Pada hari ini, tepatnya tanggal 09 September diperingati sebagi hari olahraga nasional. Ada sedikit kekecewaan pada perayaan hari olahraga nasional di tahun ini. Pasalnya, pada tanggal 07 September 2019 Djarum Foundation berencana menghentikan program seleksi beasiswa bulutangkis pada tahun 2020. Tentu, ini menjadi kesedihan bersama—tak terkecuali saya.
Dilansir dari Tirto, keputusan tersebut disampaikan oleh Direktur Program Bakti Olahraga Djarum Foundation, Yoppy Rosimin dalam konferensi pers di Hotel Aston Purwokerto.
Djarum Foundation, sebagaimana diketahui bersama telah melahirkan banyak atlet bulutangkis ternama, tidak sedikit dari mereka yang memberi prestasi di level kejuaraan dunia dalam cabang olahraga tersebut, bagi Indonesia, demi nama harum bangsa. Tentu sangat disayangkan jika seleksi ini dihentikan.
Memang, proses seleksi bisa dilakukan dengan pelbagai cara. Namun, apakah akan se-produktif cara lama yang sudah teruji dan melahirkan bakat sekaligus bibit prestasi bagi Indonesia? Semoga, selalu ada solusi yang jitu dan lebih baik. Sebab, Indonesia masih membutuhkan atlet berprestasi sebagai penerus dari para seniornya terdahulu.
Selain itu, kabar kurang menyenangkan lain juga datang dari dunia sepak bola nasional yang melibatkan suporter timnas. Pada pertandingan babak kualifikasi Piala Dunia 2022 wilayah Asia yang diselenggarakan Kamis, 05 September 2019 lalu, timnas Indonesia harus mengakui keunggulan Malaysia dengan skor akhir 2-3. Laga tersebut sempat berhenti beberapa saat karena ulah oknum suporter Indonesia yang menyerang tribun suporter Malaysia menggunakan botol air mineral dan bom asap, seperti dilansir Goal Indonesia.
Kejadian tersebut juga sempat ramai diperbicangkan di media sosial. Ada yang menyebutkan bahwa, hal itu dilakukan sebagai pembalasan atas perilaku suporter Malaysia yang kurang menyenangkan di masa lalu—dengan menyertakan juga video bendera Indonesia yang diinjak. Ada pula yang masih menceritakan sebagai bentuk balasan dari insiden bendera Indonesia terbalik pada buku panduan Sea Games yang diselenggarakan tahun 2017.
Namun, di media sosial, terpantau lebih banyak yang merasa malu atas perilaku dari sebagian suporter Indonesia tersebut. Tidak peduli bagaimana perlakuan suporter di masa lalu, yang paling penting adalah bagaimana sikap kita—sebagai suporter timnas—di masa kini. Bahkan, banyak pula yang rela jika suporter Indonesia atau PSSI kembali terkena sanksi dari FIFA. Atas kondisi dan situasi beberapa waktu lalu, mungkin tepat jika diberi gambaran “karena ulah suporter setitik, rusak persepakbolaan Indonesia sebelangga”.
Sebagai seseorang yang menikmati pertandingan olahraga, khususnya bulutangkis dan sepak bola, tentu sangat disayangkan ada dua hal yang cukup memiliki pengaruh terbilang besar, yang secara bersamaan terjadi dan sama-sama kurang menyenangkan, ditambah berdekatan dengan perayaan hari olahraga nasional.
Saya yang juga menjadi pendukung salah satu tim sepak bola pun merasa, kericuhan yang seringkali terjadi atas nama gengsi juga dendam rasanya tidak perlu terjadi. Dan kadang kala, masalah yang terjadi pun justru di luar dari sepak bola itu sendiri—soal pribadi—yang dicampur adukkan dengan kondisi di lapangan. Saya pikir, sudah saatnya suporter sepak bola Indonesia berbenah. Menjadi dewasa dan bijak saat mendukung tim kebanggan, baik di level klub atau timnas.
Memang harus diakui, beberapa drama yang terjadi di dalam atau luar lapangan seakan menjadi hal lain juga pembeda, yang membuat sepak bola dan juga intrik dalam olahraga semakin seru dan menarik untuk disimak sekaligus diikuti, tapi tidak perlu rasanya sampai mengorbankan fisik—dari luka-luka hingga hilangnya nyawa. Sudah saatnya menjadikan kembali olahraga sebagai alternatif hiburan juga tontonan menyenangkan bagi para penikmatnya.
Dalam sepak bola, baik suatu klub maupun timnas mana pun pasti sama-sama butuh dukungan dari orang ke-12—suporter—saat bertanding, tapi jika terluka sampai ada korban jiwa, tentu hal tersebut di luar dugaan dan harus menjadi sorotan bersama. Bagaimana bisa suatu pertandingan olahraga yang seharusnya menjadi suka bersama, malah ada bentrok fisik yang menyertainya—sampai dengan adanya korban jiwa.
Pada akhirnya, saya selalu berharap cabang olahraga bulutangkis Indonesia dapat selalu mempertahankan prestasi juga kejayaannya di level dunia. Dan untuk suporter timnas Indonesia juga PSSI, semoga berbenah dan evaluasi menjadi hal utama yang dilakukan agar prestasi dapat mengikuti kemudian. Toh, usaha dan ketekunan untuk menjadi lebih baik tidak akan mengkhianati hasil, kan?
Selamat hari olahraga nasional, Indonesia. Rayakan dengan semangat dan penuh suka cita. (*)
BACA JUGA Cara Menangani Sohibul WhatsApp yang Suka Beralasan Pesan Tertimbun Padahal Memang Sengaja Mengabaikan atau tulisan Seto Wicaksono lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.