Rasa penasaran saya masih ada
Kami memang pulang, tapi kami datang lagi hari Minggunya. Kali ini kami berangkat pagi jam setengah sembilan dengan harapan nggak antre karena mepet jam buka. Tapi, ternyata info yang kami dapat salah, Gacoan buka lebih pagi, jam 8 bukan jam 9. Alhasil kami harus mengantre panjang, tapi nggak separah pas malam Minggu.
Baris antrean kondusif karena ada karyawan yang mengatur antrean. Selain mengatur antrean, karyawan ini bertugas untuk mengarahkan agar konsumen melakukan scan barcode di hp masing-masing untuk memilih menu dan menjadi tempat bertanya bagi konsumen yang kebingungan. Dia juga memberitahu menu apa saja yang sedang kosong.
Saat di kasir, pembeli diminta untuk menyerahkan HP. Ini bertujuan untuk mempermudah kasir dalam menginput menu. Kamu bisa milih makan di tempat atau dibawa pulang, dua-duanya juga bisa. Untuk pesanan dibawa pulang, hanya dibolehkan memesan 15 menu saja.
Setelah memesan di kasir, kami juga harus menunggu lumayan lama. Nggak papa. Itung-itung buat menikmati kedai adem dan modern ini.
Review bangunan outlet
Bangunan Gacoan tampil gagah dengan warna dominan hitam untuk tembok indoor. Tampak adem jika menatap plafon yang penuh dengan hiasan daun. Di tempat tunggu, terdapat pohon bunga dan cabai plastik yang memisahkannya dengan tempat makan. Di Indoor hanya disediakan meja kayu bertuliskan Mie Gacoan yang cukup digunakan untuk 2 orang saja.
Bagian outdoor, didesain lebih segar. Cat tembok dominan berwarna abu-abu dengan hiasan mural bertuliskan KUDUS. Tanah berselimutkan hijaunya rumput jepang sintetis. Juga terdapat kolam yang berisikan air saja untuk hiasan. Untuk menambah kesan estetik, ditambah lampu taman yang menggantung.
Outdoor menyediakan tiga jenis nuansa tempat duduk. Pertama, ada meja kayu yang bisa digunakan 2-4 orang. Meja dan kursi semen yang berada di tengah kolam untuk 2 orang. Dan meja berpayung terbuat dari semen. Kamu bisa meminta kursi tambahan dan kursi untuk bayi kepada pelayan jika diperlukan.
Kesan Mie Gacoan
Saya memesan Mie Gacoan level 2 karena belum makan nasi. Niatnya sih emang biar nggak kepedesan, tapi ternyata rasa pedas level 2 di luar ekspektasi. Sangat pedas, bahkan bagi saya yang dasarnya memang doyan pedas.
Untuk rasa minya enak, tapi saya tidak bisa menjabarkan lebih karena kepedasan. Untuk ayam tabur enak banget, marinasinya terasa. Pangsit isinya juga enak, full daging ayam yang bumbunya sangat terasa dan digoreng renyah.
Untuk minum saya memesan teh tarik segelas. Menurutku, memesan seporsi minum itu kurang karena gelasnya kecil. Nggak cocok untuk saya yang sedikit-dikit minum saat makan. Saya ingin memesan lagi, tapi malas sekali untuk mengantre. Saat itu juga saya menyimpulkan kalau datang ke Gacoan, pesan air mineralnya juga biar nyaman saat makan dan gak perlu antre.
Lumpia udang dan siomay enak, nggak amis. Saat menggigit siomay ada sedikit air yang keluar dari rongga-rongga makanan, pertanda jika dua makanan ini direbus. Sebagai penunjang rasa, disediakan saos bangkok sachet bertuliskan Gacoan yang diproduksi Finna Food.
Saya dan temanku mengambil kesimpulan. Bahwa memang Mie Gacoan murah, apalagi menggunakan cabai setan asli. Tapi, mahal untuk dimsum yang berisi 3 biji saja dan minuman berukuran gelas kecil. Mungkin mereka menggencarkan untung dari dua menu ini, ya? Atau malah dari parkir?
Rasa penasaran saya sudah terobati, juga kesabaran saya telah lulus uji. Tapi, saya masih terngiang gimana cara Gacoan mengambil untung dari menu yang murah dan membayar gaji karyawan yang banyak itu. Tapi, lebih baik jangan dipikir karena saya sudah lelah mengantre.
Penulis: Ratih Yuningsih
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Semua Bisa Meniru Mie Gacoan, tapi Tak Semua Bisa Menyamai Kesuksesannya