Jika ada pertanyaan menu sarapan apa yang paling sering kita temui di hotel, jawabannya pasti nasi goreng. Sebetulnya tidak hanya di hotel, sih. Dalam keseharian pun, kita tentu sering menyajikan nasi goreng di rumah sebagai bekal memulai hari. Kadang dipadukan dengan irisan daun kol, timun, ayam suwir, dan telur ceplok di atasnya. Kadang juga polosan, cuma kayak nasi putih dikasih kecap. Tergantung tanggal pembuatan, tanggal tua atau tanggal muda? Sebagai emak yang kadang juga menghidangkan nasi goreng sebagai menu sarapan, saya berani bilang bahwa nasi goreng terenak adalah nasi goreng yang terbuat dari olahan nasi sisa!
Eits, jangan buruk sangka dulu. Olahan nasi sisa ini bukan nasi hasil dari makan kita yang nggak habis. Bukan. Kalau itu sih mending dikasih ke ayam atau lele peliharaan kita saja. Nasi sisa yang saya maksud adalah yang tersisa di penanak nasi karena tidak habis saat makan malam. Kalau orang Tegal bilang, sega wadang.
Bukan tanpa alasan olahan nasi sisa bisa jadi bidan dari lahirnya nasi goreng yang enak. Dibanding nasi yang baru matang, nasi sisa itu kandungan airnya sudah berkurang. Nah, berkurangnya kandungan air di nasi ini justru membuat proses membuat nasi goreng jadi makin mudah. Nasi jadi tidak saling menggumpal atau menempel saat diaduk-aduk di atas penggorengan. Ketika ketemu sama kecap pun (nasi goreng itu WAJIB pake kecap!), tampilannya masih oke-oke saja. Tidak benyek bin lembek kayak bubur. Memangnya kalian mau makan nasi goreng yang lembek? Saya, sih, ogah.
Bayangkan kalau bahan dasar membuat nasi goreng ini adalah nasi yang baru matang, bukan olahan nasi nasi sisa. Baru matang dari penanak nasi, trus diambil dan diolah jadi nasi goreng. Wah, lemes, Lur… sama lemesnya kayak kita dapat email notifikasi penolakan dari Terminal.
Tapi, kalau kalian golongan priyayi yang merasa “bukan gue banget” dalam hal makan olahan nasi sisa, bisa, sih, disiasati dengan memasak nasi pera. Kalian tau apa itu nasi pera? Itu, loh… nasi yang masih agak keras karena dimasak dengan air yang lebih sedikit dibanding masak nasi pada umumnya. Tapi, serius, deh, masa iya ada orang yang dibela-belain masak nasi pera setiap kali mau bikin nasi goreng? Ya… kecuali kamu bakul nasi goreng atau penganut sekte “kalau bisa repot ngapain dibikin gampang”, itu baru masuk akal.
Selain bisa menciptakan nasi goreng dengan tekstur dan rasa yang enak, membuat nasi goreng dari nasi sisa adalah upaya kita untuk bersyukur. Kalian tahu tidak, nasi yang tiap hari kita konsumsi itu berasal dari proses yang sangat lama. Tahap pertama, benih dan biji padi akan dimasukkan ke dalam karung goni dan direndam selama semalam pada air yang mengalir. Biar apa? Biar perkecambahan dan pembenihan padi terjadi secara bersamaan. Setelah itu, dilakukan tahap kedua, yaitu penanaman benih padi di lahan sementara, bukan di sawah. Kalau sudah siap tanam baru dipindahtanamkan ke sawah. Kecambah kemudian akan tumbuh, bakal akar dan tunas keluar, bla… bla… bla….
Intinya, butuh waktu berbulan-bulan sebelum biji padi itu berubah jadi beras yang siap untuk dikonsumsi. Masa kemudian kalian tega mengkhianati bapak ibu petani yang sudah hujan keringat itu dengan membuang-buang nasi? Eman-eman. Mbok disyukuri dengan dengan cara mengolah nasi sisa semalam jadi nasi goreng. Nggak ada ruginya, kok. Malah nasi gorengnya jadi terasa enak. Keset. Nggak lembek.
Jadi mulai sekarang, kalau menu sarapanmu adalah nasi goreng, silakan curigai kalau itu olahan nasi sisa. Cukup curigai. Jangan dihina, apalagi sampai nggak dimakan hanya karena tahu kalau itu nasi sisa semalam. Selama nasinya masih layak makan, no what-what, kan? Lagian, gaya bener nggak mau makan nasi sisa semalam. Noh, keranjang Shopee lu penuh, nggak pernah check out.
BACA JUGA Bagi Saya, Nasi Goreng Padang itu Aneh dan artikel Dyan Arfiana Ayu Puspita lainnya.