Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

Pengalaman Saya Tinggal di Madukara, Kecamatan yang Paling Menderita di Banjarnegara

Yanuar Abdillah Setiadi oleh Yanuar Abdillah Setiadi
22 Juni 2024
A A
Pengalaman Saya Tinggal di Madukara, Kecamatan yang Paling Menderita di Banjarnegara

Pengalaman Saya Tinggal di Madukara, Kecamatan yang Paling Menderita di Banjarnegara (unsplash.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Dieng memang layaknya kembang desa yang menawan. Semua terpikat oleh keindahan alam negeri di atas awan tersebut. Sorot lampu tertuju pada dataran tinggi yang menjadi kebanggan Kabupaten Banjarnegara itu. Hingga mereka lupa, bahwa ada sebuah kecamatan lain yang tak pernah diperhatikan. Kecamatan itu bernama Madukara. Mungkin, bisa dikatakan Madukara Banjarnegara layaknya anak tengah yang kerap tenggalam di antara kediktaktoran kakaknya dan keangkuhan adiknya.

Bahkan dari semua kecamatan yang ada di kabupaten yang terkenal sebagai penghasil dawet ayu itu, Madukara menjadi kecamatan yang paling menderita hingga dianggap tak kasat mata. Kasat mata di sini bukan berarti gaib, lho ya, melainkan dinggap tidak ada. Kenapa?

Kecamatan Madukara Banjarnegara begitu rapuh karena rawan longsor

Sedikit cerita, saya pernah tinggal di kecamatan ini. Kebetulan waktu itu, saya diajak seorang kawan untuk main ke rumahnya. Karena waktu libur yang lumayan panjang, akhirnya saya mengiyakan ajakannya. Awalnya, saya hendak menginap barang satu dua hari saja. Tapi malah bablas hingga hampir seminggu lamanya.

Desa kawan saya berada di Madukara bagian utara, tepatnya Desa Clapar. Saat itu musim hujan sedang berlabuh. Saya memasuki Madukara Banjarnegara tepat setelah hujan reda. Udara sejuk menuju desa kawan saya menjadi awal yang baik. Namun, itu tak berlangsung lama. Beberapa kali motor yang kami tumpangi dipaksa berhenti. Saya kira ada mobil yang sedang mogok. Nyatanya tidak!

Usut punya usut, alasan kami diminta berhenti lantaran jalan yang dilalui mengalami longsor di salah satu lajurnya. Kejadian ini tidak sekali saja, hampir tiga kali kami harus melewati jalan yang amblas lantaran longsor setelah terguyur hujan yang deras. Bagi kawan saya, kejadian ini sudah menjadi hal biasa yang lumrah di kala musim hujan. Eladalah, nelangsa tenan, Lur!

Kecamatan yang disamakan dengan puncak gunung yang pelosok dan tak terjangkau

Beberapa hari tinggal di Madukara Banjarnegara saya merasa senang sekaligus bingung. Senang karena hawa udara yang begitu dingin dan menentramakan. Bingung lantaran beberapa bahasa yang digunakan kerap membuat saya mengernyitkan dahi.

Contohnya saat salah seorang warga bertanya kepada kawan saya, “Kamu mau turun kapan?”. Saya pun sempat heran. Turun? Memang kawan saya hendak turun ke mana? Karena penasaran, saya menanyakan makna “turun” yang sebenarnya kepada kawan saya. Ternyata, maksud turun adalah pergi ke pusat kota.

Jadi, kecamatan yang dikenal sebagai penghasil salak ini dianggap sebagai kecamatan yang berada di puncak gunung. Makanya mereka (waraga Desa Calapar) menggunakan kata “mudun/turun” tatkala hendak bepergian ke pusat kota Banjarnegara.

Baca Juga:

Pengalaman Naik Bus Eka dari Banjarnegara ke Surabaya: Melihat Langsung Orang Berzikir Saat Pedal Gas Diinjak Lebih Dalam

Banjarnegara, Daerah “Pendiam” yang Saking Diamnya Tenggelam oleh Ketenaran Dieng

Begitu pula saat saya berada di Alun-Alun Banjarnegara, kawan saya mengajak saya “munggah” atau naik. Naik di sini bermakna pulang ke rumah. Alih-alih menggunakan kata pulang, kawan saya sudah terbiasa dengan penggunaan kata naik. Saya baru mengalami fenomena unik ini, di mana warga merasa kalau mereka tinggal di puncak gunung. Padahal, saya rasa Madukara Banjarnegara tidak tinggi-tinggi amat.

Jalan gelap gulita layaknya masa depan para pelaku judi online

Saat sedang asyik nongki di pusat Kota Gilar-Gilar, kawan saya meminta pulang. Padahal saya masih berusaha keras mengahabiskan bungkus nasi kucing yang kedua. Lagian, bagi saya, jam 9 malam itu masih terlalu sore. Tapi kata teman saya, semakin malam, jalan akan tambah sepi. Akhirnya saya merampungkan makan, menandaskan teh hingga habis, lalu membayar.

Benar saja, saat perjalanan pulang, jalanan begitu lengang. Ini lebih lengang dari hati para jomblo yang fakir cinta. Jalanan menuju Madukara Banjarnegara begitu gelap. Pekat seperti masa depan para pelaku judi online. Belum lagi jalur yang meliuk layaknya gocekan Lionel Messi. Wajar saja jika kecamatan satu ini jarang dijamah orang dari luar kota. Hanya terdengar suara jangkrik yang saling bernyanyi dalam dingin malam.

Saya rasa, kata “menderita” sudah menjadi kawan karib warga di Kecamatan Madukara Banjarnegara. Mereka saling memeluk layaknya kekasih yang tak ingin kehilang antara satu dan lainnya.

Penulis: Yanuar Abdillah Setiadi
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA 4 Tempat Wisata yang Dikira Terletak di Banjarnegara, padahal Bukan.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 22 Juni 2024 oleh

Tags: banjarnegarakabupaten banjarnegaramadukara banjarnegara
Yanuar Abdillah Setiadi

Yanuar Abdillah Setiadi

Santri. Murid Cak Nun, Rocky Gerung, Sujiwo Tejo. Instagram: @yanuarabdillahsetiadi

ArtikelTerkait

Gombong, Jalur Penghubung Banjarnegara-Kebumen yang Berbahaya

Gombong, Jalur Penghubung Banjarnegara-Kebumen yang Berbahaya

30 September 2023
Kosakata Ngapak Banjarnegara Tentang Kesehatan yang Kerap Saya Temui Ketika Dinas di UGD. Terminal Mulok #13 terminal mojok

Kosakata Ngapak Banjarnegara Tentang Kesehatan yang Kerap Saya Temui Ketika Dinas di UGD. Terminal Mulok #13

20 Maret 2021
Banjarnegara, Daerah “Pendiam” yang Saking Diamnya Tenggelam oleh Ketenaran Dieng

Banjarnegara, Daerah “Pendiam” yang Saking Diamnya Tenggelam oleh Ketenaran Dieng

13 Juni 2025
Jalan Raya Timur Wanadadi Banjarnegara Gelap dan Menyeramkan (Unsplash)

Jalan Raya Timur Wanadadi Banjarnegara Gelap Gulita di Kala Malam, Membuat Kecelakaan Seperti Menunggu Waktu Saja

22 November 2023
Stasiun Purwokerto, Kini Stasiun Terbaik di Sekitar Banyumas (Rio Adhitya Cesart via Wikimedia Commons)

Stasiun Purwokerto Setelah Renovasi Kini Punya Parkiran Lebih Luas dan Fasilitas Tambahan Membuat Pengunjung Puas

14 April 2024
5 Dawet Ayu di Banjarnegara yang Wajib Dicoba terminal mojok

5 Dawet Ayu di Banjarnegara yang Wajib Dicoba

30 Oktober 2021
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Harga Nuthuk di Jogja Saat Liburan Bukan Hanya Milik Wisatawan, Warga Lokal pun Kena Getahnya

Harga Nuthuk di Jogja Saat Liburan Bukan Hanya Milik Wisatawan, Warga Lokal pun Kena Getahnya

21 Desember 2025
Nggak Punya QRIS, Nenek Dituduh Nggak Mau Bayar Roti (Unsplash)

Rasanya Sangat Sedih ketika Nenek Saya Dituduh Nggak Mau Bayar Roti Terkenal karena Nggak Bisa Pakai QRIS

21 Desember 2025
Garut Bukan Cuma Dodol, tapi Juga Tempat Pelarian Hati dan Ruang Terbaik untuk Menyendiri

Garut Itu Luas, Malu Sama Julukan Swiss Van Java kalau Hotel Cuma Numpuk di Cipanas

23 Desember 2025
Menjajal Becak Listrik Solo: Cocok untuk Liburan, tapi Layanan QRIS-nya Belum Merata Mojok.co

Menjajal Becak Listrik Solo: Cocok untuk Liburan, Sayang Layanan QRIS-nya Belum Merata 

24 Desember 2025
Daihatsu Gran Max, Si "Alphard Jawa" yang Nggak Ganteng, tapi Paling Bisa Diandalkan Mojok.co

Daihatsu Gran Max, Si “Alphard Jawa” yang Nggak Ganteng, tapi Paling Bisa Diandalkan

25 Desember 2025
Situbondo, Bondowoso, dan Jember, Tetangga Banyuwangi yang Berisik Nggak Pantas Diberi Respek

Situbondo, Bondowoso, dan Jember, Tetangga Banyuwangi yang Berisik Nggak Pantas Diberi Respek

25 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Kala Sang Garuda Diburu, Dimasukkan Paralon, Dijual Demi Investasi dan Klenik
  • Pemuja Hujan di Bulan Desember Penuh Omong Kosong, Mereka Musuh Utama Pengguna Beat dan Honda Vario
  • Gereja Hati Kudus, Saksi Bisu 38 Orang Napi di Lapas Wirogunan Jogja Terima Remisi Saat Natal
  • Drama QRIS: Bayar Uang Tunai Masih Sah tapi Ditolak, Bisa bikin Kesenjangan Sosial hingga Sanksi Pidana ke Pelaku Usaha
  • Libur Nataru: Ragam Spot Wisata di Semarang Beri Daya Tarik Event Seni-Budaya
  • Rp9,9 Triliun “Dana Kreatif” UGM: Antara Ambisi Korporasi dan Jaring Pengaman Mahasiswa

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.