Perlu Diingat Juga: Yang Tidak Ngarab, Bukan Berarti Lebih Alim Pula – Terminal Mojok
  • Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
Terminal Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Gaya Hidup
    • Game
    • Fesyen
    • Otomotif
    • Olahraga
    • Kuliner
    • Cerita Cinta
    • Gadget
    • Hewani
    • Personality
    • Nabati
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Acara TV
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Pojok Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Politik
  • Media Sosial
  • Nusantara
  • Luar Negeri
  • Gaya Hidup
    • Game
    • Fesyen
    • Otomotif
    • Olahraga
    • Kuliner
    • Cerita Cinta
    • Gadget
    • Hewani
    • Personality
    • Nabati
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Acara TV
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Pojok Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Politik
  • Media Sosial
  • Nusantara
  • Luar Negeri
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Pojok Tubir
  • Kampus
  • Politik
  • Media Sosial
  • Nusantara
  • Luar Negeri
Home Artikel

Perlu Diingat Juga: Yang Tidak Ngarab, Bukan Berarti Lebih Alim Pula

Firdaus Al Faqi oleh Firdaus Al Faqi
27 April 2020
0
A A
Perlu Diingat Juga: Yang Tidak Ngarab, Bukan Berarti Lebih Alim Pula
Share on FacebookShare on Twitter

Latar belakang dari dibuatnya tulisan ini, sebenarnya hanya sebagai upaya untuk penyeimbang persepsi dan wacana. Karena belakangan ini pikiran kita diisi dengan stereotip orang yang berpenampilan, berperilaku, dan berbahasa Arab atau ngarab, tidak bisa menjadi tolok ukur satu-satunya atas keimanan, kealiman, dan bagusnya perilaku. Maka, agar bisa memandang secara adil, kita juga tak bisa sembrono mengatakan bahwa yang tidak ngarab itu juga lebih beriman, lebih alim, dan lebih bagus juga perilakunya.

Bukan tanpa alasan, dulu saya pernah mengalami sesuatu yang bikin saya dihajar oleh persepsi sendiri. Ketika masih awal-awal semester kuliah, saya mencoba untuk rajin-rajin pergi ke masjid, salat jamaah, ikut ceramah, dst. Kegiatan ini, kan, pastinya dihadiri oleh banyak model orang. Ada yang ngarab, njawani, madurani, dan ada yang juga berpenampilan biasa saja. Kemudian, saya ketemu, tuh, sama yang ngarab. Lantaran persepsi awal yang terbentuk itu kalau yang ngarab ini kurang baik, maka saya sedikit memandang remeh dan memandang sinis.

Lalu, kepala saya dibenturkan oleh perilakunya yang menyapa, tersenyum, dan berperangai halus. Kan, gimana kalau sudah ketemu sama orang model gini. Akhirnya, saya pun langsung memutuskan untuk men-delete persepsi yang bagi saya kurang adil itu. Ternyata, tak semua yang ngarab itu bisa kita pandang bahwa dia tak lebih alim dari yang berpenampilan lainnya. Bahwa mau ngarab, njawani, ng-madurani, mbugis, mbatak, dan lainnya itu hanya tentang pemilihan penampilan saja. Ia tidak bisa sepenuhnya menjadi tolok ukur baik-buruknya seseorang.

Pemilihan model pakaian, intinya hampir sama dengan pemilihan makanan yang disukai. Ada yang suka pecel, suka rawon, soto ayam, soto babat, soto betawi, soto lamongan, bakso, dan lain-lain. Jadi, yang suka rawon tidak bisa mengatakan kalau rawon itulah satu-satunya makanan di bumi yang paling enak. Posisi pengakuan rawon paling enak, itu relatif dan nisbi. Begitu juga dengan yang lain.


Selain itu, penampilan seseorang tak bisa sepenuhnya menjadi representasi dari nilai-nilai yang ada pada diri seseorang. Semua bisa baik dan bisa juga buruk. Saya pernah belajar mata kuliah perilaku organisasi yang di dalamnya juga memuat materi yang nyrempet-nyrempet ke ranah psikologi. Ada satu fenomena yang disebut dengan disonansi. Fenomena ini terjadi saat apa yang berada di luar atau pada dimensi psikomotorik-nya tidak sesuai dengan dimensi dalam yakni afeksi dan kognisi dari orang tersebut. Dari sini bisa ditegaskan lagi, bisa jadi bahwa pemilihan berbagai model pakaian terdapat probabilitas tidak sesuai dengan apa yang berada di dalam dirinya.

Ini semua, kan, sebenarnya hanya upaya menilai seseorang. Lebih baik, agar kepala kita tak diisi dengan sesuatu yang buruk, kita pandang dengan kacamata khusnudzon saja. Kalau yang ngarab itu, mereka berupaya untuk meniru dari hal paling kecil dari dimensi kealiman, kelembutan, dan baiknya perilaku orang-orang yang benar-benar alim, lembut, dan berperilaku baik. Bisa jadi, perilaku tersebut muncul sebagai tahap awal dari perkembangan ke arah yang lebih baik. Ia seperti bunga yang butuh waktu untuk mekar, seperti biji yang butuh waktu untuk tumbuh, dan juga seperti bayi yang butuh tahap dari bergerak, merangkak, berdiri, untuk kemudian bisa berlari.

Begitu juga dengan yang berpenampilan khas dengan suku, negara, ideologi, dst. Kita khusnudzon saja dengan menganggap  kalau mereka berkomitmen untuk menjaga warisan ataupun budaya dari leluhur-leluhurnya. Kalau sudah bisa gini, kan, enak. Kita jadi tak punya gumpalan-gumpalan negatif, entah itu dalam hati, pikiran, dan juga jiwa. Hidup bisa jadi lebih tenang, lebih menghargai sesama, dan lebih banyak mentolerir perilaku orang lain.

Sebenarnya, kalau kita mau bijak menyikapi apa pun, yang harus dilakukan bukan dengan menilai-nilai perilaku, sikap, pandangan, dan anggapan-anggapan dari orang lain. Melainkan dengan mampu mengkritik sikap, pandangan, dan perilaku diri sendiri. Dengan ini, tanggung jawab sebagai manusia untuk berbuat baik, atas izin-Nya bisa tercapai. Sebagai sesama manusia, kita kan, tidak ada kewajiban untuk memberi ‘rapor’. Sudah ada malaikat yang ditugaskan. Kita ada yang mencatat, mereka pun ada yang mencatat. Jadi, tanggung jawab utama yang harus dilakukan hanyalah memperbaiki sikap, pandangan, perilaku, dan amal kita sendiri terhadap orang lain.

Dengan memperbaiki sikap diri sendiri, harapannya adalah bisa menjadi seseorang yang mampu menciptakan determinasi garis resultan kedamaian bersama. Menjadi cah angon yang memiliki daya menggembalakan, memiliki kesanggupan untuk ngemong semua pihak, karakter untuk merangkul, dan memesrai siapa saja. Menjadi pemancar kasih sayang yang dibutuhkan dan diterima oleh semua warna, semua golongan, dan semua kecenderungan. Mampu membentuk persaudaraan yang tidak hanya berdasarkan kesamaan agama, kesamaan darah, suku, adat, budaya, ataupun bangsa, melainkan persaudaraan yang berdiri atas dasar cinta.

BACA JUGA Perlu Diingat: Yang Lebih Arab, Bukan Berarti Lebih Alim dan tulisan Firdaus Al Faqi lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 27 April 2020 oleh

Tags: alimarabngarab
Firdaus Al Faqi

Firdaus Al Faqi

Sejak lahir belum pernah pacaran~

Artikel Lainnya

Nasib Jadi Keturunan Arab yang Sering Disalahpahami Banyak Orang terminal mojok

Nasib Jadi Keturunan Arab yang Sering Disalahpahami Banyak Orang

13 Juni 2021
Tradisi Kupatan sebagai Tanda Berakhirnya Hari Lebaran Masa Lalu Kelam Takbir Keliling di Desa Saya Sunah Idul Fitri Itu Nggak Cuma Pakai Baju Baru, loh! Hal-hal yang Dapat Kita Pelajari dari Langgengnya Serial “Para Pencari Tuhan” Dilema Mudik Tahun Ini yang Nggak Cuma Urusan Tradisi Sepi Job Akibat Pandemi, Pemuka Agama Disantuni Beragama di Tengah Pandemi: Jangan Egois Kita Mudah Tersinggung, karena Kita Mayoritas Ramadan Tahun Ini, Kita Sudah Belajar Apa? Sulitnya Memilih Mode Jilbab yang Bebas Stigma Kenapa Saf Tarawih Makin Maju Jelang Akhir Ramadan? Kenapa Kita Sulit Menerima Perbedaan di Media Sosial? Masjid Nabawi: Contoh Masjid yang Ramah Perempuan Surat Cinta untuk Masjid yang Tidak Ramah Perempuan Campaign #WeShouldAlwaysBeKind di Instagram dan Adab Silaturahmi yang Nggak Bikin GR Tarawih di Rumah: Ibadah Sekaligus Muamalah Ramadan dan Pandemi = Peningkatan Kriminalitas? Memetik Pesan Kemanusiaan dari Serial Drama: The World of the Married Mungkinkah Ramadan Menjadi Momen yang Inklusif? Beratnya Menjalani Puasa Saat Istihadhah Menghitung Pengeluaran Kita Kalau Buka Puasa “Sederhana” di Mekkah Apakah Menutup Warung Makan Akan Meningkatkan Kualitas Puasa Kita? Kenapa Saf Tarawih Makin Maju Jelang Akhir Ramadan? Apakah Menutup Warung Makan Akan Meningkatkan Kualitas Puasa Kita? Mengenang Serunya Mengisi Buku Catatan Ramadan Saat SD Belajar Berpuasa dari Pandemi Corona Perlu Diingat: Yang Lebih Arab, Bukan Berarti Lebih Alim Nonton Mukbang Saat Puasa, Bolehkah? Semoga Iklan Bumbu Dapur Edisi Ramadan Tahun Ini yang Masak Nggak Cuma Ibu

Perlu Diingat: Yang Lebih Arab, Bukan Berarti Lebih Alim

26 April 2020
Beginilah Rasanya Punya Wajah Kearab-araban

Beginilah Rasanya Punya Wajah Kearab-araban

29 Maret 2020
Pos Selanjutnya
Ketika Tonari no Totoro Ambil Setting di Indonesia

Ketika Tonari no Totoro Ambil Setting di Indonesia

Terpopuler Sepekan

Cara-cara Starbucks Membuat Pembeli Mengeluarkan Uang Lebih Banyak

Cara-cara Starbucks Membuat Pembeli Mengeluarkan Uang Lebih Banyak

6 Mei 2022
5 Tokoh Drakor yang Terlalu Sempurna untuk Ada di Dunia Nyata Terminal Mojok

5 Tokoh Drakor yang Terlalu Sempurna untuk Ada di Dunia Nyata

8 Mei 2022
3 Rahasia Sukses Bisnis Toko Kelontong ala Orang Cina

3 Rahasia Sukses Bisnis Toko Kelontong ala Orang Cina

14 Mei 2022
Kol Goreng, Lalapan Nikmat yang Mengandung Bahaya

Kol Goreng, Lalapan Nikmat yang Mengandung Bahaya

5 Mei 2022
Mengenang Band Indonesia One Hit Wonder di Era 2000-an

Mengenang Band Indonesia One Hit Wonder di Era 2000-an

9 Mei 2022
Punya Mobil Pribadi Itu Sebenarnya Nggak Enak

Punya Mobil Pribadi Itu Sebenarnya Nggak Enak

11 Mei 2022
Transportasi Publik di Surabaya Dibuat Sekadar untuk Gimik Politik Terminal Mojok

Transportasi Publik di Surabaya Dibuat Sekadar untuk Gimik Politik

15 Mei 2022

Dari MOJOK

  • D.N. Aidit dalam Semesta Literasi dan Indonesia Kini
    by Ali Ma'ruf on 16 Mei 2022
  • Di Balik Kemudi Bus Eka ‘Belahan Jiwa’, Teman Para Pejuang Rupiah
    by Deddy Perdana Bakti on 16 Mei 2022
  • Higgs Domino dan Parlay Bola Memang Seksi, Membuatku Berani Bilang Persetan kepada Trading, Kripto, dan NFT
    by Thariq Munthaha on 16 Mei 2022
  • Mie Ayam Pak Kliwon, Kesayangan Anak Teladan
    by Oktavolama Akbar Budi Santosa on 15 Mei 2022
  • Cerita dari Koh Hin, Muslim Tionghoa di Parakan Temanggung
    by Ulima Nabila Adinta on 14 Mei 2022

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=H_-ObSbVslU

Subscribe Newsletter

* indicates required

  • Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
DMCA.com Protection Status

© 2022 Mojok.co - All Rights Reserved .

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Gaya Hidup
    • Cerita Cinta
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Hewani
    • Kecantikan
    • Kuliner
    • Nabati
    • Olahraga
    • Otomotif
    • Personality
  • Hiburan
    • Acara TV
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Pojok Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Politik
  • Media Sosial
  • Luar Negeri
  • Mau Kirim Tulisan?
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2022 Mojok.co - All Rights Reserved .

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In