Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Pojok Tubir

Omong Kosong Peran Universitas dalam Mengentaskan Kemiskinan di Jogja

Jevi Adhi Nugraha oleh Jevi Adhi Nugraha
7 Februari 2023
A A
7 hotel murah tak jauh dari Tuju Jogja kemiskinan di Jogja

Berfoto di Tugu Jogja. (Arif Budi C via Shutterstock.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Belum berpihak kepada rakyat kecil

Hal senada juga disampaikan oleh alumni salah satu universitas ternama pake banget di Jogja, Kepik (31). Sebagai seorang yang dulu pernah aktif di salah satu organisasi mahasiswa, menganggap bahwa saat ini kampus belum sepenuhnya berpihak kepada rakyat kecil. Hal ini dibuktikan dengan kurikulum atau metode pembelajaran yang kurang adaptif terhadap fenomena sosial di masyarakat.

Menurut Kepik, seharusnya fungsi-fungsi penelitian di kampus harus berdekatan dengan kondisi aktual di masyarakat. Sederhananya, proses pendidikan dan aktualisasi di kampus, harus mampu merespons isu kemiskinan. Hanya dengan begitu, nantinya akan menghasilkan produk mahasiswa yang memiliki kepekaan dan tanggung jawab sosial tinggi.

“Lihat saja sekarang, ada beberapa kampus yang justru mendorong mahasiswa untuk meneruskan ‘pasar’. Banyak mahasiswa yang merasa dipaksa agar cepat lulus dan langsung bekerja. Saya kira, itu bagian dari rantai industri pendidikan itu sendiri,” tuturnya.

Saat ini, nggak bisa dimungkiri bahwa banyak kampus-kampus di Jogja yang memiliki “bisnis sampingan”, seperti industri perhotelan. Buat sebagian orang, mungkin ini sah-sah saja karena pada dasarnya kampus juga butuh profit. Tapi, secara nggak langsung, bukankah hal ini semakin menjauhkan diri tujuan dari lembaga pendidikan itu sendiri?

Mendirikan hotel, mendirikan tembok

“Kalau benar-benar punya niat mengentaskan kemiskinan, harusnya pihak kampus memperbanyak membiayai keperluan penelitian-penelitian terkait isu kemiskinan atau membangun lembaga yang ada korelasinya dengan pendidikan. Bukan malah mendirikan hotel, yang justru semakin menegaskan bahwa kampus telah menjauh dari fenomena sosial kekinian,” lanjut Kepik.

Maraknya pembangunan industri perhotelan yang dilakukan oleh kampus ini juga dipandang sebagian pihak kurang related dengan misi pendidikan yang harusnya dijunjung tinggi. Hal ini cukup bertentangan dengan tujuan pendidikan. Sebab, dalam konteks saat ini, hotel dianggap sebagai simbol kapitalisme, sedangkan kita tahu tujuan utama kampus adalah melawan sikap atau usaha “memperkaya diri sendiri”.

“Mungkin kalau melihat arah kampus sekarang, sepertinya memang cenderung mencari profit saja. Ya, Itu tadi, pendidikan tak lebih dipandang sebagai industri yang menguntungkan”

Di sisi lain, menurut Kepik, peran mahasiswa dalam menyampaikan aspirasi terhadap kondisi yang saat ini tengah terjadi di kampus maupun Jogja juga sangat penting. Dengan menduduki simbol-simbol yang dianggap representatif, seperti kampus atau Titik Nol, sampai sekarang masih bisa menjadi goals dari sebuah gerakan.

Baca Juga:

Nyambi Jadi Ojol Adalah Realita Kerasnya Hidup Mahasiswa yang Tertekan oleh Mahalnya UKT

Mahasiswa Kelas Menengah: Tidak Miskin Menurut Data, Tetap Sengsara Menurut Realitas

“Tidak bisa dimungkiri bahwa banjirnya informasi di media sosial juga menjadi tantangan tersendiri buat mahasiswa di era sekarang. Ini nggak mudah. Maka dari itu, menurut saya, mahasiswa harus lebih adaptif lagi. Saya kira dengan mempertebal riset, observasi di lapangan, lalu dilanjutkan dengan aksi massa, bisa menciptakan goals yang bagus untuk merespons fenomena kemiskinan di Jogja,” ujar mantan aktivis tersebut.

Kampus harus berbenah

Minimnya partisipasi kampus-kampus ternama terhadap fenomena kemiskinan di Jogja ini, buat saya pribadi, sebenarnya bukan hal yang mengagetkan sih. Sederhananya, gimana mau mengentaskan kemiskinan kalau sistem pendidikan di kampus saja masih karut-marut?

Misalnya, masalah Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang mendapat penolakan di beberapa kampus negeri di Jogja, seperti UGM, UNY, dan UIN. Di UNY sendiri, mayoritas mahasiswa merasa keberatan dengan sistem tata kelola UKT.

Menurut survei yang dilakukan gerakan UNY Bergerak dan LPM Ekspresi, sebanyak 97 persen mahasiswa keberatan dengan UKT. Artinya, biaya pendidikan saat ini masih jauh dari kata murah dan bahkan dari tahun ke tahun cenderung memberatkan sebagian masyarakat. Bukankah sistem ini justru semakin mempertebal lingkaran setan kemiskinan?

Dampak dari meroketnya biaya pendidikan ini juga dirasakan warga di kelahiran saya, Gunungkidul. Menurut BPS, rata-rata lama sekolah masyarakat di Gunungkidul pada 2020-2022, hanya tujuh tahun. Tentu saja, salah satu faktor utama tingginya angka putus sekolah di Bumi Handayani ini karena masalah ekonomi.

Itu baru masalah semrawutnya tata kelola UKT, belum sistem kurikulum yang diterapkan oleh perguruan tinggi. Seperti yang sudah saya sebutkan di atas, bahwa rata-rata kampus dinilai sejumlah pihak hanya mencetak mahasiswa menjadi pekerja profesional yang meneruskan pasar, bukan mengasah keterampilan agar mampu hidup mandiri dan peka terhadap kondisi sosial.

Sementara itu, tidak sedikit yang kemudian menuding bahwa mahasiswa sekarang kurang peka dengan fenomena sosial, terutama soal kemiskinan. Saya pun mencoba menghubungi seorang mahasiswa aktif semester delapan di salah satu perguruan tinggi Jogja, Putra (bukan nama sebenarnya).

Bungkam sana-sini

Menurut penuturan Putra, saat ini justru ada upaya “pembungkaman” secara sistematis yang dilakukan kampus. Banyak sebenarnya mahasiswa yang sudah mencoba menyuarakan pendapatnya mengenai permasalahan kemiskinan di Jogja. Namun, suara-suara seperti ini cenderung tidak “direstui” oleh pihak kampus.

“Ya, contohnya beberapa tahun lalu. Saya dan kawan-kawan mencoba menyampaikan aspirasi mayoritas mahasiswa yang keberatan dengan tata kelola UKT. Setelah selesai aksi, tiba-tiba orang tua saya didatangi petinggi kampus, yang intinya ada ancaman DO. Saya kira ini contoh nyata masifnya pembungkaman suara-suara kritis mahasiswa,” terang Putra.

Putra menambahkan, bahwa saat ini sejumlah kampus tengah berlomba-lomba menjadi yang paling favorit dan bisa go Internasional. Jadi, hal pertama yang dipertimbangkan adalah “nama baik kampus”, bukan bagaimana melakukan pendekatan kritis terhadap fenomena sosial di masyarakat.

“Demi menjaga nama baik kampus, mereka bisa melakukan apa saja. Jadi, sekarang itu mahasiswa yang dianggap berprestasi nih (penerus pasar), dipajang di pamflet-pamflet dan banner sebagai media promosi. Sedangkan, kawan-kawan saya yang kritis dan peka dengan kondisi sosial, malah cenderung dibungkam,” tutur pria berusia 23 tahun tersebut.

Menurutnya, kampus nggak cuma abai pada masalah kemiskinan di Jogja, tapi juga sangat egoistis. Biaya pendidikan yang mahal, minimnya peran terhadap fenomena sosial, kurangnya transparansi, serta adanya upaya pembungkaman dan intimidasi terhadap para aktivis kampus, tentu menjadi paket komplet melanggengkan tingginya angka kemiskinan di Jogja.

“Yah, jangankan mau mengentaskan kemiskinan di masyarakat, to, Mas, lha wong ngatasi rumah tangga kampus sendiri saja berantakan gini,” tandas Putra.

Kemiskinan Jogja yang begitu kompleks

Terlepas dari itu, isu kemiskinan di Jogja memang cukup kompleks. Sistem upah murah, rendahnya NTP, mahalnya harga tanah-properti, hingga tingginya angka pengangguran, dianggap sebagai pemicu meroketnya angka kemiskinan.

Anehnya, meski angka kemiskinan dan ketimpangan sangat tinggi, masih banyak “orang-orang berpendidikan” yang justru berlindung pada “angka kebahagiaan” di Jogja. Masalah metode teknik atau metode pengukuran kemiskinan tentu masih diperdebatkan.

Namun, mengeluarkan statement “biar miskin tetap bahagia” di tengah tingginya angka gantung diri, nikah muda, perceraian, hingga besarnya utang masyarakat karena tercekik bank plecit adalah bentuk dari rasa nirempati dan minim esensi. Bukan mengkritisi kebijakan yang tidak pro rakyat dan menawarkan solusi, malah sibuk testimoni berbunga-bunga yang amat, sangat kering makna.

Maka dari itu, sudah seharusnya kampus-kampus di Jogja harus berbenah. Program-program pemberdayaan harus diperbanyak dan terus dipantau. Bukan malah sibuk memperkaya diri sendiri dan abai dengan realita yang terjadi di masyarakat. Ya, kecuali kalau pendidikan memang pada dasarnya sudah didesain menjadi perusahaan sih, itu soal lain.

Penulis: Jevi Adhi Nugraha
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Kuliah UIN Jogja Buat yang Mampu-mampu Aja

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya
Halaman 2 dari 2
Prev12

Terakhir diperbarui pada 7 Februari 2023 oleh

Tags: hotel kampuskampus di Jogjakemiskinan di JogjaUKT
Jevi Adhi Nugraha

Jevi Adhi Nugraha

Lulusan S1 Ilmu Kesejahteraan Sosial UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berdomisili di Gunungkidul.

ArtikelTerkait

Derita Mahasiswa Jogja Kelas Menengah: UKT Mahal, Sulit Minta Keringanan, Hak-Hak Terabaikan Mojok.co

Derita Mahasiswa Jogja Kelas Menengah: UKT Mahal, Sulit Minta Keringanan, Hak-Hak Terabaikan

16 Februari 2024
4 Alasan Beasiswa Kurang Mampu Kerap Salah Sasaran beasiswa KIP Kuliah

Beasiswa KIP Salah Sasaran: Cerita Laila yang Putus Kuliah karena Tak Dianggap Pantas Menerima Beasiswa

2 Maret 2023
5 Hal yang Terjadi Jika Sleman Meninggalkan Jogja (Unsplash)

Membayangkan Betapa Menderitanya Jogja Jika Sleman Menghilang Pergi, Inilah 5 Hal yang akan Terjadi

21 Maret 2025
UNNES Semarang Bukan Lagi Tempat yang Ramah buat Mahasiswa Pas-pasan, Kos Mahal, Uang Kuliah Melejit, Gaji Part Time Seuprit Pula makelar kos

UNNES Bukan Lagi Tempat yang Ramah buat Mahasiswa Pas-pasan, Kos Mahal, Uang Kuliah Melejit, Gaji Part Time Seuprit Pula

5 Agustus 2024
UGM Nggak Cocok untuk 3 Jenis Calon Mahasiswa Ini (Unsplash)

3 Tipe Calon Mahasiswa yang Nggak Cocok Kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM)

17 Mei 2024
Mitos Mahasiswa UIN yang Telanjur Dipercaya Banyak Orang

Tolong, kalau Halu Jangan Kelewatan, UIN Nggak Lebih Bagus dari Kampus Negeri Lain!

12 Februari 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Mojokerto, Opsi Kota Slow Living yang Namanya Belum Sekencang Malang, tapi Ternyata Banyak Titik Nyamannya

Mojokerto, Opsi Kota Slow Living yang Namanya Belum Sekencang Malang, tapi Ternyata Banyak Titik Nyamannya

17 Desember 2025
Setup Makaroni Kuliner Khas Solo, tapi Orang Solo Nggak Tahu

Setup Makaroni: Kuliner Khas Solo tapi Banyak Orang Solo Malah Nggak Tahu

19 Desember 2025
Toyota Vios, Mobil Andal yang Terjebak Label "Mobil Taksi"

Panduan Membeli Toyota Vios Bekas: Ini Ciri-Ciri Vios Bekas Taxi yang Wajib Diketahui!

18 Desember 2025
Tangsel Dikepung Sampah, Aromanya Mencekik Warga, Pejabatnya ke Mana?

Tangsel Dikepung Sampah, Aromanya Mencekik Warga, Pejabatnya ke Mana?

14 Desember 2025
Yamaha Xeon: Si Paling Siap Tempur Lawan Honda Vario, eh Malah Tersingkir Sia-Sia Mojok.co

Yamaha Xeon: Si Paling Siap Tempur Lawan Honda Vario, eh Malah Tersingkir Sia-Sia

13 Desember 2025
Keluh Kesah Mobil Warna Hitam. Si Cakep yang Ternyata Ribet

Keluh Kesah Mobil Warna Hitam. Si Cakep yang Ternyata Ribet

19 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Busur Panah Tak Sekadar Alat bagi Atlet Panahan, Ibarat “Suami” bahkan “Nyawa”
  • Pasar Petamburan Jadi Saksi Bisu Perjuangan Saya Jualan Sejak Usia 8 Tahun demi Bertahan Hidup di Jakarta usai Orang Tua Berpisah
  • Dipecat hingga Tertipu Kerja di Jakarta Barat, Dicap Gagal saat Pulang ke Desa tapi Malah bikin Ortu Bahagia
  • Balada Berburu Si Elang Jawa, Predator Udara Terganas dan Terlangka
  • Memanah di Tengah Hujan, Ujian Atlet Panahan Menyiasati Alam dan Menaklukkan Gentar agar Anak Panah Terbidik di Sasaran
  • UGM Berikan Keringanan UKT bagi Mahasiswa Terdampak Banjir Sumatra, Juga Pemulihan Psikologis bagi Korban

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.