Bangkalan Madura ini berusaha jadi metropolitan, tapi malah makin terlihat seakan jadi pesakitan
Kalau kita belajar tentang konsep kawasan Metropolitan, mungkin pemahaman yang kita dapatkan adalah kumpulan wilayah kabupaten/kota dengan satu kota inti. Kabupaten/kota yang berada di pinggiran akan menjadi penyangganya. Nah, kawasan ini akan bersama-sama mendorong pertumbuhan ekonomi skala besar di wilayah tersebut.
Namun, tak semua kawasan metropolitan berjalan sebagaimana idealnya. Salah satu yang saya maksud adalah Bangkalan Madura sebagai bagian dari kawasan metropolitan Gerbangkertosusila (Gersik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, dan Lamongan). Tak seperti kawasan lainnya yang sama-sama berkembang dan semakin maju, kabupaten tercinta saya ini malah terasa semakin tertinggal.
Jalan raya di Bangkalan Madura minim penerangan
Untuk merasakan betapa jauhnya Bangkalan Madura dengan kawasan lainnya, tak perlu jauh-jauh mengecek data. Kita bandingkan saja bagaimana perbedaan suasana setelah keluar/masuk Jembatan Suramadu. Perbandingan antar Bangkalan Madura dan Surabaya sangat terasa jauh. Misalnya, masalah penerangan lampu di jalan raya. Sungguh, bagai bumi dan langit!
Di Bangkalan Madura, ketika pengendara masuk kawasan kabupaten ini, lampu penerangan jalan raya akan sangat minim. Mungkin, tak sampai 2 kilometer dari pintu masuk Suramadu, jalanan akan kembali gelap. Beberapa karena tidak ada lampunya, beberapa memang karena lampunya sudah tidak menyala. Entah apakah memang tidak ada anggarannya, atau gimana?
Sebagai wilayah yang katanya masuk kawasan METROPOLITAN, tentu ini sangat memalukan. Baru di pintu masuk saja sudah tidak menunjukkan adanya kehidupan, apalagi masuk ke pedalaman. Haduh, kayak nggak ada peradaban!
Baca halaman selanjutnya: Tidak ada nuansa kotanya sama sekali…