Pelanggar lalu lintas di Surabaya utara bukan hanya orang Madura
Meskipun Mas Adhitiya mengiyakan bahwa tak semua tapi kebanyakan pelanggar lalin di Surabaya utara adalah pengendara plat M, saya rasa analisanya kurang tepat. Sebab ia meninggalkan perbandingan rasio jumlah plat kendaraan di Surabaya utara, di mana memang banyak orang Madura di wilayah tersebut.
Maka dari itu, saya pun tak menampik bahwa pelanggar lalin di Surabaya utara memang banyak pegendara plat M, lebih jelasnya orang Madura. Tapi, apakah ada pelanggar selain orang Madura? Jawabannya jelas ada. Apakah banyak? Banyak juga. Tapi jika dibandingkan dengan plat M, saya akui lebih banyak plat M. Karena jelas-jelas mayoritas penduduk di sana berasal dari Madura.
Saya yakin kalian berpikir, mungkin saja itu orang Madura yang memakai plat selain M. Saya tegaskan TIDAK. Mukanya kelihatan kalau bukan orang Madura, bukan Melayu malah. Saya tak akan terus terang, pasti kalian paham. Saya rasa, pelanggar lain hanya bersembunyi di balik mayoritas orang Madura.
Pemkot Surabaya saja yang tak bisa urus diri
Dari kondisi kenyamanan berkendara di Bangkalan Madura dan kekacauan lalu lintas di Surabaya, terutama Surabaya utara, saya dengan percaya diri menyimpulkan bahwa ini hanyalah hasil ketidakbecusan Pemkot Surabaya. Buktinya, di Bangkalan Madura orang-orang tertib berkendara.
Tapi, saya paham mengapa dalam kasus ini plat M menjadi korban. Mungkin akibat stigma buruk yang selalu disematkan pada orang Madura. Apalagi warga Surabaya utara memang kebanyakan berasal dari Madura sehingga masyarakat lebih fokus pada stigma mayoritasnya daripada kinerja pemerintah dan pihak berwenang lainnya.
Saya coba contohkan yang terjadi di Bali. Di sana, kita sepakat banyak turis asing yang juga melanggar lalu lintas, mulai dari tak memakai helm, berbonceng tiga, sampai menyetir ugal-ugalan. Saya pun yakin tak ada dari mereka yang memiliki SIM Indonesia. Tapi respons masyarakatnya tak seperti yang terjadi di Surabaya utara. Kita lebih banyak mengkritik ketidakbecusan Pemkot Bali yang tak tegas daripada menghujat si turis asing tersebut.
Beginilah nasib orang Madura yang dipenuhi stigma. Saya pun sebagai pengendara yang tertib pasti dilirik sinis ketika berkendara di Surabaya. Sebab, motor Supra saya memiliki plat M. Mau bagaimana lagi, kami harus bisa bersabar menerima takdir ini. Tapi saya tetap berharap, semoga stigma tersebut lambat laun bisa hilang. Karena tak semua orang Madura bisa tahan.
Penulis: Abdur Rohman
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Kendaraan Plat M Meresahkan, Jadi Momok Jalanan di Surabaya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.