ADVERTISEMENT
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Mati Syahid itu Hanya Bonus, Kalau Jadi Tujuan Utama itu Namanya Bunuh Diri

Aly Reza oleh Aly Reza
14 Agustus 2020
A A
Mati Syahid itu Hanya Bonus, Kalau Jadi Tujuan Utama itu Namanya Bunuh Diri MOJOK.CO

Mati Syahid itu Hanya Bonus, Kalau Jadi Tujuan Utama itu Namanya Bunuh Diri MOJOK.CO

Share on FacebookShare on Twitter

Sore itu hujan turun sangat lebat. Ditambah angin yang berhembus ugal-ugalan dan petir yang memekakkan telinga membuat suasana jadi makin mencekam. Sementara itu Misbah hampir saja nekat menerobos cuaca buruk tersebut karena hendak menghadiri majelis bulanan Kiai Basori di pusat kabupaten. Pikirnya kalau kesamber geledek itungannya mati syahid, kok.

Baru saja dia menstarter motornya dan bersiap mengenakan jas hujan, Kang Salim dengan tegas mencegahnya.

“Tunggu reda saja, Mis. Terlalu bahaya kalau kamu nekat.”

“Duh, tapi kayaknya kalau ditunggu-tunggu, hujan badai ini nggak bakal reda deh, Kang.”

“Ya kalau emang kenyataannya gitu, ya udah tho, Mis, nggak usah berangkat dulu nggak apa-apa,” Kang Salim menyarankan. “Bulan depan insyaallah masih ada kesempatan lagi.”

“Wah ya nggak bisa gitu, Kang. Kalau buat perkara baik, ngapain harus ditunda-tunda,” sanggah Misbah.

Misbah telah beres mengenakan jas hujannya, baru saja dia menuntun motornya sampai pekarangan, tiba-tiba kilat menyala terang sekali diikuti gelegar suara guntur yang luar biasa dahsyat. Dari raut wajahnya, tampak sekali Misbah jadi agak bimbang.

“Gimana, masih nekat mau berangkat?” Goda Kang Salim.

“Iya lah, Kang. Hujan badai bukan alasan buat nggak ngaji.”

“Haduh, Mis, Mis. Terus misalnya kamu kesamber petir di tengah jalan, kan ya akhirnya nggak bisa ngaji juga,” seloroh Kang Salim.

“Justru itu, Kang. Kemungkinan kesamber petir pasti ada wong cuacanya kayak gini,” Misbah enteng menanggapi. “Tapi kan nggak apa-apa tho, malah dihitung mati syahid lah kalau gitu. Mati dalam perjalanan menuju kebaikan.”

Kang Salim malah cengar-cengir mendengar tanggapan kawan baiknya itu.

“Ya udah, silakan aja kalau mau tetep berangkat. Tapi dulu itu ya, Mis, pas Madinah sedang diguyur hujan badai, Kanjeng Nabi malah menganjurkan orang-orang Madinah untuk salat di rumah aja. Nggak ke masjid dulu,” ucap Kang Salim sambil berlalu masuk ke dalam rumah.

“Poinnya, salat di masjid itu perkara baik. Berangkat majelisan juga perkara baik. Tapi kalau ada sesuatu yang kiranya berpotensi membahayakan diri sendiri, sepertinya Kanjeng Nabi malah menyuruh kita buat membatalkan dulu nggak apa-apa. Nggak dosa juga, kok. Malah statusnya  bisa jadi lebih afdal menahan diri di rumah ketimbang berangkat majelisan dalam situasi kayak gini. Kan mempertahankan nyawa itu perkara wajib. Iya nggak, Mis?”

Bayangan Kang Salim sudah lenyap dari ambang pintu. Sementara butuh waktu setengah menit kemudian bagi Misbah untuk mencerna kalimat-kalimat yang baru saja dilontarkan Kang Salim.

Setelah tersentak kesadarannya, Misbah langsung melepaskan jas hujannya, memarkir motor ke tempat semula, lantas menyusul Kang Salim ke dapur yang sedang memasak air untuk membuat wedang jahe sebagai penghangat.

“Loh, Mis, katanya mau mati syahid?” Gojlok Kang Salim.

“Nah, itu yang mau saya tanyakan ke sampeyan, Kang. Jadi….”

“Gini, Mis,” seolah tahu arah pertanyaan Misbah, Kang Salim langsung memotong. “Kamu tahu kalau terjun bebas dari gedung lantai lima itu kemungkinan besar bikin kamu modyar. Nah, kalau tetep kamu lakuin dan kamu bener-bener tewas karena itu, disebutnya apa, dong?”

“Ya…bunuh diri, Kang.”

“Persis,” respons Kang Salim sambil meracik dan mengaduk-aduk wedang jahe dalam gelas. “Kamu itu udah tahu kalau hujan petir begini berpotensi bikin kamu kesamber petir. Catat, kamu udah tahu risiko itu. Tapi kalau kamu nekat nerobos, ya itu sama dengan bunuh diri, Mis. Yang dihitung Gusti Allah bisa-bisa bukan mati syahid karena mau pergi majelisan. Tapi malah kesemberonoan kamu, alias dihitung mati bunuh diri. Dan itu dosa karena kamu telah mengabaikan kewajiban mempertahankan nyawa.”

“Ta…tapi, Kang. Bagaimana dengan setiap perang yang pernah dilakukan Kanjeng Nabi bersama para sahabatnya?” sangkal Misbah belum terima. “Soalnya para mujahid ini kan berani turun ke gelanggang perang atas iming-iming mati syahid, Kang. Apakah kematian mereka juga disebut sebagai mati bunuh diri? Karena seolah-olah mereka ini setor nyawa biar bisa mati syahid. Karena itu yang mereka cita-citakan.”

Kang Salim malah terkekeh mendengar ucapan Misbah. Tapi dia tak langusung menjawab. Kang Salim menyodorkan satu gelas wedang Jahe untuk Misbah. Dan keduanya kini duduk bersebelahan di meja makan.

“Ada mispemahaman tentang perang di masa lalu.”

“Gimana tuh, Kang?”

“Gini, dulu itu para sahabat dan para mujahid Islam itu memandang mati syahid bukan sebagai tujuan utama. Tapi semata hanya bonus. Tujuan utama ya gimana caranya Islam harus menang. Dan agar Islam menang, mereka harus berusaha agar nggak terbunuh selama perang.”

“Oh jadi seandainya saja para sahabat dan mujahid Islam ini menganggap mati syahid adalah tujuan utama, maka otomatis mereka malah terkesan nyah-nyoh sama musuh. Malah kayak-kayak nyerahin nyawa buat segera dibunuh. Biar dapet mati syahid. Tapi nyatanya mereka justru berperang habis-habisan, bukan pasrah-pasrahan.” Misbah mulai menangkap penjelasan dari Kang Salim.

“Yak, betul sekali,” Kang Salim memberi dua jempol untuk kawan baiknya itu. “Karena seumpama saja saat itu mereka berlaku demikian, maka mereka bakal menanggung dua dosa besar sekaligus. Pertama, dosa bunuh diri karena menyerahkan nyawa cuma-cuma ke tangan lawan. Kedua, dosa karena telah dengan sengaja membuat pasukan Islam kalah. Ya iya, tho, sebab karena mereka sengaja memilih segera mati, akhirnya pasukan Islam makin susut. Dan gara-gara itu akhirnya Islam jadi bulan-bulanan. Ini kalau ngomongin konteks perang masa itu loh, ya, Mis.”

“Waduh, tapi kayaknya mispemahaman kayak gini udah kadung menjangkiti pola pikir masyarakat muslim saat ini deh, Kang. Rata-rata kalau ngomongin mati syahid, kesannya ya malah setor nyawa, alias bunuh diri. Kayak saya ini,”

“Ada satu kasus lagi, Mis. Mmmm ada riwayat yang menyebut beberapa hal yang masuk kategori mati syahid. Nah, salah satunya yaitu mati karena tenggelam. Pas tahu kayak gitu, misalnya ada orang sengaja menenggelamkan diri biar dapet mati syahid, kira-kira bagaimana?”

“Wah iya juga ya, Kang. Harus ada kausalitasnya juga. Kayak misalanya ada orang mati tenggelam karena kepeleset abis mabok. Bakal gimana tuh, hukum mati tenggelamnya?”

Tak ada kalimat keluar dari keduanya, mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing. Hanya suara hujan dan petir bersahut-sahutan yang masih terdengar.

*Diolah dari penjelasan Gus Baha dan Prof. Quraish Shihab

BACA JUGA Lagu Dangdut: Satu Lagu Sejuta Penyanyi dan tulisan Aly Reza lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

 

Terakhir diperbarui pada 14 Agustus 2020 oleh

Tags: Bunuh Dirimajelismati syahidperang
Aly Reza

Aly Reza

Muchamad Aly Reza, kelahiran Rembang, Jawa Tengah. Penulis lepas. Bisa disapa di IG: aly_reza16 atau Email: [email protected]

ArtikelTerkait

VOC Pernah Memakai Senjata Biologis di Jakarta, dan Senjata Tersebut Adalah Tahi!

VOC Pernah Memakai Senjata Biologis di Jakarta, dan Senjata Tersebut Adalah Tahi!

26 Februari 2024
This War of Mine

This War of Mine: Gim Perang Anti-Perang

29 November 2021
Jika PNS Ikut Berperang, Ini yang Bakal Terjadi Terminal Mojok.co

Jika PNS Ikut Berperang, Ini yang Bakal Terjadi

10 Maret 2022
Pangeran Diponegoro dan Perjalanannya Sebelum Perang Jawa raden mas mustahar sejarang belanda penjajahan terminal mojok.co

Perjalanan Pangeran Diponegoro Sebelum Perang Jawa

12 September 2020
7 Tontotan Anti Perang untuk Pengingat Pahitnya Masa Perang Terminal Mojok.co

7 Tontonan Soal Perang untuk Pengingat Pahitnya Masa Perang

28 Februari 2022
Selisih Kecepatan Rata-rata Salat Tarawih di Desa Saya dan Tempat Saya Kuliah terminal mojok.co

Menerapkan Strategi Perang Sun Tzu dalam Perang Sarung

11 Mei 2020
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
Pareidolia dan Dugaan Gambar Salib di Logo HUT RI MOJOK.CO

Pareidolia dan Dugaan Gambar Salib di Logo HUT RI

Kalau Bukan Ekskul Wajib, Saya Nggak Akan Kenal Pramuka MOJOK.CO

Pramuka itu Keren, Asal Nggak Ada Perpeloncoan Nggak Manusiawi

harmoko pop cengeng mojok

Harmoko Adalah Sebenar-benarnya Snob Musik Indonesia

Terpopuler Sepekan

Ironi Kabupaten Blora: Menerima Mie Gacoan dengan Tangan Terbuka, tapi Mati-matian Menolak UNY, Lebih Penting Hiburan ketimbang Pendidikan!

Ironi Kabupaten Blora: Menerima Mie Gacoan dengan Tangan Terbuka, tapi Mati-matian Menolak UNY, Lebih Penting Hiburan ketimbang Pendidikan!

18 Mei 2025
Banyak Tugu di Bangkalan Madura Jadi Tak Bermakna karena Pemerintahnya Tak Bisa Kerja Mojok.co

Bangkalan Madura, Gambaran Nyata Kawasan Metropolitan Paling Gagal, Bukannya Berkembang Malah Makin Timpang

18 Mei 2025
Malang Terasa Lebih Nyaman Saat Saya Masih Jadi Mahasiswa daripada Jadi Wisatawan

Malang Terasa Lebih Nyaman Saat Saya Masih Jadi Mahasiswa daripada Jadi Wisatawan

18 Mei 2025
4 Derita yang Saya Rasakan Saat Tinggal di Dekat Jalan Raya Jogja-Solo

4 Derita yang Saya Rasakan Saat Tinggal di Dekat Jalan Raya Jogja-Solo

19 Mei 2025
BRT Trans Jateng Rute Wonogiri-Solo, Transportasi Murah untuk Kaum Pekerja, Cukup 1000 Rupiah, Bisa ke Solo dengan Nyaman!

BRT Trans Jateng Rute Wonogiri-Solo, Transportasi Murah untuk Kaum Pekerja, Cukup 1000 Rupiah, Bisa ke Solo dengan Nyaman!

18 Mei 2025
4 Cara Cerdik Berwisata ke Dufan Ancol Jakarta biar Nggak Rugi Mojok.co

4 Cara Cerdik Berwisata ke Dufan Ancol Jakarta biar Nggak Rugi

24 Mei 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=Zbmdu5T4vVo

DARI MOJOK

  • Kampus di Bawah Kementerian Pertahanan Tak Membuat Saya Menyesal Melepas Beasiswa S2 dari UGM buat Jadi Dosen
  • Tinggal di Kos Dekat UPN Jogja: Murah tapi Mewah, Fasilitas bikin Iri Penghuni Kos Rp700 Ribu
  • Siswa “Terpintar” SMA Sombong Bakal Lolos Mudah ke PTN, Berakhir Kuliah di Kampus Tak Terkenal setelah Dua Tahun Gagal UTBK
  • Butuh Gaji Rp15 Juta untuk Hidup Nyaman di Jakarta, Perantau yang Miskin Kudu Rela Tinggal Bersama Kecoa-Tikus dan Melahap Makanan Sisa
  • Perkara Transportasi Wisata, Jogja Sangat Tidak Kreatif dan Perlu Belajar dari Cara Surabaya Mengelola Trans Jatim Bus Jaka Tingkir
  • Terkucilkan dari Acara Kelulusan Sekolah karena Nunggak SPP, Lemah Ekonomi Jadi Objek Diskriminasi

AmsiNews

  • Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.