Tidak pernah sedikitpun terbesit dalam pikiran saya untuk kuliah jurusan Pendidikan Bahasa Arab (PBA). Saya tidak memiliki latar belakang pesantren, terlebih saya merasa tidak terlalu agamis. Namun, hidup berkata lain, akhirnya saya jadi mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Arab di UPI Setiabudi Bandung.
Saya impulsif mendaftar jurusan ini dengan modal pasrah dan dukungan orang tua. Setelah menjalaninya beberapa saat, saya jadi tahu, 2 modal itu saja tidak cukup untuk mengarungi perkuliahan di jurusan PBA. Pengalaman ini semoga bisa jadi pembelajaran untuk kalian yang hendak kuliah di jurusan ini. Walau tidak banyak peminatnya dan cenderung dikucilkan di UPI, kuliah Pendidikan Bahasa Arab benar-benar perlu bekal yang matang.
Belajar bahasa Arab dari nol
Sungguh konyol mengingat kembali awal masuk jurusan ini. Saya kuliah di jurusan Pendidikan Bahasa Arab, tapi kemampuan bahasa Arabnya nol besar. Awal perkuliahan hanya diliputi rasa minder. Sebab, teman-teman seangkatan banyak yang sudah jago bahasa Arab. Maklum saja, kebanyakan dari mereka adalah lulusan Pondok Pesantren Gontor dan pesantren yang sudah terbiasa dengan bahasa Arab sebelumnya.
Karena minim ngulik soal jurusan ini, saya kira kuliah PBA hanya belajar bahasa Arab dasar saja seperti mengaji iqra yang biasa dilakukan dulu. Nyatanya, ketika pertemuan pertama, dosen masuk dan langsung berbicara menggunakan bahasa Arab. Saya hanya bisa melongo dan menangis dalam hati.
Lebih konyolnya lagi, dahulu saya mengira PBA tidak ada sangkut paut dengan jadi guru. Memang sih tidak semua alumni PBA ini menjadi guru. Ada yang menjadi manager, ada yang jadi pengusaha, bahkan ada juga yang jadi politikus. Tapi, tetap saja, gelar S.Pd yang akan diterima pasti langsung diarahkan untuk menjadi guru.
Sudah mah tidak bisa bahasa Arab sama sekali, tidak berniat menjadi guru, kurang menyiksa apa coba berkuliah di jurusan Pendidikan Bahasa Arab bagi saya?
Seringkali dicemooh dan dikucilkan
Masa awal masuk PBA semakin tersiksa karena saya baru mengetahui kalau jurusan ini bukanlah jurusan populer. Di fakultas bahasa saja, Bahasa Arab kalah jauh dibandingkan bahasa Korea, Jerman, dan Jepang. Itu mengapa, jurusan ini kerap dicemooh dan dikucilkan. Misalnya, pertemuan fakultas bahasa, pasti ada saja mahasiswa jurusan bahasa lain yang tanya, “Bisa bicara sama onta nggak?”
Mungkin pertanyaan semacam itu itu terdengar biasa saja apabila hanya sekali atau dua kali ditanyakan. Persoalannya pertanyaan yang mengarah ke cemoohan itu terjadi terus menerus.
Untungnya bisa lulus
Mantan guru SMA saya pernah menyarankan terima saja kuliah di jurusan PBA, nanti tinggal pindah jurusan. Namun, semakin dijalankan, berkuliah di jurusan ini benar-benar menantang. Boro-boro kepikiran pindah jurusan, yang ada malah ingin membuktikan bahwa saya yang tidak bisa apa-apa di awal, pasti bisa lulus juga.
Walaupun tersiksa dan kesulitan karena belum bisa bahasa Arab, saya sangat bersyukur dosen-dosen tetap membimbing dengan sabar dan selalu memberi nasihat. Kawan-kawan lulusan pondok pun tidak pelit untuk berbagi ilmunya. Keberkahan ketika berkuliah di sini sangat saya rasakan hingga akhirnya saya lulus juga, walau agak telat.
Belajar di jurusan Pendidikan Bahasa Arab benar-benar menyiksa apalagi untuk orang yang sama sekali tidak punya persiapan seperti saya. Namun, untung saja, ekosistem jurusan ini begitu suportif sehingga orang yang tidak punya bekal macam saya bisa lulus juga. Salah satu hal yang membuat saya selalu semangat adalah perkataan dosen saya, “Mereka itu hanya belajar bahasa dunia. Kita di PBA belajar bahasa dunia juga belajar bahasa surga.” Hmm, benar juga ya.
Penulis: Handri Setiadi
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA 5 Tipe Penghuni Kos Red Flag Menurut Ibu Saya yang Sudah 30 Tahun Mengelola Kos-kosan
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.