Sudah lama, sejak awal pengoperasiannya, saya penasaran pada nuansa menaiki bus Trans Jatim Bangkalan-Surabaya. Katanya, banyak yang mengatakan busnya murah, cepat, dan terasa lebih modern. Bahkan ada yang berlebihan menyebut seperti bukan berada di Indonesia.
Ya memang sih, sekilas ketika saya berpapasan dengan bus ini, nuansanya terasa lebih maju. Desain yang kekinian dengan kaca busnya yang transparan, apalagi saat malam hari, membuat keramaian penumpang bus bisa terlihat dengan jelas dari luar. Muncullah pikiran, betapa nyamannya menggunakan bus ini. Saya tak perlu lagi desak-desakan seperti saat menggunakan motor pribadi.
Rasa penasaran inilah yang mendorong saya untuk mencoba transportasi umum ini. Tapi, bukannya ketagihan, saya malah merasa jera dan kapok. Sebab, pengalaman ini tak sesuai dengan pikiran saya serta kesan yang saya dengar dari orang-orang.
Daftar Isi
Armada bus Trans Jatim Bangkalan-Surabaya sangat terbatas
Saya tak menyangka, bus yang terlihat maju dan modern ini ternyata masih jauh dari kata ideal, terutama masalah ketersediaannya. Jumlah armada bus Trans Jatim koridor Bangkalan-Surabaya tersedia sebanyak 15 bus. Namun demikian, armada ini tak mampu memfasilitasi penumpang secara merata.
Kemarin saat saya mencobanya, saya sudah berencana akan naik sebelum jam 6 dan sampai di Terminal Purabaya pada jam 7. Nahas, saking padatnya para penumpang, saya harus menunggu armada bus ke-3. Bukan karena saya tak mau desak-desakan, tapi sang supir sendiri sudah memberikan kode bahwa bus sudah tidak bisa menambah penumpang lagi. Akhirnya, saya sampai di terminal Purabaya hampir jam 9 dengan menggunakan armada bus ke-3.
Sungguh jauh dari prediksi. Bagaimana saya tidak kapok, coba?
Murah bukan berarti nyaman
Oke, katakanlah saya sudah selesai dengan masalah armada bus yang saya tunggu sampai satu jam lebih. Awalnya, saya berpikir “Oh, sepertinya bus selanjutnya akan sepi, mungkin saja saya bisa mendapatkan tempat duduk”. Mungkin itu pula yang akan muncul dalam pikiran kalian. Karena dua bus sudah full hingga banyak penumpang yang harus berdiri, berarti bus ketiga akan agak sepi.
Sayang, penyimpulan itu terlalu terburu-buru. Buktinya, bus ketiga tetap penuh, bahkan sudah ada beberapa penumpang yang harus berdiri. Begitu juga saya, saya harus berdiri sekitar satu jam perjalanan dari Bangkalan ke Terminal Purabaya di Surabaya. Sepulangnya saat sore pun demikian, selain berdiri selama 1 jam untuk sampai di Bangkalan Madura, seluruh penumpang harus saling berdesak-desakan supaya kebagian posisi paling nyaman.
Ah, tapi apa pedulinya pemerintah. Mungkin pemerintah berpikir sudah sangat berjasa menyediakan transportasi murah untuk masyarakat. Hey, pikirlah! Murah bukan berarti nyaman.
Saya kira masyarakat hanya terdesak saja karena ingin menghemat pengeluaran. Tidak apa-apa 5 ribu saling berdesak-desakan, daripada harus pakai bus biasa yang sampai 30 ribuan.
Entah, apakah pemerintah masih juga berpikir “ada harga ada kualitas” pada rakyat sendiri?
Siapa cepat dia dapat!
Saya sempat dibuat kagum oleh sebuah unggahan video betapa tertibnya para penumpang JakLingko di Jakarta. Mereka dengan tertib antre berbaris saat ingin naik JakLingko. Siapa datang awal, dia naik duluan. Nah, saya merasa konsep seperti ini akan sulit diterapkan di Jawa Timur, terkhusus Bangkalan Madura. Sebaliknya, di sini siapa cepat dia dapat!
Saat awal saya mencoba transportasi ini kemarin, tak ada perhatian siapa yang awal dia yang duluan. Lagian di tengah situasi yang sama-sama terburu-buru, siapa yang akan memikirkan urusan yang satu lebih penting dari yang lain. Problemnya bukan di sini, melainkan ada di ketersediaan sarana (armada) yang tercukupi.
Karena semua penumpang tahu jumlah armadanya terbatas dan gampang penuh, tak heran jika konsep siapa cepat dia dapat berlaku secara otomatis. Solusinya tinggal kembali lagi ke pemerintah, bagaimana supaya rakyatnya tidak perlu berdesak-desakan?
Yah, sementara cukup itu pengalaman kapok saya menggunakan Trans Jatim Bangkalan-Surabaya. Terakhir, saya sampaikan kembali pesan saya pada pemerintah. Belum tentu yang murah itu nyaman pak/bu, kadang rakyat itu hanya dipaksa nyaman aja sama keadaan.
Makanya, setiap kebijiakan renungkan juga, rakyatnya betul-betul nyaman nggak sih?!
Penulis: Abdur Rohman
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Dari Semua Kopi Saset, Nescafe Classic Adalah Kopi Hitam Terbaik yang Pernah Ada