Suatu hari saya pernah diminta menemani seorang teman pergi ke dokter hewan. Ketika saya tanya alasan kenapa dia nggak pergi sendiri saja, dia menjawab karena dia malu.
“Lho, malu kenapa? Di sana kamu nggak bakal tiba-tiba diberi kuis mendadak tentang nama-nama menteri Kabinet Indonesia Bersatu,” ujar saya heran. Teman saya menepis perkataan ngawur saya dan bersikeras meminta saya untuk menemaninya ke dokter hewan. “Biar nggak bingung. Aku belum pernah ke dokter hewan,” katanya.
Agaknya, teman saya termasuk tipe manusia yang harus memiliki panduan sebelum melakukan sesuatu untuk pertama kalinya. Seiring berjalannya waktu, ternyata cukup banyak teman saya yang terbilang newbie dalam memelihara hewan peliharaan sekaligus membutuhkan panduan sebelum pergi ke dokter hewan. Maka, demi terciptanya komunikasi dua arah yang damai antara klien dan dokternya, saya punya beberapa poin penting yang bisa dijadikan arahan sebelum kalian—pemilik hewan pemula—membawa hewan kesayangan ke dokter hewan.
#1 Bawa hewan yang mau diperiksakan
Poin pertama ini mungkin terdengar sepele dan nggak penting. Masa pergi ke dokter tapi pasiennya nggak dibawa? Eits, jangan salah. Kejadian semacam ini sering terjadi di dunia kedokteran hewan, lho.
Sering kali klien datang ke meja pendaftaran, mendaftarkan hewan peliharaannya, bahkan sudah sempat anamnesa sedikit mengenai keluhan dan gejala klinis yang terjadi pada peliharaannya, kemudian ketika dipersilakan masuk ke ruang periksa, eh si klien dengan entengnya menjawab, “Sebentar, Mbak. Kucingnya saya ambil dulu di rumah!” Hadeh. Terpaksa dokter hewan menunggu klien menjemput peliharaannya di rumah.
Selain membawa hewan peliharaan yang hendak diperiksakan, pastikan juga peliharaan kesayangan kalian tetap ada dan utuh sampai di meja periksa dokter hewan. Jangan begitu sampai klinik baru sadar pasiennya kabur dan lepas dari kandang selama di perjalanan.
“Lho, Dok, ular kobra saya mana, ya? Perasaan tadi di depan klinik masih ada di dalam kandang.”
Kalau begini ceritanya, sih, bukan cuma ularnya yang kabur, dokter hewannya juga bakal ikutan lari!
#2 Persiapkan pengetahuan mengenai hewan yang hendak diperiksa
Kalian nggak perlu sampai menghafal taksonomi dari spesies hewan yang hendak diperiksakan, kok. Cukup tahu informasi dasar seperti nama hewan, umur, jenis kelamin, dan ras dari hewan tersebut. Perlu juga mengetahui informasi tambahan seperti apakah hewan peliharaan kalian sudah divaksin, sudah diberi obat cacing atau belum, atau pernah diberi pengobatan sebelumnya. Ini adalah pengetahuan dasar yang harus dimiliki pemilik hewan. Jangan sampai terjadi perdebatan sengit perkara sesederhana nama hewan, ya. Ini bikin waktu kunjungan kalian ke dokter hewan sia-sia.
“Nama kucingnya siapa, Mbak?”
“Anu, Oyen, Dok. Eh, tapi warnanya kan abu-abu. Abu aja deh, Dok. Eh, tapi kucing di rumah yang satu lagi namanya Abu. Aduh, apa Abu Lahab aja, ya? Jangan, deh, Dok, nanti dimarahin Bapak saya. Aduh, bingung enaknya siapa namanya ya, Dok?”
Kalau sudah begitu rasanya ingin menjawab, “Hmmm, ya nggak tahu. Kok tanya saya?!”
#3 Pahami bahwa dokter hewan juga manusia biasa yang tidak bisa berbahasa hewan
Jangan kira dokter hewan mempelajari ilmu bahasa hewan selama kuliah, ya! Kalaupun ada, coba bayangkan, mempelajari satu bahasa asing saja sudah susah, gimana mempelajari bahasa dari puluhan hewan yang sering diperiksakan ke dokter hewan? Jadi, ketika memeriksakan hewan kesayangan kalian, para dokter hewan tentu nggak bakal bertanya, “Keluhannya apa nggih, Mas Kucing?”
Dibutuhkan kerja sama yang sinergis antara dokter, pasien, dan klien demi menunjang diagnosa yang optimal. Pemilik hewan harus cermat dan paham mengenai perubahan tingkah laku hewan peliharaannya, mulai dari nafsu makan hingga perubahan konsistensi fesesnya. Sehingga walaupun dokter hewan nggak mampu memahami bahasa pasien, anamnesis dari pemilik dan pemeriksaan medis dari dokter diharapkan sudah mampu menjawab kendala bahasa. Alhasil diagnosa dapat ditegakkan dengan sempurna. Semoga.
#4 Berkata jujur
Terakhir, poin penting yang satu ini seharusnya memang dijadikan panduan untuk melangkah ke mana-mana, nggak terkecuali ke dokter hewan. Sering kali, ketidakjujuran dari klien dapat membuat proses pemeriksaan menjadi terkendala atau bahkan merugikan pasien itu sendiri. Misalnya, ketika klien ditanya apakah hewan peliharaannya sudah pernah diberi pengobatan sebelumnya, kemudian klien menjawab belum pernah. Padahal, klien pernah memberikan obat yang ia beli dari internet, itu pun dengan dosis yang nggak dihitung berdasarkan ilmu farmakologi. Hal-hal semacam ini tentu akan berpengaruh pada status kesehatan pasien, dan jika tidak dikomunikasikan dengan tepat bisa membahayakan.
Maka, kesadaran untuk berkata jujur memang harus diterapkan secara menyeluruh oleh semua lapisan masyarakat. Termasuk para pengusaha, pejabat, anggota DPR, dan tentu saja pemilik hewan yang bertanggung jawab.
Kiranya itulah beberapa poin yang dapat dijadikan panduan bagi para pemilik hewan baru agar nggak malu-malu dan takut lagi membawa peliharaan kesayangannya ke dokter. Sebenarnya, niat untuk membawa hewan peliharaan ke dokter sudah termasuk niat yang mulia dan patut diapresiasi, mengingat masih kurangnya kesadaran orang-orang terhadap kesehatan hewan peliharaannya sendiri.
Jadi, busungkan dada kalian, naikkan dagu, bawalah hewan peliharaan, dan jangan lupa persiapkan juga uang kalian. Sebab, kalau sampai lupa nggak bawa uang, kan nggak lucu. Nggak jadi ngobatin hewan, malah nambah-nambahin pikiran.