Beberapa waktu yang lalu, saya melihat artikel tentang pertikaian antara penggemar rokok Djarum melawan Gudang Garam. Pertikaian yang tak pernah usai ini akan membuat golongan anti tembakau terkekeh senang. Namun, ada satu golongan kecil yang tidak pernah terlibat urusan “rokok paling enak”. Golongan tersebut adalah golongan mulut asbak.
Entah darimana asalnya, istilah mulut asbak menjadi umum dalam pergaulan antar penikmat rokok. Mulut asbak sering dipandang sebagai individu yang tidak punya selera. Lebih kasar lagi, mulut asbak dipandang sebagai individu yang tidak punya pendirian dan oportunis. Golongan mulut asbak selalu menjadi pesakitan, hanya karena pilihan selera yang luas.
Istilah mulut asbak mengacu pada asbak itu sendiri. Asbak adalah tempat menampung abu dan puntung rokok. Apapun bentuk dan karakter asbaknya, semua jenis rokok bisa dibuang di dalamnya. Tidak ada asbak yang khusus untuk rokok A, rokok B, atau rokok C. Semua jenis rokok bisa dibuang ke dalam asbak, tanpa ada tuntutan moral apapun.
Mulut asbak ditujukan pada individu yang tidak memiliki rokok favorit. Golongan ini bisa menikmati segala jenis rokok dengan nyaman dan tanpa rewel. Apapun merk rokoknya, selama bisa memenuhi kebutuhan nikotin akan disikat. Seorang mulut asbak bisa berganti-ganti merk rokok setiap harinya. Maka golongan ini jauh dari istilah fanatik.
Beberapa mulut asbak bisa menikmati rokok putih dan rokok kretek. Kedua jenis rokok yang beda rasa ini memang punya penikmat yang saklek. Sangat sulit untuk menyeberang pada jenis lain. Penikmat rokok putih akan mual saat menghisap rokok kretek. Penikmat rokok kretek akan tersedak saat menghisap rokok putih. Tapi, kaum ini dapat menikmati kedua jenis rokok yang kontradiktif ini!
Bahkan, sebagian kecil kaum ini bisa menikmati berbagai olahan tembakau. Baik cerutu, cangkling, lintingan, bahkan tembakau hirup dan kunyah. Salah satu kaum minoritas ini adalah saya. Saya suka berganti-ganti cara menikmati tembakau. Sayang sekali, eksplorasi saya malah mendapat stigma negatif mulut asbak.
Meskipun dipandang sebelah mata, tapi saya merasakan mulut asbak itu istimewa. Mulut asbak bisa dipandang sebagai individu yang merdeka. Merdeka dari sekat-sekat nikotin yang penuh rasa dan ragam ini. Saya merasakan bahwa menjadi bagian dari kaum ini malah memberi banyak kelebihan dibandingkan perokok yang terlalu saklek.
Kelebihan pertama adalah fleksibilitas. Kaum ini tidak khawatir untuk tidak dapat menikmati rokok. Perokok konservatif akan panik saat tidak dapat memperoleh rokok favoritnya. Tidak semua warung memiliki merk rokok yang komplit. Tapi, kaum ini tidak peduli dengan perkara ini. Apapun merk rokok yang dijual, pasti dibeli. Yang penting, merokok.
Kelebihan berikutnya adalah hemat. Kaum ini tidak ambil pusing saat salah satu merk rokok naik harga. Kenaikan cukai rokok tahun lalu bisa membuat perokok konservatif kalang kabut. Ketika rokok favoritnya mahal, mereka kesulitan mencari substitusi untuk tetap nyaman merokok? Tapi kaum ini bisa beradaptasi lebih cepat. Mereka bisa bebas mengkonsumsi rokok murah tanpa sibuk menyesuaikan mulut yang manja.
Kaum ini juga lebih mudah bersosialisasi. Golongan ini bisa akur dengan berbagai golongan perokok. Saya sendiri merasakan kemudahan ini saat KKN. Ketika kenduri, saya nyaman saja merokok Dji Sam Soe yang dibagikan. Saat ikut ronda, saya bisa menikmati LA Menthol bersama pemuda lain. dan saat bernegosiasi dengan kepala desa, saya bisa berbagi Wismilak Hitam kegemaran blio.
Berbicara masalah sosialisasi, perokok jenis ini juga mudah menikmati rokok teman. Tidak peduli rokok apa yang ada di meja, perokok jenis ini bisa menikmatinya. Misal ada 5 merk rokok berbeda, 3 merk cerutu, dan tembakau linting, saya bisa menikmati semua tanpa sibuk berpikir masalah kecocokan. Tentu ini membantu penghematan. Perokok konvensional memilih membeli rokok daripada menikmati rokok yang beda genre.
Kelebihan yang terakhir adalah perkara filosofi. Kaum ini merdeka dari kekangan merk rokok. Kaum ini bisa mengalir di setiap kepulan asap rokok. Kaum ini juga selalu mendapat pengalaman baru. Hidup mereka akan penuh dengan citarasa berbagai jenis tembakau. Tanpa mengabdikan diri pada satu merk atau jenis tembakau, mereka bisa mengecap seluruh kenikmatannya.
Kelebihan dan keutamaan mulut asbak membebaskan individu dari pertikaian tak berujung. Pertikaian antar penikmat tembakau yang terlalu pilih-pilih. Mereka harus sibuk berbenturan satu sama lain hanya karena kenikmatan tembakau.
Tapi, mulut asbak telah merdeka dari segala urusan remeh temeh itu. Mulut asbak telah sampai pada titik puncak nirvana dunia, dari berbagai rokok yang dia nikmati.
BACA Mengapa Ganja Dilarang di Sini dan Dilegalkan di Sana? dan tulisan Prabu Yudianto lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.