Memiliki sikap qanaah atau lapang dada itu sebenarnya bisa membuat hidup jadi lebih tenang. Karena segala pemberian dari Sang Maha Pemberi itu perlu diterima dengan lapang dada dan kepasrahan yang hakiki. Maka dari itu, jangan heran kalau pemerintah Indonesia sampai sekarang masih tenang-tenang saja menghadapi pandemi Corona yang makin menjadi. Ya karena jajaran yang mengisi pemerintahan negara tercinta kita ini sudah kelewat aonaah, terlalu nerimo ing pandum terhadap segala bentuk pemberian. Entah itu baik atau pun buruk, pokoknya yang paling penting punya sikap qanaah aja dulu.
Terlebih, memang beginilah seharusnya kita bersikap terhadap segala hal. Kita mestinya punya sifat qanaah, nerimo ing pandum, yang kebetulan diborong semua oleh jajaran pemerintahan negara tercinta kita ini. Nggak cuma nerimo ing pandum, pemerintah bahkan juga pasrah ngalah aja pada keadaan dengan cara mengajak para rakyat untuk berdamai dengan Corona.
Mosok punya sifat qanaah dan pasrah pada keadaan malah dibenci, dikritisi, dikecam, dan dibilang yang enggak-enggak oleh rakyat sendiri? Itu kan nggak banget. Itu namanya kita ini rakyat yang nggak menghargai pemerintah sama sekali. Dasar, rakyat durhaka!
Jadi, nggak perlulah kita yang nggak punya sifat qanaah ini protes sana sini apalagi membandingkan pemerintah dan rakyat Indonesia dengan negara lain atau segala macam hal lain yang bersangkutan. Apalagi mengajari pemerintah untuk menerapkan petuah Jawa eling lan waspodo. Halah, apa itu eling lan waspodo? Nggak perlu babar blas, karena petuah nerimo ing pandum lebih menjanjikan dan lebih irit tenaga. Karena yang perlu ditekankan adalah sikap nerimo, nerimo, nerimo.
Kita juga nggak usah iri terhadap negara lain yang sudah bersih dari Corona atau minimal bisa mengendalikan virus tersebut. Cuma buang-buang waktu untuk hal-hal nggak berfaedah. Hanya mencerminkan kalau hati kita ini hanya dipenuhi kedengkian tanpa ujung. Pokoknya jangan begitu. Karena sikap yang perlu kita terapkan hanyalah sikap qanaah, qanaah, dan qanaah. Nerimo ing pandum, nerimo ing pandum, nerimo ing pandum.
Malah kalau perlu, kita ini seharusnya meneladani sikap nerimo ing pandum dan pasrah ngalah-nya pemerintah, bukannya menuntut ini itu ke mereka. Nggak usah pula ngatain goblok kepada rakyat yang ngikut sikap nerimo ing pandum tersebut, yang dengan entengnya bilang kalau sudah waktunya mati, mereka pasti akan mati. Makanya nggak usah ngatain aneh-aneh orang kayak gitu, kalau kita nggak punya wewenang apalagi nggak punya gaya sultan apa-apa yang bisa menunjang sikap nerimo ing pandum. Pokoknya jangan!
Justru sebagai orang yang sama sekali nggak punya sikap nerimo ing pandum, kita ini sebetulnya cuma perlu mencontoh mereka yang telah dinobatkan sebagai manusia paling nerimo ing pandum di muka bumi ini. Begitu doang kok, Mylov. Ngikutin mereka tuh apa susahnya, sih? Nggak ada susahnya! Gampange poool-polan.
Kalau pun nggak bisa mencontoh, ya paling nggak jangan banyak komentar tentang mereka yang sudah punya bekal yang cukup untuk dipamerkan dibanggakan di depan publik. Emangnya kita, yang belum pernah melakukan apa-apa untuk negara, tapi sudah sering ngegas-ngegas nggak jelas?
Mestinya kita malu dong kepada mereka yang sudah banyak berkorban harta demi eksistensi diri orang lain. Mestinya kita malu juga terhadap mereka yang masih punya banyak waktu dan harta untuk bergaya hidup bagaikan anak sultan. Itu kan jalan hidup mereka yang harus diterima dengan sikap qanaah, karena segala kebutuhan mereka yang sangat urgent itu harus dipenuhi saat ini juga. Masa, gitu aja diprotes?
Tapi kan mereka melakukan itu semua cuma buat nyari sensasi demi like, komentar, dan nambah pengikut doang!
Yaelah, ngomong gituan karena iri, kan? Saudara-saudara, sensasi yang mereka bikin untuk menambah jumlah like, komentar, bahkan follower dan subscriber itu emang salah satu kontribusi besar mereka terhadap kemajuan bangsa dan negara. Hal-hal tersebut mestinya kita sembah dan agung-agungkan. Masa, gitu aja nggak paham? Dasar, rakyat durhaka yang gagap terhadap rasa qanaah!
Karena nyatanya tindakan orang-orang semacam itu sebetulnya penuh dengan filosofi yang begitu mendalam dan sarat akan makna kehidupan. Kita hanya tinggal menularkan nasihat yang mereka sampaikan melalui tindakan itu. Kira-kira isinya begini: “Kamu itu harus berdamai dengan virus Corona, sebagai wujud dari sikap nerimo ing pandum. Kamu harus qanaah meskipun terpapar virus Corona, karena yang menentukan hidup dan mati hanya Allah SWT. Kamu pun harus rela nggak bisa makan, demi memperoleh dan menonjolkan sikap qanaah pada dirimu. Kalau kamu lapar, lihat saja orang macam saya yang mampu membeli dan makan Oreo Supreme yang langka dan mahal. Dengan begitu, kamu auto jadi orang qanaah, orang yang nerimo ing pandum, dan itu berpahala.”
Asal kita tahu, dengan pemerintah bersikap qanaah, nantinya virus Corona bisa minggat sendiri. Dengan bersikap nerimo ing pandum ketika melihat orang makan oreo supreme, kita bisa kenyang sendiri. Dengan melihat orang tertawa di atas penderitaan jutaan manusia, bisa bikin kita kaya raya juga. Logika sederhana penganut sikap qanaah garis keras seperti mereka menunjukkan hal demikian, masa kita masih nggak paham-paham juga???
Jadi, kita ini nggak usah memperotes pemerintah dan sebagian rakyat yang punya sikap kelewat qanaah. Karena qanaah itu nggak dosa, sekalipun mengancam keselamatan jutaan orang. Nggak perlulah kita ngajarin mereka untuk eling lan waspodo serta ikhtiar duluan, baru nerimo ing pandum. Mereka pasti lebih paham akan hal tersebut, tapi memilih qanaah dulu baru ikhtiarnya belakangan. Pokoknya yang paling penting itu qanaah, qanaah, qanaah. Nerimo ing pandum, nerimo ing pandum, nerimo ing pandum.
Pihak-pihak yang maunya berikhtiar dan eling lan waspodo, nggak cocok banget bersanding dengan pemerintah beserta sebagian rakyat yang qanaah dan nerimo ing pandum yang kebetulan dibawa oleh manusia bergaya sultan. Karena kesenjangan pola pikir semacam ini hanya akan bikin orang yang sudah ikhtiar untuk makin ikhtiar, yang qanaah makin qanaah.
BACA JUGA Berdamai dengan Corona Sama Saja Berdamai dengan Pemerintah Inkompeten atau tulisan Lestahayu lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.