Bagi saya, ruang lingkup HRD selalu punya persoalan yang menarik untuk didiskusikan. Mungkin, karena segala sesuatunya masih berhubungan langsung dengan manusia. Mulai dari wawancara kerja yang melibatkan interaksi antara calon karyawan dan HRD, juga segala proses yang dilalui sampai dengan bisa diterima di suatu perusahaan.
Bahkan, jauh sebelum akhirnya bisa berinteraksi, memperkenalkan diri, dan pamer kemampuan yang dimiliki dengan HRD di suatu perusahaan, calon karyawan/para kandidat harus menyiapkan sesuatu yang sudah menjadi syarat mutlak supaya hal tersebut bisa terjadi: bikin CV dengan format dan bentuk terbaik agar bisa segera dilirik HRD.
Namun, ternyata bikin CV yang baik dan sesuai harapan HRD itu boleh dibilang gampang-gampang susah. Ada kandidat yang sudah sangat pede dengan tampilan CV-nya, tapi nggak ada panggilan dari HRD sama sekali. Boro-boro dipanggil, dilirik saja mungkin nggak. Di sisi yang berseberangan, ada yang merasa CV-nya biasa saja, tapi dapat kesempatan interview sampai akhirnya diterima bekerja di suatu perusahaan.
Lantas, bikin CV yang baik itu gimana, sih? Paling nggak, biar bisa dapat kesempatan wawancara kerja oleh HRD. Minimal bisa dilirik dulu gitu.Sebagai seseorang yang sehari-harinya mengecek kiriman CV dari kandidat yang jumlahnya bisa sampai ribuan, jawaban dari saya adalah tidak ada syarat mutlak dalam bikin CV.
Apalagi secara tidak disadari, era disrupsi menuntut kita semua menjadi insan kreatif. Dan sebagaimana diketahui, kreativitas sangat sulit dipisahkan dari selera setiap orang. Termasuk dalam membuat CV. Juga bagaimana para HRD memberi penilaian terhadap CV yang di-review-nya.
Kendati demikian, ada beberapa jenis CV yang sering kali membikin para HRD—termasuk saya—illfeel. Males aja gitu nge-review-nya. Malah, kadang sampai mbatin, “Kenapa CV-nya begini, ya?” singkat kata, kemungkinan besar nggak akan dilirik lebih jauh dan langsung skip.
Salah satunya, dijelaskan dengan cukup singkat, jelas, dan padat oleh @PAClearning dalam thread-nya melalui Twitter:
Mendingan lihat CV kosong dan hitam-putih, rasanya kayak baca sesuatu yang jujur dan baru mulai.
Yang capek itu lihat CV yang warna-warni, wajahnya 1/3 halaman, ada bintang-bintang skills yang gak tahu siapa yang bisa konfirmasi. Bikin mumet gak bisa ambil fast decision.
— Probably Approximately Correct (@PAClearning) April 19, 2021
Tidak bisa tidak. Saya sepakat dengan @PAClearning soal pembuatan CV: nggak perlu warna-warni, tubruk warna sana-sini, apalagi sampai ada bintang-bintang skills-nya gitu. Belum lagi soal lampiran foto yang cukup besar pada CV.
FYI, HRD lebih ingin mengetahui apa saja pengalaman dan kemampuan para kandidat yang sekiranya cocok untuk suatu posisi. Bukan tampilan foto yang terlampau besar dalam CV.
Selain itu, sangat disarankan CV dikemas secara sederhana dan tidak bertele-tele dalam menjabarkan pengalaman dan kemampuan yang dimiliki. Dibuat per poin dan to the point dengan menyertakan nama perusahaan sebelumnya, bekerja di posisi apa, dan sebutkan yang menjadi poin utama dalam deskripsi pekerjaan.
Salah satu unsur sederhana dan tidak bertele-tele dalam pembuatan CV yang dimaksud adalah, hanya berwujud tulisan dengan warna hitam-putih. Template CV gratis seperti ini, cukup banyak ditemui dalam fitur Google docs, Canva, juga platform lainnya. Tinggal dipilih dan menyesuaikan tema yang diinginkan. Bahkan, sudah ada pembagian kategorinya; modern, profesional, dan lain sebagainya.
Untuk bintang-bintang skills—yang biasanya berbentuk skala satu sampai lima bintang—baiknya juga dihindari. Maksud saya, akan lebih mudah dipahami jika dituliskan secara pasti dan yakin antara “bisa” atau “tidak”, yang nantinya akan divalidasi saat proses wawancara. Lagipula, desain CV dengan bintang-bintang itu so yesterday banget nggak, sih? Dari sisi desain juga terlalu “rame”.
Template CV lain yang sebaiknya tidak digunakan kembali adalah yang biasanya dijual di tempat fotokopi atau alat tulis. Sudah tidak cocok digunakan di zaman sekarang. Serius, deh. Apalagi jika diperhatikan kembali, dalam formatnya, tidak ada kolom nomor kontak sama sekali. Selain itu, singkat saja, desainnya tidak menarik. Sebelas-dua belas dengan CV yang masih ditulis tangan.
Di beberapa perusahaan dan untuk posisi tertentu, CV yang ditulis tangan mungkin tidak menjadi persoalan. Namun, jika hal tersebut dicoba di perusahaan yang bonafit dan sudah punya nama besar, malah bikin orang-orang di sekitarnya heran, “Hari gini kok bikin CV masih tulis tangan?”
Terpenting, jangan membaca kalimat awal pada twit @PAClearning secara harfiah, “Mendingan lihat CV kosong dan hitam-putih, rasanya kayak baca sesuatu yang jujur dan baru mulai.” Sebab, ini hanya kiasan. Jangan sampai kirim CV ke HRD betul-betul kosong dan nggak ada isinya sama sekali gitu. Pokoknya, jangan.
BACA JUGA Lucunya Bekerja di Perusahaan yang Pimpinannya Adalah Teman Sendiri dan artikel Seto Wicaksono lainnya.