Sepertinya acara TV bisa dibilang sebagai hiburan mayoritas masyarakat Indonesia. Sejak dulu sampai sekarang. Acara-acara TV sudah menjadi teman bagi sebagian besar masyarakat kita. Apalagi di daerah pelosok yang belum tersentuh jaringan internet. Televisi adalah satu-satunya media yang bisa dijadikan hiburan.
Saya adalah salah seorang yang suka menonton TV. Dulunya, sebelum Youtube menyerang dan acaranya belum seperti sekarang. Saya berasala dari pelosok desa. Saya tumbuh ditengah-tengah masyarakat yang menggandrungi TV.
Tidak seperti sekarang, dulu hanya beberapa orang saja yang mampu membeli televisi. Itupun kami tidak bisa bisa sesuka hati mengganti channel TV seperti sekarang. Hal itu karena kami hanya bisa menonton kaset DVD yang diputar. Tak jarang kami menonton tayangan yang sama berkali-kali. Wajar saja, soalnya tidak setiap saat kami memiliki DVD baru untuk ditonton. Harus ada yang ke kota dulu. Itupun kalau ada yang berbaik hati untuk membeli sekeping DVD.
Dulu, tontonan favorit kami adalah film-film dari Rhoma Irama dan Warkop DKI. Kayaknya semua film Warkop DKI sudah saya tonton. Terkadang juga kami suka nonton film India. Si Rahul (dulu mana tau kami kalau naman aslinya Syah Rukh Khan) kayaknya sampai capek nyanyi. Kami tonton berulang-ulang.
Zaman sedikit maju, ada tetangga yang punya TV parabola. Disisnilah jamu mulai mengenal acara TV yang beragam. Dan tentus saja lebih menghibur. Karena tidak semua punya TV parabola, jadilah kami nobar di rumah tetangga. Setelah makan malam, warga kampung terutama anak-anak mulai pergi ke rumah tetangga yang punya TV buat nonton. Sangat ramai. Apalagi kalau misalnya pas Piala Dunia. Bisa sampai pagi kita di rumah orang.
Sekarang hampir semua orang sudah punya TV. Tinggal nonton di rumah sendiri saja. Tidak perlu lagi berduyun-duyun ke rumah tetangga. Tapi sepertinya kita juga melewatkan keseruan nonton bareng. Serunya bocah yang ketiduran sampai mengigau. Serunya memperhatikan ibu-ibu yang marah-marah karena melihat Si Bawang Putih selalu disiksa sama Si Bwang Merah dan tidak mau melawan.
Kalau dulu acara TV tontonan bocah itu ada macam-macam. Kalau malam, tontonan kami itu paling banyak tentang film-film kolosal. Tentang kerajaan, pendekar yang gelut mulu, dan acara “Berpacu Dalam Melodi”.
Sebagai informasi, waktu itu, acara apapun yang ada di TV baik sinetron, talkshow maupun tayangan berita, kami menyebutnya dengan nama yang sama—film. Kalau kami bilangnya felem.
Hari minggu ini adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh para bocah seperti saya kala itu. Saatnya pergi ke rumah teman yang punya TV untuk maraton nonton TV dari pagi sampai diusir. Saya sebutkan beberapa acara tontonan minggu kami. Ada Power Ranger Wildforce, Ultraman Tiga, Naruto, Yugi-oh, Dragon Ball, Pokemon, Sincan, Detective Conan, Captain Tsubasa, Digimon Adventure, dan masih banyak lagi. Bisa tiga paragraf kalau mau disebutkan semua.
Kalau hari minggu tiba, kami selalu berdoa semoga tidak ada pertandingan tinju yang ditayangkan di TV. Karena kalau ada siaran langsung pertandingan tinju, apalagi kalau yang tanding adalah Chris John, auto nggak dikasih remot sama orang tua. Alhasil nggak bisa nontonin Son Goku keliling dunia mencari bola naga. Dan itu merupakan hal paling menjengkelkan yang pernah ada sebelum kami tau rasanya patah hati.
Fun fact, kebanyakan tontonan kami kala itu, pasti ada saja tokoh yang mempunyai kemampuan spesial. Si Tuyul yang bisa tembus tembok, Jaka Tingkir yang bisa terbang, orang yang bisa berubah jadi warna-warni, dan Ruhut Sitompul yang masih menjadi raja minyak dari Medan.
Apakah tontonan tersebut berdampak pada kami? Tentu saja. Kami jadi kebanyakan halu. Kami bertingkah seolah jadi Power Ranger. Kalau lagi main, kami akan bagi-bagi kekuatan. Ada yang bisa menghilang, bisa terbang, bahkan ada yang jadi monster. Kalau ada teman yang berantem, gelutnya nggak pakai baku hantam. Cara kelahi-nya itu saling tatap-tatapan ngeluarin sinar dari mata, menggunakan jurus kamehame, dan tentu saja rasengan dan juga cidori. Begitu saja sampai ada yang dipanggil pulang sama ibu.
Kalau ditanya, apakah acara TV mempengaruhi perilaku anak-anak? Kalau dari pengalaman yang saya ceritakan tadi, bisa jadi memang seperti itu. Pertanyaan selanjutnya, apakah perilaku bocah-bocah sekarang yang kadang bikin geleng-geleng kepala karena pengaruh acara TV? Bisa jadi, bisa juga bukan.
BACA JUGA Perihal Cinta Kita Nggak Ke Mana-mana, Masih di FTV Aja atau tulisan Muhammad Ikhdat Sakti Arief lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.