Jika kita membicarakan koruptor, jenis hukuman adalah topik yang paling sering diangkat. Padahal ada topik yang sebenarnya sama pentingnya dan bikin kita dilema: bagaimana sikap kita pada keluarga koruptor tersebut?
Mungkin beberapa dari kita merasa kasihan, karena anggota keluarga tersebut harus ikut kena getah dari tindakan yang mereka tak lakukan. Kasihan karena bisa jadi orang-orang tersebut tak tahu apa yang koruptor tersebut lakukan di belakang mereka. Atau, dosa bapak tidak boleh ditanggung anak, kata beberapa orang.
Bagian yang terakhir sebenarnya lucu. Dosa bapak tidak boleh ditanggung anak, tapi utang boleh. Oke, lanjut.
Tapi beberapa dari kita pasti ada yang tidak mau mengasihani keluarga koruptor. Sebab, mereka menikmati semua uang haram yang jelas bukan hak mereka. Berkata bahwa mereka tidak tahu apa-apa itu begitu aneh. Tidak mungkin mereka tidak tahu, karena jumlah yang dinikmati begitu anomali.
Kalau nggak curiga, antara memang sudah tutup mata atau memang tolol. Ya ada yang beneran nggak tahu sih, tapi itu kayaknya nggak banyak, anomali malah.
Saya sendiri condong untuk tidak memaafkan dan setuju jika semua aset koruptor disita. Saya jelaskan di bawah.
Dosa orang tua tidak bisa ditanggung anak, tapi…
Dosa bapak tidak boleh ditanggung anak, saya setuju. Seorang anak pelaku kriminal tidak boleh ikutan dicap sama hanya karena orang tuanya diputus bersalah. Tapi korupsi, ini beda lagi.
Korupsi ini sistemik. Dan yang dirugikan, jelas tidak mungkin hanya satu orang. Dana yang dikorupsi hampir selalu tentang dana yang berasal dari banyak orang, dan penggunaannya untuk banyak orang juga. Secara ekstrem, saya menganggap koruptor itu jauh lebih keji ketimbang serial killer karena mereka tak hanya membunuh satu, dua, sepuluh orang. Satu generasi bisa mereka “bunuh”.
Perkara hukuman, hukuman yang didapat koruptor kerap lebih lunak ketimbang pelaku kejahatan yang lain. Saya tidak bilang hukuman kejahatan lain harus diperlunak, tidak, justru harusnya hukuman korupsi jauh lebih keras ketimbang kejahatan lain.
Katakanlah kita ambil contoh korupsi Harvey Moeis yang awalnya hanya kena 6 tahun. Meski sudah direvisi dan hukumannya jadi 20 tahun, tapi persepsi publik sudah keburu negatif karena vonis awal dia hanya kena 6 tahun.
Pun hukuman koruptor yang lain tidak ada yang seberat itu. Kebanyakan di angka belasan dan di bawah sepuluh, itu pun mereka menjalaninya di sel yang mewah. Ayolah, ini sudah jadi rahasia umum, nggak usah mengelak.
Jadi, wajar jika orang tak mau memaafkan keluarga koruptor, karena bagaimanapun, hukuman yang mereka terima itu hanyalah kerikil ketimbang keuntungan yang didapat dari hasil kejahatan mereka. Saya pun menganggapnya seperti itu.
Tidak ada hukuman yang kelewat gila untuk koruptor
Hukuman yang ringan akhirnya bikin orang nggak kapok untuk melakukan korupsi. Ya gimana mau kapok, korupsi misal 5 miliar dihukum cuman 5 tahun, yo gas lah. Tapi mosok korupsi cuman 5 miliar? Kecil, tambah pasti.
Maka, permohonan perampasan aset, pemiskinan, bahkan usulan hukuman mati itu sebenarnya adalah upaya agar korupsi dianggap jadi suatu hal yang mengerikan. Ketika hukumannya jelas berat dan dieksekusi dengan mantap, saya pikir orang akan benar-benar berpikir sebelum mengembat duit rakyat.
Niatnya sesederhana itu: memberikan hukuman yang berat agar pelaku berpikir ulang, dan para tersangka dihukum sesuai kejahatannya.
Betul, memang itu terkesan tidak adil pada keluarganya yang tidak tahu apa-apa. Tapi justru itu poinnya, agar para koruptor ini berpikir ulang bahwa konsekuensinya tak hanya menimpa dirinya, tapi juga keluarga yang dia punya. Kalau konsekuensi yang diterima kelewat mudah, saya kira ya nggak akan kelar masalah korupsi ini.
Terima saja fakta bahwa koruptor yang dihukum belum mendapat konsekuensi berat atas pelanggaran mengerikan yang mereka lakukan. bahkan mereka masih mendapat hak menjadi wakil rakyat. Gila kan?
Maka dari itu, kalau keuntungan yang mereka dapat masih segila itu, saya kira rakyat berhak menuntut hukuman yang gila pada koruptor.
Bukan begitu, Pak Prabowo?
Penulis: Rizky Prasetya
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Pengakuan Anak Koruptor: Dunia Politik Itu Keras dan Culas




















