Sebagai orang asli Malang, saya kerap kebingungan ketika mendengar teman saya yang berasal dari daerah plat AG bicara dengan bahasa Jawa khas mereka di kelas.
Banyaknya perguruan tinggi menjadi salah satu alasan Malang dikenal sebagai Kota Pendidikan. Nggak usah heran kalau banyak calon mahasiswa, khususnya yang tinggal di Jawa Timur, memilih kota ini untuk melanjutkan pendidikan.
Kebetulan saya adalah warga Malang asli yang sedang menempuh pendidikan di salah satu perguruan tinggi di Kota Malang juga. Meski kuliah di kampung halaman sendiri, nyatanya di kelas, mahasiswa yang berasal dari Malang justru nggak sebanyak mahasiswa dari luar daerah. Malahan kebanyakan teman-teman saya berasal dari daerah plat AG (Kediri, Tulungagung, Blitar, Nganjuk, dan Trenggalek).
Kuliah di Malang, tapi berada di kelas yang mayoritas mahasiswanya berasal dari daerah plat AG menjadi pengalaman unik bagi saya. Sebab, meski secara geografis daerah asal teman-teman saya ini nggak terlalu jauh, nyatanya mereka memiliki perbedaan logat bahasa dengan warga Malang asli. Belum lagi beberapa kosakata khas mereka tak jarang mengundang tawa.
Peh atau Beh
Saya nggak tahu pasti yang bener “peh” atau “beh”, yang jelas kalau mendengar mahasiswa plat AG ngomong, dua ungkapan tersebut sering dipakai dan memiliki makna yang nampaknya serupa. Ungkapan itu sering muncul ketika teman-teman saya mengungkapkan rasa kagum, kaget, atau jengkel yang berlebihan.
Contohnya: “Peh, rung mangan?” yang memiliki arti kurang lebih “Wah, belum makan?” Atau bisa juga “Beh, wi guwedi banget!” yang berarti “Wah, itu besar sekali!”
Tentu saja bahasa atau ungkapan seperti itu sering membuat saya tertawa. Bukan untuk menganggap rendah kekhasan bahasa teman-teman saya ya, melainkan sebagai sesuatu yang terdengar baru di telinga saya dan mahasiswa asli Malang lainnya. Gimana ya, wong memang unik dan lucu, kok. Bahkan konyolnya, saya pun kadang sampai terbawa dan ikutan menggunakan ungkapan ini saat bicara dengan teman-teman plat AG. “Peh!”
Baca halaman selanjutnya: Biyoh…