“Dulu, ketika Liga Inggris baru dimulai setengah musim, mereka memberi label “livarpool” kepada klub kesayangan kami, tapi coba hitung oleh akang, klub mana yang justru paling banyak diuntungkan VAR!” ucap Kang Adit (34) member Kopites Garut saat saya mewawancarai mereka terkait ledekan “livarpool” yang pernah dialamatkan oleh fans Manchester United.
Kang Deri (36) menambahkan, “Mereka juga fans yang paling gandeng pisan bilang Next Year Fc kepada kami. Saya yakin betul selama ini logo setan merah dengan garpu talanya itu berpengaruh ke psikologis mereka.”
“Saya mencatat ada tujuh gol yang dianulir VAR ke gawang David De Gea. Dan soal karakter fans Manchester United memang pada begitu, sih. Hobinya mengujar kebencian. Saya nulis berita MU udah pakai data dan statistik saja masih suka dibantah. Udah nggak aneh.”
Kang Adit dan Deri mengangguk. Saya melanjutkan, “Sebenarnya, tanpa VAR, Manchester United seharusnya berada di posisi kelima sedangkan Liverpool sendiri emang bakal juara.”
“Ya saya tahu itu, kemarin-kemarin baca di situs bola. Nah, terkait VAR ini dulu sempat disinggung juga oleh Lampard.”
Benar yang dikatakan oleh Adit, jelang laga semifinal FA Cup antara Chelsea melawan Manchester United, Lampard pernah menyampaikan pendapatnya melalui Sky Sport. “Saya berpikir terkadang Anda harus menghadapi VAR dengan kepala dingin, beberapa keputusannya mungkin merugikan Anda, beberapa tidak. Namun, soal Manchester United, mereka sering mendapat keputusan yang menguntungkan,” kata Lampard.
“Jadi, dalam hal ini, kita setuju ya kalau Manchester United layak dibilang…”
Mereka memotong pertanyaan saya dan kompak bilang, “VARchester United!”
Wawancara dilanjut membahas wasit-wasit Inggris sebab saya penasaran pendapat mereka mengenai kepemimpinan wasit selama musim 2019/2020. “Yang tak kalah menarik adalah Manchester United mendapatkan 14 penalti dari wasit. Bahkan, ini menjadi rekor pertama di Premier League. Bagaimana nih pendapat akang-akang?”
“Hadeuuh, kang. Dari dulu MU itu emang udah bersahabat dengan wasit. Masih inget kan wasit yang namanya Howard Webb? Dan akang tahu sendiri lah zaman Wenger dicurangi mulu kan tiap lawan MU?”
“Bener, sih. Tapi sepengamatan kalian sendiri, banyak nih yang beredar kalo Mike Riley wasitnya Manchester United. Mungkin Mike Dean juga termasuk, kah?”
“Gini, kang. Saya nggak terlalu tahu nama-nama wasit Inggris yang sekarang. Namun, saya kira, semua wasit emang pendukung Manchester United, deh.”
Saya tercengang mendengar jawaban mereka, tetapi sedetik kemudian saya bilang, “Setuju.”
Wawancara saya kemudian masuk ke pembahasan yang lebih intens tentang Manchester United. Saya menyodorkan pertanyaan pertama, “Saya denger-denger, meskipun Liverpool udah juara Liga Inggris, katanya fans MU masih saja ada yang mendoakan semoga Liverpool juaranya nunggu 30 tahun lagi.”
Mereka menggelangkan kepala sambil tertawa, “Namanya Setan ya, mana mungkin mendoakan yang baik-baik.”
“Katanya fans Liverpool ini dianggap sombong oleh mereka, benar?”
“Ya gini, kang. Wajar lah kami sombong, trofi UCL paling banyak di Inggris. Terus euforia kami berlebihan juga wajar karena udah menanti selama 30 tahun, tapi kan masa iya harus sombong cuma karena berada di posisi ketiga klasemen wqwqwq nggak masuk akal.”
“Apa setuju pendapat akang kalo fans Manchester United sifatnya ke kanak-kanakan?”
“Enggak semuanya, sih. Kalo rata-rata iya, pada kekanak-kanakan. Cuman ada yang usianya sudah tua mereka rispek kepada kami. Tapi sekali lagi, rata-rata emang pada kekanak-kanakan.”
“Sifat yang paling keliatan banget dari fans Manchester United sepengatuan kalian kayak gimana, sih?”
“Mereka itu kalau menang koar-koar tapi begitu kalah menghilang begitu saja. Ini sih ciri khas fans MU.”
“Prediksi kalian sendiri, Manchester United musim depan gimana nih apa bakal menjadi salah satu pesaing terberat Liverpool?”
Mereka menggelangkan kepala, “Belum, sih. Pesaing Liverpool tetep Manchester City dan bertambah Chelsea. Kayaknya tujuan utama MU masih tetap untuk mendapatkan tiket Liga Champions.”
“Loh kan Manchester United dipastikan bakal beli pemain-pemain baru,” saya menimpali.
“Tetep aja mereka bakal gitu-gitu aja, kang. Susah kalau pelatihnya masih Louis van Gaal.”
“Ole Gunnar Solksjaer, Kang!”
“Itu dia maksudnya. Nggak penting siapa pelatihnya, pokoknya nggak bakalan berkembang.”
“Baiklah kalau begitu. Doakan saja Arsenal semoga bisa menjadi pesaing Liverpool, kelak”
“Saya doakan. Kita semua kan berteman. Mau fans Chelsea, City, Arsenal, kecuali…”
Kami semua tertawa.
BACA JUGA Mesut Ozil, Mohon Maaf, Sudah Waktunya Kamu Pergi dan artikel menarik lainnya dari Muhammad Ridwansyah.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.