Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Featured

Mengapa Setelah Hampir Mati, Pendaki Gunung Masih Mau Naik Lagi?

Aliurridha oleh Aliurridha
1 Desember 2019
A A
Jejak Petualang Survival, Satu-satunya Acara Petualangan TV yang Bernilai Mengapa Setelah Hampir Mati, Pendaki Gunung Masih Mau Naik Lagi?
Share on FacebookShare on Twitter

Tidak ada kelompok manusia yang lebih irasional dari para pendaki gunung. Di saat orang lain lebih senang bersantai di rumah, rebahan, malas-malasan, nongkrong bersama teman di kafe. Eh, para pendaki gunung ini justru menyiksa diri mereka dengan mendaki gunung-gunung tinggi bahkan dengan resiko kehilangan nyawa. Sebenarnya apa sih yang melandasi tindakan irasional para pendaki gunung?

Manusia (Homo saphiens) pada dasarnya diprogram dengan beberapa kode genetik yang diwariskan sejak zaman berburu dan mengumpul. Tidak untuk naik gunung dan melakukan hal ekstrem lainnya. Semua hal yang dilakukan manusia supaya ia bisa bertahan hidup dan meneruskan keturunan.

Maka dari itu motivasi manusia sebenarnya adalah menikmati waktu luang, tidak bekerja, serta menghindari hal yang berbahaya. Namun ada juga jenis manusia yang justru bertindak berlawanan dengan kode genetiknya. Misalnya, para pendaki gunung.

Dari kisah yang kita dapatkan tentang pengalaman mereka, mungkin kisah mereka adalah salah kisah paling menyedihkan di dunia. Di gunung, orang-orang akan kedinginan, kelelahan, susah bernafas, dan bahkan ada yang terkena frostbite, kondisi ketika kulit dan jaringan di bawahnya membeku. Bukannya ditinggalkan justru aktivitas ini dilakukan berulang kali oleh banyak orang dan menjadi aktivitas yang cukup populer. Betapa anehnya manusia jenis ini dan saya adalah salah satunya.

Saya punya pengalaman hampir mati setelah mendaki Gunung Rinjani. Saat itu saya sakit dan ditinggal oleh rombongan saya mendaki, saya ingin menyebut mereka teman tapi saya gagal melihat korelasinya. Meski begitu ada satu orang teman saya yang dengan sabarnya menemani saya sampai berhasil turun Rinjani tanpa makanan, tanpa tenda, karena kami berdua ditinggal oleh rombongan kami mendaki.

Saya sempat menyuruhnya untuk meninggalkan saya karena saya sudah tidak kuat lagi berjalan. Ah romantisnya, seperti film-film itu ia mengatakan akan terus menemani saya. Bahkan bila saya sudah menjadi mayat dan dia harus menyeret mayat saya, akan dilakukan. Sayang dia laki-laki dan saya bukan seorang gay. Kalau tidak, mungkin sudah saya nikahi dia saat itu juga, di Belanda tentunya. Kan, di Indonesia belum legal. Wkwkwk.

Akhirnya kami selamat ketika mencapai danau Segara Anak meski sampai tengah malam, karena saya beberapa kali tumbang. Ketika perjalanan turun ternyata kami bertemu lagi dengan rombongan kami berangkat. Teman saya sempat berdebat mempertanyakan kepada salah seorang dari rombongan itu. Sedikit marah ia berkata, kalau temanmu ini mati memang kamu siap untuk kabarin ke orang tuanya kalau anaknya mati? Dijawab dengan lancar saja, “Kalau saya nunggu, nanti saya juga mati.”

“Benar kata orang, kalau kita mau tahu sifat asli teman kita bawa dia ke Rinjani,” itu yang dikatakan teman saya saat itu. Setelah kami tidak melanjutkan perdebatan yang tidak perlu karena kami masih membutuhkan sedikit energi yang tersisa untuk selamat sampai kaki Rinjani.

Baca Juga:

Kiat-kiat Menjadi Pendaki Gunung yang Berengsek

Menyoal Larisnya Konten Horor Pendakian Gunung dan Nyinyiran pada Konten Romantismenya

Sejak saat itu saya mengatakan ini perbuatan bodoh, mendaki Gunung Rinjani adalah suatu kesalahan. Kemudian dalam hati saya tidak akan pernah mendaki gunung lagi. Ternyata tahun depan setelah pengalaman yang teramat buruk itu, saya malah mendaki lagi.

Mengalami pengalaman buruk, bukannya menghindari tapi melakukannya lagi. Begitu cepatnya saya melupakan apa yang terjadi. Saya yakin banyak dari kita yang mengalami hal yang sama. Sudah mengalami pengalaman buruk bukannya jera malah melakukannya lagi.

Ada suatu penjelasan scientific mengapa seseorang begitu cepatnya melupakan pengalaman buruknya dan justru  mau mengulanginya lagi. Harari dalam bukunya Homo Deus, menceritakan sebuah eksperimen yang membuktikan bahwa setiap manusia memiliki dua diri yakni narrating self dan experience self. Keduanya merupakan entitas yang sama sekali berbeda tapi saling terjalin antara satu dengan lainnya.

Karena narrating self menggunakan pengalaman diri kita (experience self) sebagai material kasar yang penting (tapi tidak ekslusif) dalam ceritanya, maka cerita ini membentuk pengalaman kita yang seringkali berbeda dari yang sebenarnya kita rasakan. Karena narrating self adalah bagian diri kita yang mengambil peran dalam memutuskan di mana keputusan itu menjadi irasional, ketika dibenturkan dengan experience self maka orang bisa dengan senang hati mengulanginya

Mungkin jika saya ditanya pada saat saya masih berada di gunung, apakah saya mau naik lagi? Tanpa berfikir saya akan menjawab tidak akan mau. Namun jika saya ditanya setelah merasakan euforia setelah berhasil turun dengan selamat, merasakan nikmatnya minum tuak manis di kaki gunung, serta nikmatnya nikmatnya makan lontong pecel favorit saya setelah merasakan kelaparan yang luar biasa, maka saya menjawab mungkin. Apalagi ketika penderitaan hilang saya bisa mengenang kenangan hebat dan luar biasa dan yang paling penting masih hidup.

Mungkin kejadian yang sama dialami oleh seorang wanita yang melahirkan, di mana rasa sakit saat melahirkan tergantikan oleh kelegaan ketika persalinan berhasil, kegembiraan keluarga, hingga kegembiraan melihat buah hati yang sehat, lucu, dan unyu. Padahal waktu proses persalinan teriak-teriak minta ampun hingga bilang cukup sudah satu kali saja, nggak kuat, sakit, ampun. Ternyata besoknya nambah anak sampai lima. Eh, atau jangan-jangan karena si bapak maksa, ya?

BACA JUGA Menggugat Alasan Mendaki Gunung Para Pemula: Sebuah Percakapan Nyinyir atau tulisan Aliurridha lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 1 Desember 2019 oleh

Tags: gunung rinjanipendaki gunung
Aliurridha

Aliurridha

Pekerja teks komersial yang sedang berusaha menjadi buruh kebudayaan

ArtikelTerkait

Gantungan Kunci dan Stiker Adalah Oleh-oleh Paling Mbois dari Pendakian Gunung pada Masanya Terminal Mojok

Kiat-kiat Menjadi Pendaki Gunung yang Berengsek

5 Oktober 2021
Menyoal Larisnya Konten Horor Pendakian Gunung dan Nyinyiran pada Konten Romantisismenya mojok.co

Menyoal Larisnya Konten Horor Pendakian Gunung dan Nyinyiran pada Konten Romantismenya

26 Agustus 2020
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

5 Hal yang Bikin Orang Solo Bangga tapi Orang Luar Nggak Ngerti Pentingnya

5 Hal yang Bikin Orang Solo Bangga tapi Orang Luar Nggak Ngerti Pentingnya

29 November 2025
8 Alasan Kebumen Pantas Jadi Kiblat Slow Living di Jawa Tengah (Unsplash)

8 Alasan Kebumen Pantas Jadi Kiblat Slow Living di Jawa Tengah

3 Desember 2025
4 Hal yang Membuat Orang Solo seperti Saya Kaget ketika Mampir ke Semarang Mojok.co

4 Hal yang Membuat Orang Solo seperti Saya Kaget ketika Mampir ke Semarang

3 Desember 2025
Kuliah Jurusan Ekonomi Pembangunan Bikin Saya Tidak Bisa Enjoy Shopping Lagi

Kuliah Jurusan Ekonomi Pembangunan Bikin Saya Tidak Bisa Enjoy Shopping Lagi

30 November 2025
Sudah Saatnya Bandara di Indonesia Menjadi Ruang untuk Mempopulerkan Makanan Khas Daerah

Sudah Saatnya Bandara di Indonesia Menjadi Ruang untuk Mempopulerkan Makanan Khas Daerah

3 Desember 2025
Bengawan Solo: Sungai Legendaris yang Kini Jadi Tempat Pembuangan Sampah

Bengawan Solo: Sungai Legendaris yang Kini Jadi Tempat Pembuangan Sampah

2 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana
  • Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.