Pengkhianatan paling menyakitkan dan kejam selalu datang dari orang yang sangat dipercaya yang telah diberi amanah. Maka dari itu, nasihat Ali bin Abi Thalib, “Jangan menaruh harapan terlalu besar kepada manusia karena bisa saja yang didapat hanya kecewa.” bukan sekadar kalimat cantik untuk menghibur bucin atau para pencinta musik indie. Nasihat itu perlu diyakini sebagai rambu-rambu bagi hati agar tidak kelewat kecewa ketika dikhianati.
Treachery and violence are spears pointed at both ends; they wound those who resort to them worse than their enemies – Emily Bronte, Wuthering Heights.
Semalam, 5 Oktober 2020, sebuah tindakan pengkhianatan ramai-ramai dan tergesa-gesa telah dilakukan. RUU Omnibus Law yang menjadi cidro bagi mayoritas masyarakat di Negeri ini telah resmi disahkan sebagai UU. Demonstrasi penolakan setahun lalu nyatanya tidak pernah digubris sebagai manifestasi penolakan yang nyata dari masyarakat atas RUU tersebut.
Saya pribadi menganggap tanggal tersebut perlu diabadikan sebagai sejarah. Menjadi tanggal merah untuk berkabung karena amanah suci rakyat telah dikhianati oleh para pemangku kebijakan. Sejarah penghianatan besar-besaran yang dilakukan dengan persekongkolan tidak bermoral oleh entitas eksekutif dan legislatif. Tindakan yang begitu tidak tahu diri dilakukan oleh orang-orang yang diberikan fasilitas oleh rakyat.
Mereka dipilih, diberikan fasilitas yang mewah, gaji yang tinggi, tapi selayaknya anjing yang menggigit tuannya, mereka beramai-ramai mengesahkan Omnibus Law yang menggigit setiap kehidupan masyarakat kecil di negeri ini.
Padahal, kurang mengalah apa rakyat di negeri ini? Semua sudah diberikan. Ketika mereka menggunakan setelan baju dan jas yang bersih dan bagus, rakyat mengalah hanya menggunakan kaos partai pemberian mereka yang kualitas kainnya seperti saringan tahu. Saat mereka petantang-petenteng, jalan-jalan ke luar negeri, rakyat hanya berjalan-jalan dengan penuh ratapan di pinggiran sawah, melihat mata pencaharian mereka dibabat habis oleh buldoser-buldoser pengembang properti.
Ketika mereka begitu nyaman duduk di atas kursi empuk, dengan AC yang membuat kulit mereka tetap bersih, rakyat yang seharusnya menjadi bos mereka malah bekerja di tengah terik matahari yang menyengat, hawa panas dan bunyi-bunyi mesin dalam pabrik, ditambah terjangan ombak dan badai.
Semua perilaku mengalah selama ini, malah dibalas dengan tindakan pengkhianatan. Di masa pandemi, saat semua masyarakat kelimpungan dengan kehidupan diri sendiri karena kebijakan yang mencla-mencle, dengan tidak tahu dirinya mereka jadikan momen ini sebagai pelindung untuk segera mengesahkan RUU Ciptaker.
Tragedi ini membuat saya merasa waktu yang dikeluarkan untuk mempelajari materi PKN soal fungsi eksekutif dan legislatif begitu percuma. Sejatinya fungsi dua entitas ini adalah mengkhianati amanah rakyat. Simpel dan tidak perlu bertele-tele seperti yang tertulis di buku-buku PKN.
Kejelasan kasus HAM yang hanya sebatas jualan saat kampanye, nasib guru honorer yang makin terlunta-lunta, kebijakan penanganan pandemi yang kian mencla-mencle, serta berbagai kasus korupsi yang ditutup-tutupi membuat pengesahan RUU Ciptaker sakitnya sangat terasa di hati rakyat.
Para buruh yang upahnya makin diskriminatif, para petani yang lahannya akan semakin digerogoti, para nelayan kecil akan kian terpinggirkan oleh nelayan kelas elit. Semua itu berkubang menjadi sebuah ekosistem penghianatan yang patut diingat.
Pengalaman adalah guru terbaik dan sekali lagi dua entitas publik yaitu eksekutif dan legislatif telah berhasil belajar dari pengalaman masa lalu. Pengalaman dijajah oleh VOC dan Jepang telah memberikan inspirasi kepada dua entitas ini untuk menjajah rakyatnya sendiri. Bila VOC dan Jepang melakukan penjajahan dengan ancaman senjata, dua entitas ini menjajah menggunakan regulasi. Rakyat dikhianati dan disiksa. Semua demi memuaskan nafsu oligarki.
Maka dari itu, mari bersepakat, bahwa 5 Oktober 2020 adalah momen bersejarah, menjadi momen berkabung untuk rakyat di negeri ini. Hari terjadinya pengkhianatan berskala nasional. Telah terjadi pengkhianatan yang mematikan harapan rakyat dan mengebiri hak-hak rakyat. Menjadi pengingat bagi anak cucu di masa depan bahwa sengkuni di dunia modern itu berwujud DPR.
“Bagaimana kalau anak sakit? Bagaimana obat? Bagaimana dokter? Bagaimana rumah sakit? Bagaimana uang? Bagaimana gaji? Bagaimana pabrik? Mogok? Pecat! Mesin tak boleh berhenti! Maka mengalirlah tenaga murah, Mbak Ayu Kakang dari desa disedot sampai pucat”- Wiji Thukul
BACA JUGA Yang Suka Mengeluh One Piece Sering Break Adalah Pembaca Nggak Tahu Diri! dan tulisan Muhammad Iqbal Haqiqi lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.