“Wah, sudah launching buku baru nih! Minta bukunya gratisan, dong! Hehehe.”
“Mau dong nyobain kuenya, tapi gratis! Hehehe.”
“Dih, sekarang udah jadi fotografer, bolehlah besok pas pre-wedding bisa dipotoin secara gratis! Hehehe.”
Kalimat-kalimat basa-basi seperti ini tentu sudah lazim dan tak asing lagi kita dengar. Entah apa maksud dari orang-orang yang suka melontarkan kalimat semacam ini. Apa itu hanya sekadar candaan? Atau memang mereka serius meminta barang gratisan pada teman atau kerabat dekatnya? Siapa tahu dapat gratisan, kenapa harus beli kan, ya?
Saya tak mengerti dengan pemikiran orang-orang jenis ini yang sangat suka memanfaatkan hubungan dekatnya untuk meminta barang/jasa secara gratis. Kalaupun tidak minta gratisan, mungkin saja mereka minta diskonan, atau free ongkir. Hmmm.
Saya sendiri sering kali mendapatkan kalimat semacam itu saat saya mempromosikan buku antologi saya di media sosial. Ingat ya buku antologi bukan buku solo. Seberapa sih untungnya atau royalti dari satu buah buku antologi itu? Mungkin teman-teman saya ini suka mengira, dengan meluncurkan satu buku antologi begitu, saya bisa mendapatkan keuntungan seperti halnya royalti milik Tere Liye. Jadi, mereka dengan kalimat manisnya itu tak pernah sungkan untuk meminta buku gratis pada saya.
Bukan masalah, mau memberi atau tidak mau memberi. Namun, saya mau membicarakan tentang asas perikemanusiaannya sebagai orang dekat. Dalam kata gratis tersebut mengandung sebuah perjuangan berat dalam menentukan ide tulisan. Ada juga punggung yang pegal karena menulis. Belum lagi kalau kepala tengeng. Dan juga tentang betapa harus bersusah payahnya dalam hal promosi karya tersebut. Namun, semua yang baru dirintis penulis pemula yang belum punya nama ini seakan dipatahkan oleh teman atau kerabatnya sendiri dengan sebuah kata gratisan.
Begitu juga dengan mereka yang baru memulai kariernya dalam bidang fotografi. Mereka mengumpulkan uang untuk membeli kamera. Belajar dan terus berlatih dalam memperlajari ilmu fotografi. Ikut seminar sana sini. Baca buku ini itu. Lalu impian mereka untuk menjadi seorang fotografer professional itu juga dijegal oleh teman dan kerabatnya sendiri sebagai tukang foto gratisan. Mereka pikir untuk memotret mereka itu mereka tak butuh tenaga, biaya, dan waktu kali ya?
Pelaku usaha dalam bidang makanan juga tak jauh beda. Mereka belajar memasak dan mencoba resep-resep baru. Mengeluarkan modal dalam setiap praktik uji cobanya. Memberanikan diri untuk terjun dan memulai usaha. Lantas semua usaha itu seolah dipupuskan oleh mereka yang sangat suka meminta test food gratisan.
Sebagai orang dekat harusnya kita tahu dengan jelas bagaimana perjuangan teman atau kerabat kita dalam merintis usahanya. Kita harusnya sadar untuk memulai semua itu bukanlah sebuah perkara yang mudah. Kadang mereka harus jatuh bangun dalam membangun karier dan usahanya. Mereka mungkin masih minder dan belum yakin akan potensinya. Tapi apa yang kita lakukan? Kita sebagai orang dekat bukannya mendukung usaha mereka dengan membeli atau melarisi usaha mereka itu, tapi justru mematahkan semangat juang mereka dengan meminta gratisan.
Kita sebagai orang dekat harusnya memberi semangat. Meyakinkan mereka bahwa usahanya itu akan berhasil. Bisa dibayangkan bagaimana terpuruknya mereka saat usahanya tidak diminati orang lain. Atau dagangan belum laku sama sekali. Tapi kita justru sudah membuat mereka mengeluarkan barang tersebut untuk dibagikan secara gratis untuk kita. Mereka pun tentu akan berpikir, “Jika orang dekat saja tak mau membeli atau menggunakan barang/jasanya, lantas bagaimana dengan orang lain?”
Mari kita menjadi manusia yang lebih beradab dalam memperlakukan orang lain. Dukung dan beri semangat pada orang-orang dekat di sekitar kita yang akan memulai sebuah usaha. Jika memang kita tak bisa membelinya, paling tidak kita bisa membantu mereka untuk mempromosikan barang atau jasa mereka di media sosial. Jika kita enggan untuk membantu promosi, yah paling tidak, tak usah meminta gratisan pada mereka.
Belilah dan bantu teman-teman di sekitar kita yang ingin merintis usaha. Mungkin kita tak butuh atau tidak memerlukan barang tersebut. Namun, tak ada salahnya melarisi dagangan teman sendiri. Lebih-lebih kalau kita punya rezeki lebih, kita bisa melebihi uang yang harusnya dibayarkan. Mungkin satu barang yang kita beli ini tak berarti apa-apa untuk kita, tapi itu sangat berarti untuk orang lain. Hal itu bisa menumbuhkan rasa percaya diri dan semangat juangnya. Bijaklah sebagai teman atau kerabat dekat dalam hal meminta gratisan.
BACA JUGA Tren Para (So Called) Influencer yang Menginginkan Gratisan Bermodalkan Jumlah Followers atau tulisan Reni Soengkunie lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.