Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Gaya Hidup

Kemistisan Malam Satu Suro Ditakuti Orang Jawa, Tidak Boleh Berpesta hingga Perlu Melakukan Ritual

S AJI P oleh S AJI P
26 Juni 2025
A A
Mengenal Malam Satu Suro, Malam yang Terkenal Mistis bagi Orang Jawa Mojok.co

Mengenal Malam Satu Suro, Malam yang Terkenal Mistis bagi Orang Jawa (unsplash.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Malam satu Suro bukan malam yang biasa, terlebih bagi orang Jawa. Ia memiliki tempat khusus dalam kalender budaya dan spiritual orang Jawa. Momentum ini lebih dari sekadar penanda waktu. Malam ini menyimpan aura magis, penuh kontemplasi, dan dihormati dengan berbagai laku spiritual.

Malam satu Suro menandai pergantian tahun dalam penanggalan Jawa. Apabila dihitung dengan kalender Hijriah, malam satu Suro sebenarnya bertepatan dengan malam 1 Muharram. Lalu, bagaimana malam ini dimaknai oleh orang Jawa?

Malam satu Suro Bukan malam untuk pesta

Perayaan malam satu suro berbeda dengan tahun baru masehi. Tidak ada kembang api atau perayaan besar. Malam satu suro justru dikenal sebagai malam yang sunyi, hening, dan sakral. 

Bagi orang Jawa, malam ini penuh dengan energi gaib. Itu mengapa tidak pantas dirayakan secara besar-besaran. Tidak pantas juga menggelar pesta, pernikahan, atau acara besar lain di momentum ini. Bahkan beberapa keluarga dengan kuat memegang pantangan ini: tidak pindah rumah, tidak memulai usaha baru, dan tidak menikah di bulan Suro.

Kepercayaan ini bukan tanpa alasan. Dalam pandangan kejawen malam Satu Suro adalah waktu di mana tirai antara alam nyata dan alam gaib menjadi sangat tipis. Roh-roh leluhur diyakini lebih dekat dengan dunia manusia. Maka dari itu, kegiatan yang berbau hura-hura dianggap tak selaras dengan suasana batin malam tersebut.

Lebih tepat menghabiskan malam satu Suro dengan tirakat dan introspeksi

Bagi kalangan spiritualis Jawa, malam Satu Suro adalah momentum terbaik untuk melakukan laku tirakat. Mereka akan melakukan ritual spiritual yang melibatkan puasa, tapa (meditasi atau semedi), kungkum (berendam di sungai atau sumber air), hingga ziarah ke makam leluhur. Semua ini dilakukan dalam suasana sunyi. Tujuannya demi membersihkan batin, merenung, dan memohon petunjuk kehidupan kepada Sang Pencipta.

Laku tersebut mencerminkan nilai utama dalam ajaran kejawen. Nilai itu adalah  eling lan waspada. Orang diharapkan untuk selalu ingat kepada Tuhan dan waspada terhadap godaan duniawi. Dalam suasana malam yang hening, seseorang diajak untuk bercermin ke dalam. Mereka perlu melihat kembali perjalanan hidup dan mempersiapkan diri menyongsong tahun baru dengan kesadaran yang lebih tajam.

Keraton dan ritual budaya

Keraton Yogyakarta dan Surakarta, sebagai penjaga budaya Jawa, masih melestarikan berbagai ritual malam Satu Suro. Di Keraton Yogyakarta, misalnya, terdapat tradisi kirab pusaka yang sangat sakral. Pusaka milik keraton akan diarak mengelilingi kawasan keraton oleh abdi dalem yang mengenakan pakaian adat lengkap. Pusaka yang dimaksud ada kereta kencana dan tombak-tombak keramat, 

Baca Juga:

Kalio Disangka Rendang Adalah “Dosa” Terbesar Orang Jawa di Rumah Makan Padang

Rumah Joglo Memang Unik, tapi Nggak Semua Orang Cocok Termasuk Saya

Prosesi kirab ini bukan sekadar pertunjukan budaya. Bagi yang mempercayainya, pusaka bukan benda mati. Mereka memiliki energi spiritual yang harus “dihidupkan” melalui ritual tersebut. Suasana malam kirab pun biasanya sunyi, tanpa sorak-sorai.  Semua yang hadir memahami bahwa mereka sedang berada dalam momen suci.

Perpaduan Islam dan tradisi lokal

Menariknya, malam Satu Suro juga menjadi contoh bagaimana budaya Jawa dan ajaran Islam berjalan berdampingan. Penanggalan Suro berasal dari kalender Hijriah yang diperkenalkan oleh para wali dan ulama penyebar Islam di Jawa. Namun, dalam praktiknya, makna dan ritual yang dijalankan masih sangat kental dengan filosofi Jawa.

Ini menunjukkan fleksibilitas budaya Jawa yang mampu menyerap unsur-unsur baru tanpa kehilangan jati dirinya. Dalam pandangan sebagian masyarakat Jawa, tidak ada pertentangan antara keyakinan Islam dan penghormatan terhadap tradisi Suro. Keduanya justru saling melengkapi dalam membentuk kehidupan spiritual yang utuh.

Bukan takut, tapi tunduk dan tertunduk

Beberapa orang mungkin menganggap malam satu Suro itu menakutkan, angker, menyeramkan. Padahal, kalau mau mengulik lebih dalam, bukan ketakutan itu yang menjadi poin utamanya. Orang Jawa lebih memaknai pada ajrih atau rasa hormat dan takzim. Makna ini lahir dari kesadaran akan keterbatasan manusia dihadapan kekuatan ilahi dan alam semesta.

Dalam heningnya malam, orang Jawa menemukan ruang untuk tunduk dan tertunduk. Sebuah malam untuk mengendapkan ego, menyelami diri, dan menyambut tahun baru. Mereka tidak merayakannya dengan sorak, tapi dengan doa. Sebuah pelajaran yang mungkin mulai dilupakan oleh dunia yang semakin ramai dan tergesa-gesa.

Dan, bagi mereka yang masih menjunjung tradisi, malam satu Suro bukan tentang mistis semata. Dia adalah malam untuk eling lan waspada. Sebuah malam yang mengajarkan bahwa kehidupan bukan hanya soal langkah ke depan. Namun, juga tentang bagaimana menapak dengan sadar di setiap jejak.

Penulis : S Aji P
Editor : Kenia Intan

BACA JUGA SMP Negeri 7 Bandung: Sekolah Negeri Rasa Pesantren, Terlalu Ikut Campur Urusan Agama Siswanya

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 26 Juni 2025 oleh

Tags: hijriahJawamalam satu suromalam suroorang jawasatu suroSuro
S AJI P

S AJI P

ArtikelTerkait

Rasisme Jawa Itu Nyata Dari Ngapak, Mataraman, sampai Arekan (Pexels)

Mencermati Rasisme Sesama Orang Jawa dari Ngapak, Mataraman, sampai Arekan

27 Januari 2025
Ketika Pendidikan “Layak” Harus Dibayar dengan Luka yang Dalam (Unsplash)

Ketika Pendidikan “Layak” Harus Dibayar dengan Luka yang Dalam

19 Juni 2025
Orang Cirebon Terlalu Jawa untuk Disebut Sunda, Terlalu Sunda untuk Disebut Jawa Mojok.co

Orang Cirebon Terlalu Jawa untuk Disebut Sunda, Terlalu Sunda untuk Disebut Jawa

12 Januari 2024
obituari iman budhi santosa terminal mojok.co

Iman Budhi Santosa Wong Jawa Tenan

18 Desember 2020
Jember Selatan seperti “Anak Tiri” Kabupaten Jember (Unsplash)

Penderitaan Orang Jember Selatan yang seperti Menjadi “Anak Tiri” Kabupaten Jember karena Perbedaan Bahasa dan Budaya

9 Februari 2024
anak muda jawa nasihat jawa ora ilok duduk di pintu mojok

Jangan Buat Anak Penasaran dengan Kata ‘Ora Ilok’

13 Mei 2020
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Kerja Dekat Monas Jakarta Nggak Selalu Enak, Akses Mudah tapi Sering Ada Demo yang Bikin Lalu Lintas Kacau

Kerja Dekat Monas Jakarta Nggak Selalu Enak, Akses Mudah tapi Sering Ada Demo yang Bikin Lalu Lintas Kacau

17 Desember 2025
Kasta Sambal Finna dari yang Enak Banget Sampai yang Mending Skip Aja

Kasta Sambal Finna dari yang Enak Banget Sampai yang Mending Skip Aja

19 Desember 2025
Selo, Jalur Favorit Saya untuk Pulang ke Magelang dari Solo Mojok.co

Selo, Jalur Favorit Saya untuk Pulang ke Magelang dari Solo

14 Desember 2025
Setup Makaroni Kuliner Khas Solo, tapi Orang Solo Nggak Tahu

Setup Makaroni: Kuliner Khas Solo tapi Banyak Orang Solo Malah Nggak Tahu

19 Desember 2025
Tinggal di Kabupaten Magelang: Dekat Borobudur, tapi Tidak Pernah Merasa Hidup di Tempat Wisata

Tinggal di Kabupaten Magelang: Dekat Borobudur, tapi Tidak Pernah Merasa Hidup di Tempat Wisata

18 Desember 2025
Penyakit Gredek Honda Vario Memang Bukan Kerusakan Fatal, tapi Mengganggu Mojok.co

Penyakit Gredek Honda Vario Memang Bukan Kerusakan Fatal, tapi Mengganggu

13 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Upaya Merawat Gedung Sarekat Islam Semarang: Saksi Sejarah & Simbol Marwah yang bakal Jadi Ruang Publik
  • Busur Panah Tak Sekadar Alat bagi Atlet Panahan, Ibarat “Suami” bahkan “Nyawa”
  • Pasar Petamburan Jadi Saksi Bisu Perjuangan Saya Jualan Sejak Usia 8 Tahun demi Bertahan Hidup di Jakarta usai Orang Tua Berpisah
  • Dipecat hingga Tertipu Kerja di Jakarta Barat, Dicap Gagal saat Pulang ke Desa tapi Malah bikin Ortu Bahagia
  • Balada Berburu Si Elang Jawa, Predator Udara Terganas dan Terlangka
  • Memanah di Tengah Hujan, Ujian Atlet Panahan Menyiasati Alam dan Menaklukkan Gentar agar Anak Panah Terbidik di Sasaran

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.