampai Dikira Kak Seto Mulyadi

Seto Wicaksono oleh Seto Wicaksono
12 September 2019
A A
kak seto

kak seto

Share on FacebookShare on Twitter

Saya memahami pemberian nama adalah salah satu kreasi dari orang tua untuk anak. Selain itu, sudah menjadi rahasia umum di dalam nama terselip sebuah doa dan harapan—untuk kehidupan sang anak. Karenanya, pemilihan dan pemberian nama cukup sakral untuk banyak orang. Walau jika beda bahasa tentu akan berbeda pula maknanya.

Misalnya saja ada salah satu teman saya yang bercerita, di sekolahnya dia memiliki teman yang bernama Positif Negatif. Nggak bermaksud menyalahkan orang tua atau siapa pun yang memberikan nama tersebut, sih. Tapi, memang tergolong kontradiktif. Setelah ditelaah kembali, maknanya ya bagus juga. Hidup itu harus seimbang.

Ketika sempat sekitar 3 tahun bekerja di salah satu bank ternama, sudah biasa rasanya saya menemukan nama nasabah tergolong unik. Ada dua nama yang saya ingat, Hutang dan Piutang. Mereka bukan satu keluarga, tapi namanya serasi sekali. Yang satu punya kewajiban membayar, satunya lagi berhak atas kewajiban tersebut—yang dibayarkan.

Betul-betul menjadi pengingat bagi mereka yang punya hutang kepada teman, tolong segera dibayarkan kepada para piutang. Jangan pas mau pinjam mendekat, giliran ditagih malah minggat. Eh, gimana?

Bagi saya yang berdarah Jawa (Tengah)-Sunda, akhirnya nama yang memiliki unsur “kejawa-jawaan” lah yang diberikan oleh kedua orang tua saya. Sekadar informasi, sederhananya dan menurut pergaulan sehari-hari yang dimaksud nama kejawa-jawaan adalah nama yang terdapat unsur huru vocal “O” di akhirannya. Joko, Suprapto, Sudigdo, dan lain sebagainya. Meski pemikiran tersebut tidak dapat digeneralisir.

Dan saya memiliki nama lengkap Seto Wicaksono. Kurang jawa apalagi nama tersebut? Sebelum melanjutkan cerita, saya ingin menegaskan bahwa tulisan ini dibuat bukan untuk narsis cerita soal nama apalagi diri sendiri. Dengan nama Seto, ada beberapa cerita dan ledekan yang saya alami.

Pertama dan paling sering adalah menjadi bahan guyonan dan disamakan dengan Kak Seto Mulyadi, seorang Psikolog Anak ternama dan kini—dilansir dari Detik(dot)com—menjabat sebagai ketua LPAI (Lembaga Perlindungan Anak Indonesia). Kedua, seringkali dipanggil dengan nama Seto Nurdiantoro, mantan pesepakbola nasional yang kini melatih PSS Sleman.

Saya sih tidak ada masalah saat nama yang diberikan orang tua disandingkan dengan public figur, saya anggap itu sebagai doa dan harapan saja agar mencapai kesuksesan yang sama. Kemudian yang menjadi masalah adalah saat nama jadi bahan ejekan atau guyonan. Bukan, bukan soal baper, justru saya kesal karena ejekannya selalu template.

Baca Juga:

Tolong, Jadi Pengajar Jangan Curhat Oversharing ke Murid atau Mahasiswa, Kami Cuma Mau Belajar

Facebook Adalah Seburuk-buruknya Tempat Curhat Soal Kulit dan Minta Rekomendasi Skincare

Misalnya, sewaktu kecil saya hampir selalu dipanggil “Set.. Set..”, setelah saya menengok malah diteriaki “Setaaaan!”. Atau ada teman-teman semasa kecil yang memberi tebak-tebakan, “mau tau nama panjang dari Seto, ga? Setan tolol!”.

Beberapa teman tertawa, saya hanya bisa misuh dan ngedumel dalam hati—“apaan, sih. Garing banget”. Lalu karena nama saya identik dengan Kak Seto Mulyadi, seringkali juga ditanya “Kak Seto, si Komo mana kok nggak pernah lewat lagi?”

Hadeeeeh. Orang-orang itu memang belum beranjak dari kenangan masa kecilnya jokes yang kelewat tidak lucu. Jalan di tempat—di situ-situ saja. Mungkin juga karena mereka masih terngiang-ngiang lirik lagu, “macet lagi macet lagi, gara-gara si Komo lewat..”.

Awal mula kemunculan Twitter, bahkan ada seseorang yang mengira saya adalah Seto Mulyadi. Saya yang kala itu baru memasuki masa kuliah, hampir selalu mencuitkan yang tidak ada faedahnya sama sekali. Lalu orang tersebut protes dan mention saya,

“Halo, Kak Seto. Saya lihat akhir-akhir ini twit yang diposting kurang bijak dan tidak ada hubungannya dengan anak. Saya izin unfollow, ya”.

Waduh. Dari awal saya sudah mengira, akun Twitter tersebut salah orang, pikirnya mungkin saya adalah seorang Psikolog Anak ternama dengan si Komo sebagai pendamping sekaligus teman baiknya, Kak Seto Mulyadi. Padahal, saya adalah Seto yang lain.

Dari sekian banyak panggilan nama saya yang dipelesetkan oleh orang lain, tetap yang akan merasa kesal kemudian adalah istri saya. Biasanya, seorang istri akan dipanggil dengan nama panggilan depan suami oleh ibu-ibu atau tetangga lain. Sudah terbayang istri saya seringkali dipanggil dengan sebutan apa? “Bu Set, Bu Set, jangan lupa besok arisan, ya!”.

Dengan nasib yang sama, mungkin istri dari Pak Lukman pun seringkali merasa jengkel ketika dipanggil oleh ibu-ibu juga para tetangga lain. Sudah ah, masa harus diberi contoh lagi, sih. (*)

BACA JUGA Cara Menangani Sohibul WhatsApp yang Suka Beralasan Pesan Tertimbun Padahal Memang Sengaja Mengabaikan atau tulisan Seto Wicaksono lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 11 September 2019 oleh

Tags: Curhatkak setopengalaman hidupperihal namasi komo
Seto Wicaksono

Seto Wicaksono

Kelahiran 20 Juli. Fans Liverpool FC. Lulusan Psikologi Universitas Gunadarma. Seorang Suami, Ayah, dan Recruiter di suatu perusahaan.

ArtikelTerkait

benci

Saya Benci Disebut Bucin!

3 September 2019
bedak viva

Bersyukurlah Kalian yang Pakai Bedak Viva di Kala Krisis Tetap Ayu

29 Juli 2019
Sobek Di Sini

Tertipu “SOBEK DI SINI” Kemasan Sachet

27 Agustus 2019
Kenapa Kita Bisa Menyelesaikan Masalah Orang Lain, padahal Masalah Sendiri Saja Nggak Kelar-kelar?

Kenapa Kita Bisa Menyelesaikan Masalah Orang Lain, padahal Masalah Sendiri Saja Nggak Kelar-kelar?

29 Agustus 2022
Beberapa Opsi Kalimat Anti Toxic Positivity Pengganti “Yok Bisa Yok” terminal mojok.co

Beberapa Opsi Kalimat Anti Toxic Positivity Pengganti “Yok Bisa Yok”

20 Januari 2021
tipe teman dalam menanggapi curhat mojok.co

5 Tipe Orang ketika Menanggapi Curhat Temannya

28 Agustus 2020
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Motor Honda Win 100, Motor Klasik yang Cocok Digunakan Pemuda Jompo motor honda adv 160 honda supra x 125 honda blade 110

Jika Diibaratkan, Honda Win 100 adalah Anak Kedua Berzodiak Capricorn: Awalnya Diremehkan, tapi Kemudian jadi Andalan

20 Desember 2025
Nestapa Tinggal di Kendal: Saat Kemarau Kepanasan, Saat Hujan Kebanjiran

Nestapa Tinggal di Kendal: Saat Kemarau Kepanasan, Saat Hujan Kebanjiran

22 Desember 2025
3 Rekomendasi Brand Es Teh Terbaik yang Harus Kamu Coba! (Pixabay)

3 Rekomendasi Brand Es Teh Terbaik yang Harus Kamu Coba!

18 Desember 2025
Desa Sumberagung, Desa Paling Menyedihkan di Banyuwangi (Unsplash)

Desa Sumberagung, Desa Paling Menyedihkan di Banyuwangi: Menolong Ribuan Perantau, tapi Menyengsarakan Warga Sendiri

22 Desember 2025
Bukan Mojokerto, tapi Lumajang yang Layak Menjadi Tempat Slow Living Terbaik di Jawa Timur

Bukan Mojokerto, tapi Lumajang yang Layak Menjadi Tempat Slow Living Terbaik di Jawa Timur

18 Desember 2025
Bali, Surga Liburan yang Nggak Ideal bagi Sebagian Orang

Pengalaman Motoran Banyuwangi-Bali: Melatih Kesabaran dan Mental Melintasi Jalur yang Tiada Ujung  

19 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Jogja Mulai Macet, Mari Kita Mulai Menyalahkan 7 Juta Wisatawan yang Datang Berlibur padahal Dosa Ada di Tangan Pemerintah
  • 10 Perempuan Inspiratif Semarang yang Beri Kontribusi dan Dampak Nyata, Generasi ke-4 Sido Muncul hingga Penari Tradisional Tertua
  • Kolaboraya Bukan Sekadar Kenduri: Ia Pandora, Lentera, dan Pesan Krusial Warga Sipil Tanpa Ndakik-ndakik
  • Upaya “Mengadopsi” Sarang-Sarang Sang Garuda di Hutan Pulau Jawa
  • Menguatkan Pembinaan Pencak Silat di Semarang, Karena Olahraga Ini Bisa Harumkan Indonesia di Kancah Internasional
  • Dianggap Aib Keluarga karena Jadi Sarjana Nganggur Selama 5 Tahun di Desa, padahal Sibuk Jadi Penulis

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.