Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Olahraga

Masalah di Balik Hobi Pemerintah Beri Bonus Besar ke Atlet Juara

Diana Fitriani oleh Diana Fitriani
16 Agustus 2021
A A
Masalah di Balik Hobi Pemerintah Beri Bonus Besar ke Atlet Juara mojok.co
Share on FacebookShare on Twitter

Kesenjangan nilai bonus atlet dan anggaran pembinaan gambarkan orientasi pemerintah yang mikirnya hasil tapi nggak mau ngurus proses.

Saya mengerti mengapa atlet sering dikultuskan dan dianggap heroik. Meskipun saya meyakini pekerjaan lain ada pula yang tak kalah keras menuntut perjuangan, kompetisi olahragalah yang secara simbolis memberi gambaran sangat lengkap soal apa itu “berjuang”. Segala determinasi, mentalitas, jatuh bangun, dst., dst. komplet tersaji lewat perjalanan para atlet menjadi juara.

Secara psikologis, pertandingan olahraga juga bisa dengan gampang membuat penonton terpengaruh dan merasakan energinya. Jika pada akhirnya atlet yang menang di kompetisi olahraga besar sampai dianggap menyatukan bangsa dan kemudian diberi apresiasi besar-besaran, saya maklum.

Apresiasi itu bentuknya bervariasi. Ada yang memberi sumbangan kata atau sekadar ikut menangis. Ada juga memberikan bonus materiil sederhana sampai yang besar-besaran. Yang terakhir ini kembali kita saksikan dilakukan pemerintah ketika ganda putri badminton Indonesia Greysia/Apriyani meraih medali emas Olimpiade Tokyo.

Tapi, ya sudah selayaknya hukum alam, adanya pengeluaran besar-besaran dari kas bersama mau nggak mau bikin pejuang di bidang lain jadi membanding-bandingkan. Pos Instagram sutradara Ifa Isfansyah ini contohnya. Berita insentif bombastis negara untuk para atlet yang menang Olimpiade membuat Ifa teringat sastrawan Eka Kurniawan yang pernah menolak hadiah uang Rp50 juta dari negara karena jumlahnya jomplang dibanding hadiah atlet Asian Games yang besarnya Rp250 juta-Rp1,5 miliar.

 

View this post on Instagram

 

A post shared by Ifa Isfansyah (@ifa_isfansyah)

Baca Juga:

PBSI Bikin Acara Intimate Talk, Ceritanya Mau Saingan sama Akun Gosip nih?

Dear Pengurus PBSI, kalau Nggak Bisa Introspeksi, Mending Undur Diri, daripada Jadi Beban

Pasti ada yang merasa Mas Ifa seperti orang yang kurang senang atas rejeki orang lain. Tenang saja, Mas Ifa, nggak perlu merasa jadi “orang paling dengki” sendirian. Sebab, kami penggemar bulu tangkis juga merasakan hal demikian ketika melihat cabang olahraga lain di Indonesia. Kami pun sama merasa kesenjangan ini adalah persoalan.

Dari membaca berita serta menggabungkannya dengan pengetahuan pribadi, saya langsung bisa menunjuk di mana masalahnya. Dalam berbagai berita, jelas sekali bahwa bonus uang diperlakukan sebagai booster agar atlet meraih prestasi tinggi. Ayo menang biar dapat uang, kurang lebih seperti diimbau begitu. Kelihatannya memang apresiatif, tapi sebenarnya bermasalah.

Sebagai pihak yang bertanggung jawab melakukan pembinaan, membangun fasilitas, dan memfasilitasi bakat olahraga, pemerintah justru memosisikan dirinya sebagai pemberi hadiah. Orientasinya bukan lagi proses, tapi hasil. Nggak heran sesudah seremoni penuh gegap gempita, para atlet itu harus kembali ke kondisinya semula, tak punya gelanggang olahraga (GOR) bagus yang bahkan untuk latihan saja fasilitasnya pas-pasan.

Jadi, jangankan antara olahraga dan seni seperti yang disorot Mas Ifa, dalam pembinaan olahraga sendiri kesenjangannya begitu nyata. Kisah sedih cabor angkat besi yang dapat dana pembinaan pas-pasan misalnya, bisa dibaca di sini. Anda bayangkan, olahraga yang rutin memperoleh medali seperti angkat besi, pelatnasnya bahkan tak memiliki tempat latihan sendiri.

Keberadaan GOR bagus adalah impian saya sebagai penonton. Bukan hanya biar nyaman mengikuti pertandingan, dengan adanya GOR berstandar internasional, terutama di daerah, semakin besar peluang kami menyaksikan pertandingan internasional. Sebab, pihak penyelenggara di Indonesia juga akan lebih leluasa mengajukan penyelenggaraan turnamen dari level rendah hingga tinggi.

Dari sisi pemain, adanya GOR yang bagus juga membuat mereka lebih mudah menjangkau kompetisi internasional demi mengasah kemampuan dan bersaing dengan pemain-pemain sedunia. Apalagi tak semua klub punya pendanaan yang kuat untuk aktif mengirimkan pemain ke luar negeri.

Sedih sebenarnya. Selama bertahun-tahun badminton berprestasi, kebutuhan akan GOR yang bagus di daerah tetap saja belum terpenuhi. Masih saja ada cerita atlet berpotensi yang kesusahan ikut kompetisi “hanya” karena nggak punya biaya untuk berkompetisi di Ibu Kota. Sementara itu, dari cabor tetangga sudah ada kasak-kusuk pembangunan stadion baru. Hmmm.

Pada akhirnya, bonus secara besar-besaran menjadi jalan ninja pemerintah Indonesia agar kelihatan kontributif. Biayanya lebih murah ketimbang harus mengiringi proses pemain menjadi juara dengan menyiapkan hal yang fundamental. Kalau mau mencontohkan badminton, apa jadinya cabor ini jika prosesnya badminton tidak disokong penuh oleh swasta, baik untuk pembinaan, pengiriman pemain, bahkan pengadaan turnamen? Ada sih beberapa BUMN yang terlibat melakukan pembinaan, tapi ya nggak sekenceng swasta yang terbukti punya royalitas dan loyalitas hingga berdekade! 

Jadi, mengapa negara2 kuat Olimpiade, tdk memberikan bonus jor2an kpd atlet peraih emas #Tokyo2020 ?

Ya karena negeri2 itu sudah berinvestasi jor2an pd pembibitan, pembinaan, bikin tempat latihan modern dan mahal, fasilitas kelas dunia, dan gaji besar kpd banyak atletnya. pic.twitter.com/VQe1fPq55O

— A. Ainur Rohman (@ainurohman) August 4, 2021

Badminton Indonesia memang dilindungi Dewi Fortuna, beruntung karena punya sejarah panjang, tradisi, dan sokongan konglomerat sehingga pendanaannya relatif mandiri. Kalau tidak, mungkin nggak ada ceritanya kita rutin bangga jadi WNI sampai menangis di depan di televisi saban beberapa tahun sekali. 

Tapi bahkan sokongan pemerintah untuk badminton tak terlalu memuaskan. Februari tahun lalu Kabid Binpres PP PBSI Susy Susanti sendiri yang bilang, anggaran pelatnas bulu tangkis untuk persiapan Olimpiade lebih mirip orang mau ikut SEA Games. Dari pengajuan anggaran Rp40 miliar, yang dikucurkan Kemenpora hanya Rp14 miliar. Ingat, ini cabor satu-satunya yang rutin menyumbangkan emas selama beberapa dekade loh. Posisinya sudah pasti mereka akan diberi target emas. 

Jika bulu tangkis saja dibegitukan, apalagi cabor lain yang privilesenya jauh di bawah. Jangankan terfasilitasi, beberapa cabor bahkan masih harus bergelut dengan dualisme kepemimpinan dan kepentingan politik. Sepertinya, di mata pemerintah semua cabor selain sepak bola memang dianggap sepele.

Jelas, kan? Pemerintah memang lain di depan, lain di belakang. Sementara mereka terlihat dermawan dengan memberi banyak bonus, pada prosesnya ya tetap mengesampingkan kepentingan atlet. Yah, kalau mengingat tabiat pemerintah yang suka melimpahkan proyek untuk kemudian dibayar belakangan, berharap penyedia jasa punya duit sekebon buat meng-cover, nggak heran sih. Meskipun nggak maklum juga.

Pada akhirnya, menanggapi pertanyaan soal bonus besar nggak bisa berakhir dengan melabeli orang lain sebagai tukang iri, atau menuding ada yang dianakemaskan. Bahkan untuk sepak bola yang kelihatan paling diperhatikan, masih ada selipan perasaan kasihan pada potensi mereka karena kekacauan manajemen dan campur aduk politik. Ketimbang melihatnya dengan kacamata sinis pada keberuntungan orang lain, saya memilih menilai kesenjangan ini akibat kondisi yang nggak ideal sejak dari proses.

Kalau saja tiap cabor di Indonesia terurus secara profesional, perolehan medali merata, dan nggak hanya cabor itu-itu saja yang jadi bintangnya, yakin deh pemerintah nggak bakal butuh bikin sesuatu yang bombastis demi kelihatan baik-baik saja. Hehe. 

Apabila penggemar cabor lain saja bisa kesal pada sepak bola karena terus-terusan mendapat prioritas, wajar saja sektor lain di luar olahraga merasakan hal yang sama. Benturan semacam ini sungguh bikin nggak nyaman, apalagi konteksnya mereka sama-sama berjuang, baik itu menang kejuaraan maupun festival. Bahkan bagi saya yang sekadar menuliskan masalah bonus atlet pun terasa canggung karena terkesan iri atas pencapaian orang, dan lebih nyesss-nya lagi kok kayak nggak terima orang dapat rezeki lebih. Sebuah tuduhan yang bahkan belum dialamatkan pada saya, tapi sudah terbayangkan.

Foto: Selebrasi Greysia/Apriyani ketika memenangkan Indonesia Masters 2020. Foto oleh Adityadandito via Wikimedia Commons.

BACA JUGA Apriyani dan Pertaruhan Orang Tua yang Kadang Gagal dan tulisan tentang bulu tangkis lainnya di Terminal Mojok.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 7 September 2021 oleh

Tags: badmintonbonus atletbulu tangkisGORpembinaan atlet
Diana Fitriani

Diana Fitriani

Penggemar bulu tangkis. Jualan buku di Bukumalio.

ArtikelTerkait

hari olahraga nasional

Memperingati Hari Olahraga Nasional: PB Djarum Pamit dan Bijak Menjadi Suporter Tim Sepak Bola

9 September 2019
Nonton Badminton Itu Seru, asal Komentatornya Bukan Fadly Sungkara

Nonton Badminton Itu Seru, asal Komentatornya Bukan Fadly Sungkara

21 Januari 2023
pb djarum

Djarum Itu Rokok atau Alat Menjahit?

9 September 2019
Sepatu Li-Ning, Sepatu yang Bisa Bikin Kamu (Terlihat) Jago Badminton

Sepatu Li-Ning, Sepatu yang Bisa Bikin Kamu (Terlihat) Jago Badminton

22 Agustus 2023
Dear INews, Masih Niat Jadi The New Home of Badminton Nggak, sih?

Dear iNews, Masih Niat Jadi The New Home of Badminton Nggak, sih?

3 Juni 2023
Panduan Memilih Raket buat Kalian para Pemain Badminton Dadakan terminal mojok

Panduan Memilih Raket Badminton buat Kalian para Pemain Dadakan

20 Oktober 2021
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Mahasiswa UIN Nggak Wajib Nyantri, tapi kalau Nggak Nyantri ya Kebangetan

Mahasiswa UIN Nggak Wajib Nyantri, tapi kalau Nggak Nyantri ya Kebangetan

30 November 2025
Video Tukang Parkir Geledah Dasbor Motor di Parkiran Matos Malang Adalah Contoh Terbaik Betapa Problematik Profesi Ini parkir kampus tukang parkir resmi mawar preman pensiun tukang parkir kafe di malang surabaya, tukang parkir liar lahan parkir

Rebutan Lahan Parkir Itu Sama Tuanya dengan Umur Peradaban, dan Mungkin Akan Tetap Ada Hingga Kiamat

2 Desember 2025
Desa Ngidam Muncar, Desa Terbaik di Kabupaten Semarang (Unsplash)

Desa Ngidam Muncar, Desa Terbaik di Kabupaten Semarang dengan Pesona yang Membuat Saya Betah

4 Desember 2025
Jogja Sangat Layak Dinobatkan sebagai Ibu Kota Ayam Goreng Indonesia!

Jogja Sangat Layak Dinobatkan sebagai Ibu Kota Ayam Goreng Indonesia!

1 Desember 2025
4 Hal Sepele tapi Sukses Membuat Penjual Nasi Goreng Sedih (Unsplash)

4 Hal Sepele tapi Sukses Membuat Penjual Nasi Goreng Sedih

29 November 2025
5 Hal yang Jarang Diketahui Orang Dibalik Kota Bandung yang Katanya Romantis Mojok.co

5 Hal yang Jarang Diketahui Orang di Balik Kota Bandung yang Katanya Romantis 

1 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana
  • Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.