Sudah saya ramal, Bangkalan Madura akan sulit memperoleh pemimpin yang punya pikiran kritis, kreatif, dan solutif dalam menyelesaikan masalah. Makanya, maklum saja jika warga di kabupaten ini bertahun-tahun tetap sengsara dan merana. Salah satu yang terbaru, bupati tercinta kami akan menjadikan Kecamatan Kamal sebagai ikon pendidikan kabupaten ini. Hadeh!
Alasan di balik rencana itu kurang masuk akal dan kurang kuat. Hanya karena kecamatan ini memiliki Universitas Trunojoyo Madura (UTM), menurut saya, Kecamatan Kamal tidak bisa serta merta bisa dijadikan ikon pendidikan Bangakalan. Memang di tempat ini berdiri satu-satunya perguruan tinggi di Madura, tapi banyak sekali persoalan di sekitarnya yang perlu dipertimbangkan ulang sebelum ditetapkan jadi ikon pendidikan.Â
Daftar Isi
Angka putus sekolah di Bangkalan masih tinggi
Inilah sikap yang kerap dimiliki pemerintah kita, selalu mendongak ke atas, dan jarang melihat ke bawah. Memang betul, kondisi pendidikan di Kecamatan Kamal Bangkalan Madura lebih unggul dari kecamatan lainnya. Selain menjadi lokasi berdirinya UTM, Anak Tidak Sekolah (ATS) kecamatan ini juga menjadi yang terendah di Bangkalan, yakni hanya 259 siswa.
Akan tetapi, cobalah pemerintah melihat sejenak ke bawah. Apa pemerintah sadar, kalau 50 kilometer dari kantornya ada Kecamatan Kokop yang ATS-nya hampir menyentuh seribu (991 siswa). Lalu, di Kecamatan Tanah Merah ada 1.023 anak, di Kecamatan Geger ada 1.006 anak. Bahkan, di Kecamatan Galis ada 1.417 anak tidak sekolah.
FYI, Bangkalan Madura ini juga menjadi kabupaten ketiga tertinggi anak putus sekolah di Jawa Timur, yakni 13.785 anak.
Nah, ide Kecamatan Kamal dijadikan sebagai ikon pendidikan Bangkalan apakah akan menjawab masalah itu, Pak/Bu. Atau emang sengaja aja mau nyembunyiin realitas pendidikan di Bangkalan di bawah pendidikan Kecamatan Kamal?
Kawasan pendidikan hanyalah omon-omon
Menurut saya, alasan Kecamatan Kamal akan dijadikan sebagai ikon pendidikan adalah penyimpulan solusi atas masalah yang terlalu cepat. Kecamatan Kamal masih jauh dari kata ideal untuk dijadikan sebagai kawasan pendidikan. Pertama, aksi curanmor yang kerap terjadi di lingkungan Kecamatan Kamal, banyak mahasiswa yang menjadi sasaran aksi ini.
Kedua, akses masuk ke kawasan Kamal juga belum sempurna, terutama masalah penerangan jalan yang memancing aksi pembegalan.
Alasan selanjutnya, ruang akademik di Kecamatan Kamal hanya tertutup di lingkungan universitas, belum ke luar secara menyeluruh. Misalnya, sampai saat ini pun, belum ada toko buku atau perpustakaan umum di Kecamatan Kamal yang dapat mendukung pustaka mahasiswa. Tak jarang, mahasiswa disana lebih memilih untuk membeli langsung ke Surabaya.
Ini berbanding terbalik dengan usaha cafe dan warung kopi yang begitu pesat pertumbuhannya. Bahkan, warkop-warkop di lingkungan Kamal semakin malam semakin ramai oleh mahasiswa. Pokoknya timpang. Banyak warkop untuk diskusi, tapi perpustakaan sebagai pondasinya belum ada sama sekali.
Makanya, saya bilang, Kecamatan Kamal belum cocok jadi ikon pendidikan!
Lebih baik permudah akses pendidikan
Yah, daripada capek-capek menghabiskan dana dan tenaga untuk membangun kawasan ikon khusus pendidikan, lebih baik Bangkalan Madura itu perbaiki kawasan lain yang sudah jauh tertinggal. Monggo pak/bu, masyarakat pelosok dan pinggiran juga perhatikan. Jangan melulu lihat ke atas.
Data yang saya tunjukkan hanyalah data angka Anak Tidak Sekolah (ATS), bagaimana dengan data lainnya. Rata-rata lama sekolah yang rendah, disusul pula oleh harapan lama sekolah yang juga paling rendah sekabupaten/kota di Jawa Timur. Pokoknya mengenaskan kondisi kabupaten ini.
Dengan kondisi demikian, tentu saja bikin kawasan khusus pendidikan hanyalah ide ngalor ngidul. Saya pun meramal, bukannya malah makin berkembang, kawasan khusus pendidikan ini hanya akan memperlebar wajah ketimpangan Bangkalan Madura. Warga kecamatan ini adalah manusia-manusia berpendidikan, sementara warga kecamatan sana manusia-manusia tertinggal.
Kan aneh gitu, yang sudah maju makin dikembangkan, eh yang tertinggal malah makin dianaktirikan!
Penulis: Abdur Rohman
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Derita Menjadi Orang yang Lahir di Madura dan Memikul Citra Buruk, tapi Saya Tidak Pernah Menyesal
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.