Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Perkara yang Membuat Sebagian Orang Abangan Nggak Respek Sama Kiai (2)

Aly Reza oleh Aly Reza
11 Juli 2020
A A
kejawen islam sufistik sufisme abangan kiai MOJOK.CO

kejawen islam sufistik sufisme abangan kiai MOJOK.CO

Share on FacebookShare on Twitter

Dalam tulisan berjudul sama pada seri sebelumnya, saya udah maparin alasan orang abangan—yang diwakili informan saya bernama Pandi—nggak respek sama kiai. Dalam tulisan tersebut utamanya sih perihal budaya. Orang abangan nggak suka kalau ada kiai yang ngelarang adanya praktik budaya leluhur seperti, selametan, sedekah bumi, larung sesaji, dan sejenisnya yang masih berkembang di tengah masyarakat. Apalagi mereka secara sepihak menganggapnya sebagai bentuk syirik tanpa mau tahu maksud dan makna filosofis dalam setiap tradisi yang dipegang teguh oleh kelompok abangan.

Kali ini saya mohon izin buat maparin hasil diskusi saya sama Kang Andri (30 tahun), bapak dua anak asal Pamotan, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, yang ngakunya juga masih merupakan bagian dari kelompok abangan. Nggak jauh berbeda dengan Pandi (informan pada tulisan sebelumnya), Kang Andri diam-diam juga memendam rasa nggak sreg kalau itu hubungannya sama kiai. Baginya, banyak kiai yang ngerasa yak-yak o, paling bener dan paling tahu sendiri kalau ngomongin soal agama, ibadah, dan Tuhan. Padahal, menurut Kang Andri, beberapa kiai nyata-nyata tak ubah tong kosong berbunyi nyaring.

Bukannya nuduh sembarangan ya. Kang Andri ngaku ke saya kalau dia sering gitu adu mulut sama beberapa kiai. Aspek kejawen yang masih dia pegang teguh sampai hari ini sering dipermasalahin sama kiai dan santri-santrinya. Kata si kiai, doa atau wirid dalam bahasa Jawa yang masih dipraktikin Kang Andri dan orang abangan pada umumnya itu salah kaprah. Menurut pandangan si kiai, yang namanya doa atau wirid itu ya pakai bahasa Arab. Kalau pakai bahasa Jawa, selain menyimpang dari tata cara Nabi Saw., juga kemungkinan kabulnya sangat minim.

Kang Andri meresponsnya enteng saja. Dalam pandangannya, doa atau wiridnya Kanjeng Nabi pakai bahasa Arab itu kan karena kebetulan saja beliau diturunkan di Arab. Lah, seandainya Kanjeng Nabi orang Jawa, kemungkinan besar malah pakai bahasa Jawa, loh. Itu kalau ngomongin tata cara doa dan wirid Kanjeng Nabi. Kemudian, gimana bisa doa pakai bahasa Jawa kecil kemungkinan buat diterima?

“Begini, yang nyiptain bahasa dan suku itu kan Gusti Allah sendiri. Ayatnya juga ada kok yang tentang manusia diciptain bersuku-suku. Lah saya ini diciptain jadi orang Jawa dan ditakdirin berbahasa Jawa. Maka yang saya lakukan adalah cukup jadi orang Jawa yang taat,” terang Kang Andri. “Jadi nggak ada yang salah. kalau mau doa atau wirid pakai bahasa Jawa atau yang lain. Lagian, kamu itu loh masiho pakai bahasa alien sekalipun, Gusti Allah tetep paham karepmu, kok. Hla wong Dia yang nyiptain bahasa.”

Berikutnya, Kang Andri berkomentar soal inkonsistensi beberapa kiai—lebih khusus yang pernah dia temui. Ada kiai yang kalau ceramah kayak-kayak dia udah yang paling paham sama maksud apa yang dia sampaiin. Tapi kalau dicecar, sebenernya mereka nggak paham-paham amat.

Contoh dari Kang Andri adalah ketika dia diskusi sama salah seorang kiai yang katanya ahli ibadah, rajin salat malam. Hal sederhana yang ditanyain Kang Andri ke sang kiai yaitu, “Apakah jenengan paham maksud dari penggalan kalimat takbiratul ihram?” Sang kiai tentu mantap menjawab, “Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah buat Allah.”

“Yang lucu, nyatanya pas saya tanya tarif ngundang ceramah dia, ternyata dia ngasih patokan harga. Pas saya tanya salat buat apa? Katanya biar dapet pahala dan masuk surga. Loh mana? Katanya ibadahku hanya buat Allah? ” gugat Kang Andri. “Pas saya minta sebagian aset yang dia punya, nyatanya masih mikir-mikir. Malah saya dituduh rampok. Padahal katanya tadi hidup-mati buat Allah. Itu namanya belum paham ngaku paham.”

Baca Juga:

UIN Adalah Universitas Paling Nanggung: Menjadi Sumber Rasa Malu, Serba Salah, dan Tidak Pernah Dipahami

Saya Muslim, tapi Saya Enggan Tinggal Dekat Masjid dan Musala

Bagi Kang Andri, jika ngakunya ahli ibadah, harusnya bisa memahami maksud (dalam artian juga ngamalin) dari kalimat tersebut. Di mana setiap apa yang kita lakukan adalah buat Allah semata. Sepi ing pamrih marang sak liyane (tanpa pamrih terhadap yang selain Allah). Kalau kata Syekh Siti Jenar, ibadah itu harus apa pun yang didasari buat Allah saja, titik, tanpa embel-embel lain. Bahkan ngorok saja bisa bernilai ibadah kalau tidurnya diniati memenuhi hukum Allah.

Akhirnya, yang terjadi adalah ceramah tanpa mematok tarif, salat tanpa mengharap pahala dan surga karena tujuannya bukan itu, tapi Allah, suka berderma karena sadar hartanya bukan miliknya, dan ora kedonyan (tidak tamak dunia). Dalam tradisi sufisme kejawen, ini adalah konsep dasar dari mati sajeroning urip (mati dalam kehidupan), alias menyapih dunia, atau istilah Arab-nya zuhud. Sebuah fase untuk menuju manunggaling kawula Gusti (penyatuan diri dengan Ilahi).

“Sekarang jelas, tho, siapa yang Islam-nya cuma KTP?” celetuk Kang Andri sambil ketawa.

Selanjutnya, Kang Andri mengeluhkan banyaknya kiai yang hobinya memonopoli kebenaran; mensyiarkan bahwa apa yang dia sampaikan adalah sebenar-benarnya risalah dan mengklaim yang lain dari dia itu salah. Kiai model begini—menurut Kang Andri—adalah kiai yang arogan dan hanya GR saja ngerasa sudah dekat sama Tuhan.

Buktinya, Kang Andri pernah bertanya kepada salah seorang kiai, “Siapa Anda?” Si kiai dengan mantap menjawab, “Kawulane (hamba) Allah.” Jawaban yang sontak membuat Kang Andri tertawa. Pertanyaannya, udah pantaskah diri ini disebut sebagai hamba Allah? Hamba itu tugasnya melayani. Dan nyatanya kita saja belum pernah bisa melayani Allah dengan sebaik dan setulus-tulusnya. Contohnya ya soal pamrih dalam ibadah tadi. Banyak dari kita yang tekun salat nyata-nyata lebih karena pengin dapet surga, kok. Nyata-nyata kita ngehindarin maksiat lebih karena biar nggak masuk neraka, kok. Bukan murni karena Allah. Gitu ngakunya hamba Allah?

Kata Kang Andri, jawabannya adalah, “Sejatiningsun ora ana (sejatinya aku tidak ada).” Ya, karena hanya berkat welas asih Tuhan lah kita ada. Kalau udah tahu hakikat bahwa diri kita ini nggak ada, otomatis kita nggak bakal bersikap arogan dengan ngerasa paling bener.

“Yang paling bener itu cuma Allah. Dan kita hanya mencakup setitik saja dari kebenaran-Nya. Jadi, nggak pantes ngerasa paling bener dan nyalah-nyalahin yang lain. Yang berhak gitu cuma yang punya kebenaran sejati: Dia,” ucap Kang Andri.

Demikian sih hasil ngobrol santuy tapi berat antara saya sama Kang Andri, akhir Juni kemarin. Untuk kesekian kali saya tegaskan, tulisan ini hanya berada pada wilayah menampung opini dari informan, bukan membenarkan atau menyalahkan pihak mana pun.

BACA JUGA Perkara yang Membuat Sebagian Orang Abangan Nggak Respek Sama Kiai (1) dan tulisan Aly Reza lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 11 Juli 2020 oleh

Tags: abanganislamkejawensufisme
Aly Reza

Aly Reza

Muchamad Aly Reza, kelahiran Rembang, Jawa Tengah. Penulis lepas. Bisa disapa di IG: aly_reza16 atau Email: [email protected]

ArtikelTerkait

fiqih lalu lintas

Asal Usul Fikih Lalu Lintas

27 Oktober 2019
mahasiswa indonesia di mesir universitas al azhar kairo mojok.co

5 Fakta ‘Nggak-nggak’ tentang Mahasiswa Indonesia di Mesir

12 Juli 2020
Standar Ganda Ala Nabi Muhammad

Standar Ganda Ala Nabi Muhammad

6 Desember 2019
diusir dari masjid

Cerita Diusir dari Masjid dan Misteri Skenario Allah Swt

14 Oktober 2019
Nempelin Telapak Kaki Pas Salat Berjamaah Emang Dianjurin, Tapi Ya Nggak Gini Juga Kali

Nempelin Telapak Kaki Pas Salat Berjamaah Emang Dianjurin, Tapi Ya Nggak Gini Juga Kali

30 Oktober 2019
5 Masjid di Jogja yang Sudah Ada Sebelum Indonesia Merdeka

5 Masjid di Jogja yang Sudah Ada Sebelum Indonesia Merdeka

1 April 2023
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Hal-hal yang Harus Diketahui Calon Perantau sebelum Pindah ke Surabaya agar Tidak Terjebak Ekspektasi

Hal-hal yang Harus Diketahui Calon Perantau sebelum Pindah ke Surabaya agar Tidak Terjebak Ekspektasi

18 Desember 2025
Keluh Kesah Alumni Program Akselerasi 2 tahun di SMA, Kini Ngenes di Perkuliahan

Keluh Kesah Alumni Program Akselerasi 2 tahun di SMA, Kini Ngenes di Perkuliahan

18 Desember 2025
Nestapa Perantau di Kota Malang, Tiap Hari Cemas karena Banjir yang Kian Ganas Mojok.co

Nestapa Perantau di Kota Malang, Tiap Hari Cemas karena Banjir yang Kian Ganas

13 Desember 2025
Pendakian Pertama di Gunung Sepikul Sukoharjo yang Bikin Kapok: Bertemu Tumpukan Sampah hingga Dikepung Monyet

Pendakian Pertama di Gunung Sepikul Sukoharjo yang Bikin Kapok: Bertemu Tumpukan Sampah hingga Dikepung Monyet

15 Desember 2025
Tangsel Dikepung Sampah, Aromanya Mencekik Warga, Pejabatnya ke Mana?

Tangsel Dikepung Sampah, Aromanya Mencekik Warga, Pejabatnya ke Mana?

14 Desember 2025
Boleh Membanggakan SCBD Jogja, tapi Jangan Lupakan Gamping dan Mlati Sleman yang Akan Menjadi The Next SCBD Jogja Barat

Boleh Membanggakan SCBD Jogja, tapi Jangan Lupakan Gamping dan Mlati Sleman yang Akan Menjadi The Next SCBD Jogja Barat

19 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Busur Panah Tak Sekadar Alat bagi Atlet Panahan, Ibarat “Suami” bahkan “Nyawa”
  • Pasar Petamburan Jadi Saksi Bisu Perjuangan Saya Jualan Sejak Usia 8 Tahun demi Bertahan Hidup di Jakarta usai Orang Tua Berpisah
  • Dipecat hingga Tertipu Kerja di Jakarta Barat, Dicap Gagal saat Pulang ke Desa tapi Malah bikin Ortu Bahagia
  • Balada Berburu Si Elang Jawa, Predator Udara Terganas dan Terlangka
  • Memanah di Tengah Hujan, Ujian Atlet Panahan Menyiasati Alam dan Menaklukkan Gentar agar Anak Panah Terbidik di Sasaran
  • UGM Berikan Keringanan UKT bagi Mahasiswa Terdampak Banjir Sumatra, Juga Pemulihan Psikologis bagi Korban

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.