Dalam sebuah pertemuan yang disengaja, di daerah Pleburan Semarang. Saya menemui teman lama saya, sebut saja ia Viktor. Seorang pekerja kantoran namun dengan dandanan khas anak Indie yang rockstar: celana jeans robek-robek, rambut gondrong, jaket jeans.
Kami mengobrol ngalor-ngidul dengan bahasan yang bermacam-macam. Mulai rahasia-rahasia kecil yang mulai terbongkar, karir hingga kecemasan. Salah satu yang menarik perhatian saya tentu saja kecemasan dalam hal asmara.
Dalam pandangan saya, yang baru saja menyelesaikan program magang, saya melihat betapa sempitnya ruang-ruang gerak ketika saya menjalani program magang. Mulai ngantor pagi, pulang sekitar jam 5 sore, sampai kosan lanjut mandi, nyari makan, lanjut rebahan sambil nontonin YouTube. Praktis kehidupan saya hanya setelah Maghrib saja, itupun kalau nggak ngantuk, sisanya di hari Sabtu dan Minggu.
Satu hal yang pasti, lingkar pertemanan semakin sempit dan jika ini berlangsung terus menerus lingkar perjodohan juga semakin sempit. Begini, untuk jadi jodoh maka harus kenal dulu dan saya pikir dengan menjadi teman adalah satu-satunya kemungkinan yang realistis sebelum memutuskan ke jenjang yang lebih tinggi.
Viktor, teman saya, juga berpikiran demikian. Namun, ia menempuh jalur pedang untuk mengatasi kegentingan ini, kalau bisa disebut genting hehe. Dia mengenalkan saya pada People Nearby, sebuah fitur yang ada di LINE untuk menemukan teman baru berdasarkan lokasi pengguna. Lalu, satu pertanyaan dari saya muncul,
“Harus banget pake gituan, nih? Bukannya sudah ada Tinder?”
“Tinder itu emang diciptakan untuk mencari pasangan, sedangkan People Nearby tidak. Ada tantangan lebih di sini,” jawabnya.
Saya tertarik dengan kalimat terakhirnya ‘tantangan lebih’. Selanjutnya, saya coba kulik lebih dalam tentang tantangan lebih apa yang dia maksud.
Baginya, cinta adalah soal sensasi yang bisa kita nikmati. Perasaan gugup, hati bergetar tak menentu, tantangan dan semua hal imajinatif yang membuat gairah hidup. Baginya, People Nearby sangat bisa menyediakan hal-hal yang demikian.
Mengingat fitur ini tidak diciptakan secara spesifik untuk mencari jodoh, ada tantangan lebih untuk menyatukan persepsi ini kepada lawan chatingan yang kita pilih. Salah satu tantanganya adalah obrolan yang tak akan berjalan dengan mudah, kualitas kita dalam mencari topik pembicaraan akan jauh diuji dibanding ketika kita mengobrol dengan teman yang sudah kita kenal.
“Saya tertantang untuk memecahkan suasana dingin ketika mengobrol dengan orang yang tidak kita kenal,” ucap Viktor
Berbagai pengabaian sudah menjadi makanan sehari-hari, dijawab dengan angkuh dan dingin sudah menjadi camilan yang menimbulkan energi baru baginya. Barangkali cinta baginya seperti teka-teki? Apakah begitu, Tor?
Dia menambahkan, selain tantangan yang tadi disebutkan, proses ini terbilang masih cukup panjang. Setelah obrolan terlihat menyambung biasanya akan dilanjutkan dengan kopdar alias kopi darat alias bertemu secara langsung.
Di tahap ini, Viktor menyebutnya sebagai ‘kecemasan ekspektasi’. Kecemasan-kecemasan itu berupa, apakah wajahnya sama seperti di foto, apakah dia seasik seperti saat mengobrol via sosial media? Apakah saya akan memenuhi ekspektasi dia? Apakah pertemuan ini akan dingin atau mengalir? Apakah ini akan menjadi sejarah baik atau buruk? Dan kecemasan-kecemasan lain yang ia nikmati.
Pada satu kesempatan, dia pernah cerita merasa berhasil menenangkan kecemasan-kecemasannya. Partner dia yang tadinya dingin, mulai mencair, membaik hingga berujung pertemuan. Di dunia nyata, ia mengatakan semua berjalan dengan menyenangkan, menonton, mengobrol di cafe, dia bilang, ”ini pertemuan pertama, tapi saya seperti sudah mengenal dia lama sekali.”
Tengah malam berlalu, teman saya mengantarkan partnernya pulang. Sesampainya di kosan, teman saya memandangi layar smartphone, tapi tak ia temukan notifikasi di sana. “Paling nggak, harusnya dia bilang, udah sampe kosan? Tapi ini nggak loh” ucapnya, sembari menunjukan raut muka yang masih kesal.
Paginya ia berinisiatif memulai, namun naas tak ada jawaban. Seminggu kemudian, ia mendapati postingan Instagram partnernya dengan kue ulang tahun yang ia tiup di depan seorang lelaki. Patah hati lagi-lagi menjadi teman paling dekat yang ia punya.
“Nggak apa-apa,” ucapnya singkat sambil membuka LINE lalu menuju fitur People Nearby
“Pengabaian adalah lawan dari cinta, saya masih harus melawan pengabaian itu,” tambahnya.
“Haissh, Lur. Sing sabar. Ayo kita lawan sama-sama” ucap saya sembari membuka LINE juga. (*)
BACA JUGA Cerita dari Halte Tentang Ibu dan Rokok atau tulisan Chelsea Venda lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.