Masa-masa jadi bocah adalah masa yang paling menyenangkan dalam fase kehidupan. Di pikiran kita waktu itu hanya main, main, dan ketawa haha hihi saja. Apalagi saya tumbuh dan besar di era 2000-an awal di mana gadget dan hal-hal modern belum berkembang jauh dibandingkan sekarang. Apa pun terasa menyenangkan dan bikin bahagia walau kalau dipikir pikir sekarang mah rasanya receh saja. Seperti saat menang taruhan tepuk gambar, main kelereng, main “judi” lotre, atau sekadar berhasil lompat tali di level merdeka yang mesti koprol dulu supaya bisa lewat. Yah, risiko jadi bocah bantut begitu. Pokoknya bahagia itu sederhana, deh.
Di masa sekolah dasar pun saya begitu. Apalagi di masa itu kita sangat senang mempelajari hal-hal baru, terutama yang dibalut menjadi sebuah permainan. Sel-sel otak kita menjadi bekerja lebih cepat kalau menemukan sesuatu hal yang menurut kita menarik mata dan bikin penasaran. Padahal terkadang hal tersebut belum tentu baik buat kita. Pokoknya dicoba dulu, hasilnya kemudian. Seperti permainan yang ingin saya bahas kali ini, yaitu permainan tarik benang dan lotre cabut. Permainan yang saya anggap “judi” di masa sekolah dasar dulu.
Sedikit memantik nostalgia dan kenangan masa lalu kalian yang pernah main, permainan tarik benang dan lotre cabut ini biasa kita jumpai di kedai atau lapak jualan abang-abang di depan gerbang SD. Pertama, permainan tarik benang. Seperti namanya, permainan ini dimainkan dengan cara menarik benang. Di ujung benang biasanya diberikan nomor yang menunjukkan nomor hadiah yang bisa diklaim. Bahkan ada yang langsung diikat dengan hadiah yang cukup menggiurkan seperti Tamiya, gasing berapi seperti di anime Beyblade atau gimbot. Hadiah yang cukup bergengsi di masa itu.
Kemudian tangan si bandar alias si abang penjualnya akan menutupi bagian tengah benang agar nggak terlihat ujung benang mengarah ke mana. Pemain harus bisa menebak ujung tali yang mengarah ke ujung tali yang ada hadiahnya. Entah kenapa permainan yang satu ini susahnya minta ampun. Untuk sekali percobaan biasanya dibanderol Rp500. Harga yang murah di masa itu, tapi jadi cuan bagi si abang penjual kalau yang main banyak. Namun, kebanyakan yang main itu banyak apesnya. Yang untung mah si abangnya.
Permainan kedua yang mirip dengan itu adalah lotre cabut. Di tempat saya, di Kepulauan Riau, kami menyebutnya tikam-tikam karena permainan ini juga dibawa dari Singapura. Maklum, Singapura cukup dekat dengan daerah kami. Biasanya tikam-tikam ini sering dijumpai di kedai lantaran anak-anak biasanya jajan di sana. Biasanya kalau ada uang kembalian Rp500, anak-anak akan memilih menggunakan uang kembalian untuk memainkan tikam-tikam ini. Cerdik juga ya si penjual.
Permainannya cukup sederhana. Kita diharuskan membeli kupon dan mencabutnya untuk mendapatkan hadiah. Ada rumor yang menyebutkan kalau sudah ada kode untuk mengetahui letak kupon yang terdapat hadiah. Tapi sampai sekarang saya nggak tahu seperti apa kodenya. Hadiahnya cukup bergengsi, mulai yang paling besar seperti pistol air, gimbot, jam tangan, sampai yang paling receh seperti permen rokok. Yah, anggaplah itu sebagai hadiah pelipur lara.
Itulah permainan tarik benang dan lotre cabut yang sempat menghiasi masa kecil sebagian dari kita. Walaupun banyak boncosnya, rasanya seru-seru saja main “judi” gituan, asal jangan sampai kecanduan. Jangan seperti saya, pernah habisin uang Lebaran buat main lotre cabutan. Bukannya untung malah buntung. Nasib badan.
Sumber Gambar: YouTube Ayah Eyza Official
BACA JUGA Waktu SD, Baca Komik ‘Crayon Shinchan’ Itu Ibarat Baca Majalah Porno dan tulisan Muhammad Afhan lainnya.