Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

Mencari Wajah Nasionalisme Kita

Novy Eko Permono oleh Novy Eko Permono
9 Agustus 2019
A A
Berdebat dengan Dosen yang Tak Mau Kalah Perihal 'NKRI Harga Mati' terminal mojok.co

Berdebat dengan Dosen yang Tak Mau Kalah Perihal 'NKRI Harga Mati' terminal mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Bulan Agustus jamak dimaknai sebagai bulan kemerdekaan. Mengingat pada bulan ini Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan sebuah bangsa yang kita sebut Indonesia. Rasa kebangsaan itu mencapai puncak dengan maklumat ”kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia”. Kita setara dengan bangsa-bangsa di Eropa.

Tujuh puluh empat tahun telah berlalu menjadi sebuah bangsa bukanlah waktu yang singkat. Kita banyak ditempa dengan berbagai permasalahan. Bahkan kini permasalahan itu kian kompleks. Mulai dari masalah pendidikan, ekonomi, hingga yang berbau-bau agama. Termasuk relasi negara-agama kian hangat diperbincangkan akhir-akhir ini. Ada semacam upaya dari oknum tertentu untuk membangun kembali sentimen primordial.

Apalagi pasca orde ba(r)u Soeharto. Atas nama demokrasi, kesadaran beragama serigkali diungkapkan secara berlebihan sehingga merusak kesatuan bangsa. Nasionalisme yang kompatibel dengan negara-bangsa adalah rajutan anak bangsa dari unsur komunitas agama, ilmuwan, pekerja seni, musisi, pelukis, usahawan, kaum profesional dari semua orang Indonesia. Jadi kalau ada yang mengklaim kemerdekaan hanya diperjuangkan oleh golongan tertentu atau agama tertentu, silakan baca sejarah lagi.

Yang terbaru adalah pencabutan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sebuah gereja Kristen Pantekosta di Bantul, Yogyakarta. Meski perlu ditelusuri akar masalahnya lebih lanjut. Saya khawatir kejadian ini—terlebih menjelang peryaan HUT RI—menjadi preseden buruk kasus intoleransi di tengah upaya menyemai rasa kerukunan dan nasionalisme kita.

Meski sebagian besar orang Indonesia beragama, kebangsaan kemudian tidak identik agama tertentu. Atribut religius membuat nasionalisme didefinisikan sepihak oleh yang beragama mayoritas di suatu wilayah, yang beraliran agama arus utama, yang mengklaim diri lebih religius karena status dan pendidikan.

Hubungan negara dan agama sudah selesai pada tataran konstitusional, tetapi lain dinamikanya pada tataran praktis. Para pendiri republik menghindar dari pilihan negara sekuler atau negara agama, dengan negara Pancasila. Itu bukan kemenangan politik sekuler. Kebanyakan mereka yang tidak setuju dengan ide negara agama tidak sekuler atau anti-agama, melainkan nasionalis-religius. Inilah yang saya rasa perlu kita rawat bersama.

Indonesia dengan Pancasilanya adalah laboratorium unik hubungan negara dan agama. Bahkan dunia sudah lama mengakui hal itu dan kini semakin menarik perhatian.

Analisisnya begini. Jika sekolah negeri di Barat hanya mengajarkan agama sebagai pengetahuan, tetapi sekolah negeri di Indonesia memfasilitasi pengajaran untuk lebih dari satu agama. Kecurigaan berlebihan terhadap agama sebagai penghalang sains atau demokrasi tak terbukti di Indonesia.

Baca Juga:

Susanti, Sudah Nggak Usah Balik ke Indonesia, kalau Mau Balik, Sehabis Pemilu 2029 Aja

3 Hal Indah tentang Jogja yang Ternyata Hanyalah Mitos

Bagaimana dengan radikalisme dan ekstremisme yang juga berkembang? Perlu diingat, radikalisme dan  ekstremisme berkembang bukan hanya dari faktor tunggal agama, melainkan faktor-faktor kompleks. Menjadi keliru jika mencurigai kasus terorisme hanya berasal dari agama tertentu.

Berkaca dari sejumlah kejadian yang dialami bangsa Indonesia beberapa tahun terakhir. Misalnya bom bunuh-diri di dekat gedung Sarinah (Jakarta, 2016), vihara di Tanjung Balai (2016), gereja (Surabaya, 2018). Juga adanya laporan penelitian yang menunjuk pada merosotnya toleransi antar golongan (SARA) di lingkungan sekolah, keluarga, hingga debat politik sejak pilres 2014, disusul pilgub DKI (2017) dan pilpres 2019.

Seringkali kita menempatkan nasionalisme dan agama di sisi-sisi yang berseberangan. Oleh karena itu perlu ada penguatan paham nasionalisme yang religius untuk memperkuat semua dasar filosofis berbangsa menjadi Ideologis Indonesia, yaitu Pancasila. Kita harus menempatkan penghormatan kepada sistem nilai kebangsaan terhadap nilai-nilai religius itu sendiri.

Sila pertama Pancasila adalah Ketuhanan yang Maha Esa. Nasionalisme yang ada sejalan dengan pikiran dasar keimanan kita. Sebagai bangsa yang memberikan penghormatan kepada nilai keagamaan.

Pancasila dan nasionalisme sejalan kok dengan ajaran agama. Dalam agama Islam terdapat pada QS Al Hujurat ayat 9-13. Kristen: Roma 12:1-21. Katolik tertuang dalam dokumen Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) “Umat Katolik Indonesia dalam masyarakat Pancasila”.

Ajaran Buddha juga memuat Panca Sila yang sejalan dengan Pancasila dan nasionalisme. Agama Hindu juga mengajarkan panca sradha, tattwa asi, vasudewa kuttumbakam, dan tri kaya parisuda. Pun jua agama Konghucu: Kitab Sabda Lun Yu mengajarkan loyalitas kepada negara agar tercapai kesejahteraan rakyat.

Nasionalisme tidak boleh dibiarkan berdiri sendiri. Harus senafas dengan nilai spritual keagamaan termasuk dengan nilai kemanusiaan. Begitulah wajah nasionalisme kita. (*)

 

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) yang dibikin untuk mewadahi sobat julid dan (((insan kreatif))) untuk menulis tentang apa pun. Jadi, kalau kamu punya ide yang mengendap di kepala, cerita unik yang ingin disampaikan kepada publik, nyinyiran yang menuntut untuk dighibahkan bersama khalayak, segera kirim naskah tulisanmu pakai cara ini.

Terakhir diperbarui pada 9 Februari 2022 oleh

Tags: intoleransikemerdekaannasionalismewajah indonesia
Novy Eko Permono

Novy Eko Permono

ArtikelTerkait

Belajar Toleransi Beragama dengan Datang Langsung ke Ambon terminal mojok.co

Belajar Toleransi Beragama dengan Datang Langsung ke Ambon

21 Oktober 2020
nasionalis

Haruskah Menjadi Nasionalis agar Humanis?

22 Agustus 2019
Metallica

Hanya Orang Bodoh yang Percaya Kalau Metallica Beneran Memainkan Indonesia Raya

23 Agustus 2019
Di Cilegon, Lebih Mudah Membangun Tempat Hiburan Malam ketimbang Membangun Gereja

Di Cilegon, Lebih Mudah Membangun Tempat Hiburan Malam ketimbang Membangun Gereja

30 Maret 2024
Bukan Mail, Ternyata Karakter Paling Dewasa dalam Serial Upin Ipin Adalah Susanti susanti upin ipin wn malaysia

Susanti, Sudah Nggak Usah Balik ke Indonesia, kalau Mau Balik, Sehabis Pemilu 2029 Aja

15 Februari 2025
lomba 17-an

Memeriahkan Perayaan Kemerdekaan dengan Lomba 17-an dan Pesta Rakyat

8 Agustus 2019
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

5 Kuliner Madura selain Sate yang Layak Dikenal Lebih Banyak Orang Mojok.co

5 Kuliner Madura selain Sate yang Layak Dikenal Lebih Banyak Orang

28 Desember 2025
Garut Bukan Cuma Dodol, tapi Juga Tempat Pelarian Hati dan Ruang Terbaik untuk Menyendiri

Garut Itu Luas, Malu Sama Julukan Swiss Van Java kalau Hotel Cuma Numpuk di Cipanas

23 Desember 2025
Susahnya Cari Ruang Terbuka Hijau di Palembang, Hiburan Cuma Mal atau Kafe, tapi Lama-lama Bosan dan Bikin Rugi!

Susahnya Cari Ruang Terbuka Hijau di Palembang, Hiburan Cuma Mal atau Kafe, tapi Lama-lama Bosan dan Bikin Rugi!

29 Desember 2025
Derita Jadi Pustakawan: Dianggap Bergaji Besar dan Kerjanya Menata Buku Aja

Derita Jadi Pustakawan: Dianggap Bergaji Besar dan Kerjanya Menata Buku Aja

23 Desember 2025
Eretan Wetan Indramayu, Venesia Jawa Barat yang Nggak Estetik Sama Sekali

Eretan Wetan Indramayu, Venesia Jawa Barat yang Nggak Estetik Sama Sekali

24 Desember 2025
Panduan Bertahan Hidup Warga Lokal Jogja agar Tetap Waras dari Invasi 7 Juta Wisatawan

Panduan Bertahan Hidup Warga Lokal Jogja agar Tetap Waras dari Invasi 7 Juta Wisatawan

27 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Biro Jasa Nikah Siri Maikin Marak: “Jalan Ninja” untuk Pemuas Syahwat, Dalih Selingkuh, dan Hindari Tanggung Jawab Rumah Tangga
  • Didikan Bapak Penjual Es Teh untuk Anak yang Kuliah di UNY, Jadi Lulusan dengan IPK Tertinggi
  • Toko Buku dan Cara Pelan-Pelan Orang Jatuh Cinta Lagi pada Bacaan
  • Kala Sang Garuda Diburu, Dimasukkan Paralon, Dijual Demi Investasi dan Klenik
  • Pemuja Hujan di Bulan Desember Penuh Omong Kosong, Mereka Musuh Utama Pengguna Beat dan Honda Vario
  • Gereja Hati Kudus, Saksi Bisu 38 Orang Napi di Lapas Wirogunan Jogja Terima Remisi Saat Natal

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.