ADVERTISEMENT
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Media Sosial

Tren Para (So Called) Influencer yang Menginginkan Gratisan Bermodalkan Jumlah Followers

Seto Wicaksono oleh Seto Wicaksono
18 Juli 2019
A A
influencer

influencer

Share on FacebookShare on Twitter

Saya percaya bahwa dalam menghargai usaha atau bisnis seorang teman adalah dengan cara tidak meminta gratisan—termasuk juga potongan harga atau diskon walau sedikit saja. Jika memang betul mendukung, pasti akan membayar dengan harga yang semestinya dan sudah ditentukan—tanpa adanya harga teman. Sebab harga teman hanyalah istilah untuk mereka yang ingin mendapat gratisan atau potongan harga secara cuma-cuma.

Sebagai seseorang yang pernah berjualan beberapa makanan ringan sewaktu kuliah, saya mengerti rasanya saat beberapa orang meminta gratisan dengan dalih butuh tester untuk merasakan sebelum membeli. Dalam analisa sederhana saya, pemberian tester memiliki sisi positif dan negatif. Akan menjadi positif jika rasa sesuai dengan selera calon pembeli, bisa menjadi rugi saat rasa kurang memenuhi ekspektasi—karena tidak akan jadi dibeli.

Memang, semuanya butuh biaya tambahan untuk sekadar promosi dan memberikan sedikit tester. Namun teman baik saya pernah berkata bahwa dia tidak mau meminta atau bahkan mencoba tester yang tersedia, sebab jika memang makanan yang dijual sesuai dengan selera pasti akan dibeli, tapi kalau pun tidak sesuai selera dia akan mencoba memberi masukan apa yang sebaiknya ditambahkan.

Namun beberapa waktu lalu saat ingin beristirahat sambil menunggu rasa kantuk datang, seperti biasa kegiatan yang saya lakukan adalah mengecek timeline Twitter. Ada sesuatu yang saya temukan dan rasanya menganggu berkaitan dengan usaha atau bisnis seseorang dan gratisan. Mulai bermunculan mereka yang so–called–influencer meminta bekerja sama dengan seseorang yang memiliki usaha atau bisnis secara gratisan—tanpa biaya—dan mengandalkan jumlah followers yang dimiliki.

Entah kenapa caranya selalu sama, awalnya berbincang secara baik-baik, mengajak kerja sama, lalu berujung pada memberi tahu berapa followers yang dimiliki dan meminta diberi atau dikirimkan jualannya secara gratisan dengan dalih sekaligus akan dipromosikan melalui akun media sosialnya yang memiliki ratusan ribu followers itu.

Ya, semacam meminta di-endorse. Bedakan dengan mereka yang memang di-endorse oleh brand tertentu. Biasanya brand yang meminta tolong untuk dipromosikan produknya dengan persetujuan seseorang tersebut. Intinya ada kesepakatan untuk bekerja sama dan saling menguntungkan. Ini sebaliknya, justru seseorang yang terkesan ingin di-endorse dan cenderung merugikan salah satu pihak—yang memiliki usaha.

Apakah ini dapat dikategorikan mengemis dengan cara yang lebih modern atau kekinian? Atau mungkin para so–called–influencer ini sedang terkena star syndrome? Dengan followers yang mencapai ribuan sampai dengan ratus ribuan, mereka merasa sudah dikenal banyak orang dan merasa artis. Sehingga apa pun yang mereka promosikan dirasa akan laku dan pasti banyak peminat.

Soal promosi mungkin baik, karena dengan itu tentunya akan semakin melebarkan usaha milik seseorang—tak terbatas usaha apa pun. Tapi seharusnya tidak sampai dengan merugikan orang lain, dong? Seperti baru-baru ini yang ramai di Twitter, ada seorang so–called–influencer yang memesan dibuatkan 500 risoles dan sebagai bayarannya akan diposting—diiklankan—di akun Instagramnya, baik diposting lewat foto juga Instastory.

Yang menjadi masalah adalah permintaan 500 risoles tersebut. Itu bukan jumlah yang sedikit, proses pembuatannya pun menggunakan serta menguras waktu, biaya, dan tenaga. Dan bilangnya sih, yang minta dibuatkan secara gratisan itu mau mengadakan sebuah pesta. Ya kalau mau terlihat mentereng dan terkesan mewah, pastinya disesuaikan saja dengan budget yang ada. Kalau ada syukur, jika tidak ada ya sewajarnya saja. Apakah ini semua soal gengsi?

Tujuan seseorang aktif di media sosial mungkin salah satu tujuannya adalah menjadi terkenal dan dikenal, apalagi jika sampai followers mencapai ratus ribuan hingga jutaan tentu akan menjadi sebuah kebanggaan. Namun, hal tersebut tidak perlu sampai merugikan orang lain dengan cara meminta gratisan dengan sedikit paksaan. Memangnya tidak tahu, usaha yang dirintis itu memerlukan banyak pengorbanan?

Menjadi influencer tentu tidak salah apalagi sambil diiringi dengan pembuatan konten yang betul-betul bermanfaat—menambah wawasan—minimal menghibur tanpa peduli atau bahkan sampai insecure kepada jumlah followers yang dimiliki.

Mungkin terlalu berlebihan jika menyamakan followers dengan penggemar—fans—tapi kalau pun iya, laiknya fans pada umumnya, mereka bisa meninggalkanmu kapan saja jika ada sesuatu yang dirasa menyebalkan dan menganggu. Sama seperti followers yang mengikuti akun media sosial seseorang karena dirasa menarik, menghibur, sesuai selera, atau memberi manfaat.

Jika hal tersebut tidak didapatkan apalagi memberi contoh serta dampak negatif, sah dan wajar saja kan jika sampai kehilangan followers dan diberi himbauan? Kecuali memang berniat ingin viral dengan mengundang kontroversi, sih.

Terakhir diperbarui pada 19 Januari 2022 oleh

Tags: gratisaninfluencerMedia SosialSelebgram
Seto Wicaksono

Seto Wicaksono

Kelahiran 20 Juli. Fans Liverpool FC. Lulusan Psikologi Universitas Gunadarma. Seorang Suami, Ayah, dan Recruiter di suatu perusahaan.

ArtikelTerkait

Panduan Menjadi Affiliator yang Beretika dan Beradab biar Makin Disayang Netizen

Panduan Menjadi Affiliator yang Beretika dan Beradab biar Makin Disayang Netizen

18 Agustus 2024
facebook

Menjadi Orang yang Berbeda di Facebook, Twitter, dan Instagram

21 Agustus 2019
Patrick Star dalam SpongeBob SquarePants Sebenarnya Orang Kaya yang Pura-pura Bodoh demi Bisa Bahagia

Patrick Star dalam SpongeBob SquarePants Sebenarnya Orang Kaya yang Pura-pura Bodoh demi Bisa Bahagia

1 Februari 2024
Seni Mencintai Ala Erich Fromm yang Bagus buat Rujukan Yang-yangan terminal mojok.co

Sudah Saatnya Memaklumi Jatuh Cinta lewat Medsos

25 November 2020
konten

Jangan Salahkan Konten yang Tak Bermoral, Tapi Salahkan Diri Kita yang Membuatnya Viral

4 September 2019
Orang Posting Status Screenshot WhatsApp Itu Motiavasinya Apa sih?! mojok.co/terminal

Mengapa Sebagian Orang Menolak Beri Like pada Foto Sendiri di Instagram?

19 Februari 2020
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
faceapp agechallenge

Tanpa Bantuan FaceApp, Nanti Kita Juga Bakal Tua Sendiri

Telkomsel Itu Bukan Tidak Humanis, tapi Hanya Mencoba Realistis telkomsel garis keras

Menanggapi Tulisan Indosat Cocok Untuk Mahasiswa, Telkomsel Untuk Pekerja: Saya Mahasiswa dan Saya Pelanggan Telkomsel Garis Keras! 

Mengenal Tembakau Tambeng, Si Raja Tingwe dari Besuki terminal mojok.co

Tembakau Nenek

Terpopuler Sepekan

4 Derita yang Saya Rasakan Saat Tinggal di Dekat Jalan Raya Jogja-Solo

4 Derita yang Saya Rasakan Saat Tinggal di Dekat Jalan Raya Jogja-Solo

19 Mei 2025
Drakor Resident Playbook Tamat tapi Menyisakan Kekecewaan

Drakor Resident Playbook Tamat tapi Menyisakan Kekecewaan

19 Mei 2025
Derita Kuliah Jurusan Pendidikan Olahraga yang Sering Dikira Main-main Aja, tapi Saya Tidak Pernah Menyesal Memilihnya Mojok.co

Kuliah Jurusan Pendidikan Olahraga Sering Dikira Main-main Aja, tapi Saya Tidak Pernah Menyesal Memilihnya

19 Mei 2025
5 Kegiatan yang Bisa Dilakukan Jokowi kalau Jadi Pensiunan di Solo Mojok.co kota solo umk solo

Hidup di Solo Itu Damai, sebab Tak Ada Teror Klakson di Lampu Merah di Solo

15 Mei 2025
4 Keunikan Kabupaten Tulungagung yang Nggak Dimiliki Kabupaten Lain kudus kota kretek

6 Sisi Gelap Kabupaten Tulungagung, Kabupaten yang Diklaim sebagai Tempat yang Cocok untuk Slow Living

15 Mei 2025
Stasiun Pasar Senen Jakarta Mojok.co

Aura Miskin Stasiun Pasar Senen Jakarta Sudah Lenyap dan Nggak Kalah dari Stasiun Gambir

16 Mei 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=Zbmdu5T4vVo

DARI MOJOK

  • Pengunjung Candi Borobudur Capai 100 Ribu Orang Selama Libur Waisak, Ekonomi Daerah Meningkat
  • Perantau di Manggarai Jakarta Selatan Hidup Sambil Memelihara Kecemasan karena Tawuran Bisa Terjadi Kapan Saja
  • Sisi Suram Kos Pasutri Jogja, Tetangga Tak Tahu Batasan hingga Jadi Kedok “Hubungan Terlarang”
  • Puluhan Tahun Tinggal di Jagakarsa, Berdamai dengan Hal-hal Menyebalkan di Balik Label “Daerah Ternyaman” Se-Jakarta Selatan
  • Ribuan Warga Kecamatan Kandangan Dibiarkan Menderita Selama 10 Tahun Lebih oleh Temanggung
  • Sulitnya Jadi Mahasiswa Jurusan Sistem Informasi, Disuruh Servis Laptop hingga Dituduh Hacker

AmsiNews

  • Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.