Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Gaya Hidup

Poligami: Perbedaan Pandangan Masyarakat Zaman Dulu dan Sekarang

Rofii Zuhdi Kurniawan oleh Rofii Zuhdi Kurniawan
19 Juni 2020
A A
poligami, walimah syar'i

Masih Jomblo kok Bicara Poligami sih?

Share on FacebookShare on Twitter

Memasuki abad-21 poligami sudah mulai jarang ditemui di masyarakat kita, utamanya di kalangan birokrat tingkat atas maupun bawah. Pemikiran yang semakin berkembang dan banyak alasan lain membuat poligami dianggap sudah tidak relevan lagi dengan kondisi saat ini. Meskipun begitu, ada sebagian kalangan yang menganggap poligami sah-sah saja asal dengan syarat tertentu. Syarat yang begitu rumit tak jarang membuat beberapa laki-laki yang terjebak nafsu birahi, lebih memilih menikah siri, mempunyai simpanan, selingkuh, dan kumpul kebo dibanding poligami secara resmi. Perubahan pandangan masyarakat terhadap poligami pada zaman ini berbeda dengan zaman pasca kemerdekaan, tepatnya tahun 1950-an hingga 1960-an.

Kebetulan saya lahir dari kakek yang  berpoligami dan memiliki dua istri. Artinya saya mempunyai nenek kandung dannenek tiri, kalau ibu saya alhamdulillah satu saja. Kedudukan nenek kandung sebagai istri ke-2 sedangkan nenek tiri sebagai istri ke-1. Stigma tentang istri kedua pasti berkonotasi negatif, bahkan sering disebut sebagai pelakor. Pada zaman itu, stigma negatif tersebut belum ada sehingga sulit untuk melabelkan stigma pelakor kepada nenek kandung.

Kehidupan sosial masyarakat masa itu mendukung iklim poligami oleh seorang laki-laki. Budaya feodal bekas kerajaan masih kental di masa itu membuat poligami merupakan perilaku yang normal-normal saja. Para birokrat, elit politik, dan kelompok agama Islam (Masyumi) malah mendukung penuh poligami di kalangan masyarakat. Orientasi masyarakat tradisional yang berprinsip “penting punya sandang, papan, dan pangan” membuat syarat poligami ditinjau dari modal ekonomi mudah untuk dilakukan terutama untuk kalangan birokrat.

Alkisah dimulai ketika kakek saya menjadi seorang birokrat desa dengan posisi yang strategis. Ideologi politik yang sangat kental di masa pasca kemerdekaan juga turut mempengaruhi pemikiran kakek. Beliau adalah seorang Nasionalis, Sukarnois dan loyalis PNI, dulu di kamar kakek ada sebuah gambar Bung Karno berukuran A1 dan logo PNI berukuran A2. Anehnya, kakek saya tidak terlalu dekat dengan PKI sehingga tidak termasuk target penangkapan tahun 1965. Menilik latar belakang faham dan kedekatan ideologi beliau, tentu tidak heran bila kakek menjadi seorang birokrat, ihwal sejarah menunjukkan bahwa loyalis PNI banyak terafiliasi dengan birokrat dan kaum priyayi. Meskipun hanya seorang birokrat rendahan di tingkat desa, desakan pergaulan untuk berpoligami membuat kakek saya ikut terpengaruh hehehe.

Fakta di desa saya menunjukkan bahwa para birokrat desa seperti Kades, Pamong, Dukuh, dan Pegawai desa pada tahun 1950 sampai 1960-an lebih banyak yang berpoligami dibanding monogami. Konon pada zaman itu, seorang birokrat jika tidak berpoligami akan di bully habis-habisan, ibarat kalau sekarang ada laki-laki nongkrong tidak merokok pasti habis di ejek teman-temannya. Hal itu pulalah yang membuat kakek memutuskan untuk berpoligami dan menjadikan nenek kandung saya sebagai istri kedua. Istri pertama pun kebanyakan juga ikhlas dan rela apabila suami mereka yang seorang birokrat memutuskan berpoligami karena dianggap sudah menjadi budaya dan risiko istri birokrat. Prestis seorang laki-laki birokrat yang tidak berpoligami dipandang rendah pada masa itu.

Sebenarnya, budaya poligami juga ditentang oleh beberapa pihak terutama dari kalangan petani dan buruh yang memiliki afiliasi politik dengan PKI. Jadi, PKI adalah partai pertama di Indonesia yang menentang poligami. Artinya, monogami termasuk ajaran komunis sehingga wajar kalau hingga sekarang masih kontroversial wkwkwk. Protes PKI membuat jengah kalangan birokrat yang mayoritas dari PNI dan kalangan agama dari Masyumi. Kakek saya termasuk yang membenci protes PKI tersebut sehingga ia lebih dekat dengan tokoh agama karena kebencian terhadap PKI. Para birokrat yang berpoligami beranggapan bahwa tak apa beristri dua asalkan bisa adil dan tidak ditinggal begitu saja.

Pada praktiknya, memang poligami zaman itu sekilas lebih adil dibanding dengan masa kini. Keadilan tercermin dari transparansi dari pra-nikah hingga semasa menikah. Sejak awal mau berpoligami para birokrat izin dengan istri pertama, bukan malah nikah siri seperti sekarang. Keadilan semasa menikah lebih njlimet lagi karena harus adil dari sisi ekonomi maupun sosial.

Secuil keadilan kakek dalam berpoligami sering saya liat ketika berkunjung ke rumah nenek kandung dan tiri. Perabotan rumah tangga dari piring, sendok, hingga lemari sama persis di antara keduanya. Prinsipnya jika nenek tiri dibelikan lemari warna dengan corak garuda maka nenek kandung pun dibelikan barang serupa. Adil secara sosial bisa diliat ketika kakek berkunjung ke acara-acara tertentu dengan pendampingnya digilir antara nenek kandung dan tiri, pernah pula keduanya sama-sama diajak ketika menghadiri pelantikan kepala desa.

Baca Juga:

PNS Boleh Poligami? Boleh, Asal Kamu Nggak Punya Malu

Sudah Betul Ajakan Poligami dan Menikah Muda untuk Mencegah HIV/AIDS, Nggak Usah Geger!

Memang begitulah zaman yang selalu berubah-ubah dari segi tatanan sosial maupun wacanan dominannya. Dahulu poligami dianggap sebuah kewajiban di kalangan birokrat dan normal di kalangan masyarakat. Saat ini poligami dipandang sebagai sebuah kemunafikan oleh banyak masyarakat sehingga birokrat dilarang untuk berpoligami. Sekarang terlihat bahwa poligami itu baik atau tidak ialah tergantung pandangan masyarakat yang hidup di zaman tersebut. Akhir kata, pada zaman yang serba kompleks dari segi ekonomi dan sosial, poligami sudah kurang relevan lagi apabila hanya mengejar prestise laki-laki. Prestise seorang birokrat pada zaman ini justru tercipta ketika ia bisa setia dengan satu pasangan saja.

BACA JUGA Masih Jomblo kok Bicara Poligami sih? dan tulisan Rofi’i Zuhdi Kurniawan lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 14 November 2021 oleh

Tags: konteks poligami di jaman dulupoligamipoligami jaman sekarang
Rofii Zuhdi Kurniawan

Rofii Zuhdi Kurniawan

Mahasiswa lajon Jogja-Wonosari saban akhir pekan.

ArtikelTerkait

Membantah Alasan Poligami dengan Data Statistik terminal mojok

Poligami karena Perempuan Lebih Banyak? Cek Dulu Datanya!

28 September 2021
hasil sensus penduduk 2020 mojok

Hasil Sensus Penduduk 2020 Bisa Jadi Pelajaran bagi Pendukung Poligami, Politikus, hingga Rhoma Irama

1 Februari 2021
Hukum Poligami Sekaligus Tata Cara Melakukannya Seperti yang Viral di Medsos terminal mojok.co

Hukum Poligami Sekaligus Tata Cara Melakukannya Seperti yang Viral di Medsos

8 Desember 2020
poligami, walimah syar'i

Masih Jomblo kok Bicara Poligami sih?

12 Juni 2020
Apakah PNS Boleh Poligami? (Unsplash)

PNS Boleh Poligami? Boleh, Asal Kamu Nggak Punya Malu

17 Juni 2023
Surat Terbuka untuk Suami yang Merindukan Istri Sempurna Serupa Bidadari

Surat Terbuka untuk Suami yang Merindukan Istri Sempurna Serupa Bidadari

25 November 2019
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Desa Ngidam Muncar, Desa Terbaik di Kabupaten Semarang (Unsplash)

Desa Ngidam Muncar, Desa Terbaik di Kabupaten Semarang dengan Pesona yang Membuat Saya Betah

4 Desember 2025
5 Hal yang Jarang Diketahui Orang Dibalik Kota Bandung yang Katanya Romantis Mojok.co

5 Hal yang Jarang Diketahui Orang di Balik Kota Bandung yang Katanya Romantis 

1 Desember 2025
Madiun, Kota Kecil yang Banyak Berbenah kecuali Transportasi Publiknya Mojok.co

Madiun, Kota Kecil yang Sudah Banyak Berbenah kecuali Transportasi Publiknya

2 Desember 2025
Alasan Orang Solo Lebih Hafal Jalan Tikus daripada Jalan Utama

Alasan Orang Solo Lebih Hafal Jalan Tikus daripada Jalan Utama

30 November 2025
Pengajar Curhat Oversharing ke Murid Itu Bikin Muak (Unsplash)

Tolong, Jadi Pengajar Jangan Curhat Oversharing ke Murid atau Mahasiswa, Kami Cuma Mau Belajar

30 November 2025
Ketika Warga Sleman Dihantui Jalan Rusak dan Trotoar Berbahaya (Unsplash)

Boleh Saja Menata Ulang Pedestrian, tapi Pemerintah Sleman Jangan Lupakan Jalan Rusak dan Trotoar Tidak Layak yang Membahayakan Warganya

3 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.