Ada masanya motor Yamaha Mio menjadi primadona di kancah permotoran duniawi. Apalagi jika menengok sekitar 15-20 tahun ke belakang, ketika motor matic belum seramai sekarang. Saat itu, motor matic memang masih jarang. Orang lebih mengenal motor bebek dan motor kopling. Maka tidak heran jika kemunculan Yamaha Mio—varian Mio Sporty karbu—pertama kali pada tahun 2003 atau 2004 jadi semacam angin segar bagi pengguna motor.
Ketika Yamaha Mio pertama kali muncul—atau biasa disebut juga Mio karbu—, animo masyarakat cukup ramai. Mio adalah satu dari beberapa motor matic pertama yang rilis di Indonesia. Tak banyak saingannya saat itu. Paling hanya Kymco atau Nouvo. Honda BeAT belum rilis pada tahun itu, Honda baru merilis BeAT pada tahun 2008. Maka tidak heran jika Mio jadi impian dan target para pembeli, terutama para wanita, yang mana varian Mio Sporty dan Mio Smile ini punya body yang “feminin”.
Mio karbu cukup lama bertahan sebagai motor yang paling laris di pasaran. Selain karena saingannya sedikit, Mio juga bisa dibilang jadi motor yang bentuknya keren. Meskipun desainnya feminin, banyak juga cowok yang memakai Mio ini. Maka tak heran jika dulu ada masanya kita sering sekali melihat Mio karbu lalu-lalang di jalanan. Ya mirip dengan situasi Avanza-Xenia saat ini lah.
Akan tetapi popularitas Mio karbu segera terganti. Honda mulai bergerak dengan merilis Honda BeAT dan Vario yang harus diakui secara konsumsi bahan bakar lebih irit. Ditambah lagi kemunculan teknologi injeksi yang menggantikan karburator pada motor. Tak heran jika perlahan Mio karbu ditinggalkan.
Mio karbu, motor sahabat SPBU
Sudah menjadi rahasia umum bahwa Mio karbu adalah motor yang boros. Bahkan orang-orang menyebut motor satu ini sahabat SPBU. Iya, semua orang yang pernah atau masih memakai motor ini punya keluhan yang sama. Padahal di awal kemunculannya, motor ini katanya irit. Tapi itu sebelum ada pembandingnya seperti Honda BeAT dan Vario, serta sebelum ada teknologi injeksi.
Saya jadi merasa beruntung tidak kesampaian punya Mio karbu mengingat dulu saya pengin banget dibelikan motor ini. Untungnya keluarga saya tidak punya banyak uang dan motor Supra X 100 CC punya ayah masih bisa saya pakai. Sehingga saya terhindar dari motor yang katanya boros itu.
Beberapa teman saya yang masih menggunakan Mio karbu pun mengeluhkan borosnya konsumsi BBM motor ini. Mereka mengeluh motor mereka selalu haus bensin padahal settingan motor mereka normal, tidak ada mesin yang dimodifikasi. Ketika harga BBM naik beberapa waktu lalu, teman-teman saya pengguna Mio karbu misuh paling kencang.
Saya coba bandingkan konsumsi BBM Mio karbu teman saya dengan konsumsi BBM motor saya yang sama-sama masih pakai karburator, Suzuki Skydrive. Suzuki Skydrive saya belikan Pertalite Rp25 ribu bisa untuk 3 hari kalau dipakai berkendara dari Batu ke Malang PP (jaraknya 40 kilometer PP), dengan kecepatan rata-rata 50 km/jam. Itu pun kadang masih sisa sedikit di tangki. Sementara itu Mio karbu teman saya diisi Pertalite dengan jumlah sama dan dipakai melaju dengan jarak dan kecepatan sama, baru dua hari sudah kehabisan bensin.
Langganan keluar masuk bengkel
Rupanya keluhan pengguna Mio karbu tak berhenti pada borosnya konsumsi BBM. Motor ini rupanya cukup sering keluar masuk bengkel alias jadi sahabat para montir.
Sebenarnya masalah Mio karbu ya itu-itu saja. Kalau nggak gasnya brebet, susah nyala (baik di-starter atau diengkol), atau kelistrikannya yang lemah. Sebenarnya ini semua masalah standar motor matic karbu lah. Tapi entah kenapa motor ini jadi motor matic karbu yang langganan keluar masuk bengkel menurut teman-teman saya dan para montir di bengkel langganan saya.
Sudah tidak terhitung berapa kali teman saya minta bantuan pada saya untuk nyetut motornya yang mogok. Ketika dibawa ke bengkel, masalahnya tak jauh dari karburator. Entah per skep karbunya yang lemah, atau jarumnya yang bengkok. Sudah diganti baru, tapi nanti dua atau tiga bulan lagi kumat. Padahal teman saya ini bukan orang yang malas servis motor rutin, lho.
Montir di bengkel langganan saya saja sampai hafal kalau saya bawa teman pengguna Mio karbu untuk membetulkan motornya. Menurut beliau, penyakit Mio karbu memang begitu, selain itu motor tersebut hitungannya sudah tua, jadi wajar kalau sering keluar masuk bengkel.
Meskipun Mio karbu punya stereotip motor paling bermasalah karena boros dan sering mogok, motor ini sebenarnya enak banget dikendarai kalau kondisinya sehat walafiat. Dipakai kencang enak, diajak pelan juga masih oke. Intinya, kalau punya motor Mio karbu memang harus punya kesabaran dan ketabahan yang lebih. Plus harus siap keluarin uang lebih banyak buat beli bensin dan ke bengkel.
Penulis: Iqbal AR
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Mio Soul GT: Motor Yamaha yang Irit, Murah, dan Desainnya Timeless.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.