Ada yang bilang bahwa menjalin sebuah hubungan itu bukan berarti kita harus memiliki keseluruhan hidup pasangan. Meski dalam sebuah hubungan kita harus saling berbagi, saling terbuka, dan saling memiliki, namun ada kalanya kita menyisakan ruang kebebasan. Tiap orang tentu butuh yang namanya privasi.
Nah, salah satu bentuk privasi yang sering diperdebatkan adalah masalah handphone pasangan. Ada dua kubu yang memiliki pemahaman berbeda soal kegiatan memeriksa handphone pasangan. Kubu pertama menganut paham, “Hapemu ya hapeku. Apa yang ada di dalamnya sudah semestinya aku tahu.” Sedangkan kubu kedua menganut paham, “Hapemu ya hapemu. Aku tidak berhak ikut campur.”
Terlepas dari kubu mana yang kamu yakini, nyatanya “meretas” handphone pasangan itu memiliki efek samping. Orang posesif yang suka melanggar privasi pasangan bakal punya banyak kerugian.
#1 Muncul kecurigaan tanpa alasan
Efek terlalu sering memeriksa handphone pasangan membuat kita memiliki rasa curiga berlebihan. Ada hal ganjil sedikit saja memunculkan tanda tanya besar yang patut untuk diselidiki lebih dalam. Padahal, praduga itu tak memiliki dasar apa-apa, namun kita cenderung terus menaruh curiga, bikin overthinking.
Jika hal ini terus dibiarkan, lambat laun akan hilang rasa percaya satu sama lain. Yang satu merasa sulit untuk percaya dan yang satunya merasa kesal karena tidak pernah dipercaya. Ujung-ujungnya kalau satu sama lain tidak saling percaya, hubungan pun akan tidak sehat. Toh, kita tahu sendiri bahwa landasan dari sebuah hubungan itu adalah sebuah kepercayaan.
“Kamu teleponan sama siapa ini? Kok di panggilan keluar ada nomor tak dikenal, mana teleponan durasinya sampai 15 menit. Ngaku kamu telponan sama siapa, kok nomornya nggak disimpan? Kamu selingkuh ya?”
“Ya, kali nomor customer service bank harus disimpan sih, Maimunah!”
#2 Posesif itu candu
Posesif yang salah satunya diwujudkan dengan mengecek handphone pasangan kayak gini tuh sudah kayak candu. Niatnya mungkin hanya melihat-lihat sebentar, namun lama-lama kita keasyikan dan akhirnya kebablasan. Kita jadi latah membuka semuanya. Jangankan semua media sosialnya, bahkan riwayat browser sampai riwayat unduhan di Playstore saja dicek satu-satu. RIP privasi.
Orang-orang jenis ini seakan menjelma jadi Sherlock Holmes yang keranjingan mengungkap misteri. Mereka seolah mengorek dan mencoba memecahkan kode-kode untuk mencari barang bukti dari bentuk kecurigaannya tersebut. Dari yang sebenarnya nggak ada apa-apa, kemudian munculah masalah-masalah kecil untuk dijadikan bahan bakar pertengkarkan.
“Oh, jadi jam sekian-sekian kamu buka situs ini yah? Pantes chat aku nggak dibalas pada tanggal sekian bulan sekian jam sekian waktu itu ya! Oh, aku tahu sekarang kebiasaan kamu sebelum tidur ya ternyata!”
“Habisnya kalau aku bilang mau nonton One Piece, kamu pasti bakalan ceramah semalaman!”
#3 Bikin pasangan lebih kreatif buat berkelit
Merasa diteror dan dibatasi dalam hal privasi, tak sedikit orang memilih untuk menghindar dengan cara halus. Beberapa orang kemudian menggunakan taktik lain untuk lepas dari tekanan dan kecurigaan tersebut. Mereka lantas semakin pintar dengan membuat akun baru atau punya handphone lain yang tidak diketahui pasangannya.
Hal ini positif buat pasangan yang pacarnya posesif, hitung-hitung mengasah kreatifitas. Di sisi lain ini juga kerugian buat si posesif dong. Masa sih pasangan sendiri sampai bikin siasat ini itu demi dapat privasi.
Meski pada kenyataannya ada orang yang memang sengaja untuk selingkuh, ada juga orang yang memang punya handphone atau akun lain hanya untuk mendapatkan kembali privasi mereka.
Pasanganmu juga punya kehidupan lain dalam pertemanan. Mereka butuh chat atau media sosial untuk berkomunikasi dengan temannya. Mau kawan lawan jenis atau sejenis, bebas dong. Kita hidup di Bumi kok.
Banyak orang yang overposesif sehingga dia menghapus semua pertemanan dan kontak lawan jenis di handphone pasangannya. Aturan pacaran kok lebih ketat dari wajib militer sih. Hadeeeh.
Ada baiknya kita membatasi diri untuk mengorek privasi pasangan. Silakan saja kalau mau memeriksa sesekali, tapi tak perlu ikut campur dalam semua urusan hingga hal-hal sepele.
Sayang-sayangan itu selow aja kali. Lebih baik membiarkan pasangan bertahan karena memang dia ingin bertahan, bukan yang bertahan karena tak bisa lepas dari kekangan. Masalah semacam ini sering terjadi, tapi yang bersangkutan sering nggak sadar. Makanya sesekali ngaca deh, introspeksi sama hubungan dan diri sendiri.
BACA JUGA Demi Tuhan, Ternyata Banyak Sekali Perempuan Indonesia Takut Periksa ke Dokter Kandungan dan tulisan Reni Soengkunie lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.