Sejak satu minggu lalu, pemandangan di kampus saya, Unesa Ketintang, dipenuhi adik-adik yang akan mengikuti UTBK. Melihat pemandangan seperti itu, saya kepikiran ingin memberikan peringatan kepada para calon mahasiswa agar nggak memilih Unesa sebagai kampus tujuan. Bukan tanpa alasan, saya takut mereka menyesal di kemudian hari.
Namun, saya urungkan niat tersebut. Alasan pertama karena saya nggak mau mematahkan semangat yang mereka pupuk jauh-jauh hari. Alasan berikutnya, belum tentu mereka memilih Universitas Negeri Surabaya sebagai kampus tujuan. Kalaupun ada, saya kira sudah telanjur dan nggak ada cara lain selain legowo dan menjalani apa pun yang terjadi.
Saya nggak bilang Unesa jelek, tapi sebagai orang yang hampir 4 tahun di kampus ini, saya bisa bilang kalau kampus ini nggak cocok untuk semua orang. Perlu kontrol diri dan penyesuaian yang sangat baik agar bisa bertahan di kampus ini. Biar kalian punya gambaran, saya akan jelaskan jenis-jenis mahasiswa yang sebaiknya nggak kuliah di Unesa.
Daftar Isi
- #1 Mahasiswa yang nggak mau dianggap lulus auto jadi guru
- #2 Mahasiswa yang nggak punya minat olahraga jangan kuliah di Unesa, soalnya di sini terkenal dengan fasilitas olahraganya yang nomor wahid
- #3 Mahasiswa yang nggak nyaman kuliah online
- #4 Unesa mengklaim sebagai kampus ramah disabilitas tapi fasilitasnya belum siap untuk mahasiswa penyandang disabilitas
#1 Mahasiswa yang nggak mau dianggap lulus auto jadi guru
Pada dasarnya, Unesa di mata masyarakat, terutama orang Surabaya, dianggap sebagai kampus pendidikan. Jadi, anggapan mahasiswa Unesa kalau lulus pasti jadi guru melekat pada setiap mahasiswa Unesa, apa pun jurusannya. Dan, saya yakin hal serupa juga terjadi di banyak kampus pendidikan lain seperti UNY atau UPI.
Sebenernya nggak salah, tapi nggak sepenuhnya bener juga. Memang mayoritas jurusan di Universitas Negeri Surabaya basisnya adalah pendidikan, tapi ada juga jurusan murni yang salah satunya adalah jurusan saya, Sosiologi. Masalahnya, saya hampir pasti dianggap akan berkarier sebagai guru tepat setelah menyebut nama Unesa.
Gimana, ya, awalnya memang nggak menjengkelkan, tapi coba saja terus mengalami hal serupa selama bertahun-tahun setiap bertemu orang baru. Mesti kalian bakal gondok juga.
Baca halaman selanjutnya: Mahasiswa yang nggak minat olahraga…
#2 Mahasiswa yang nggak punya minat olahraga jangan kuliah di Unesa, soalnya di sini terkenal dengan fasilitas olahraganya yang nomor wahid
Selain punya branding sebagai kampus pendidikan, Unesa juga dikenal sebagai kampus dengan jebolan atlet olahraga yang nggak kaleng-kaleng. Sebut saja Marselino Ferdinan, Rachmat Irianto, dan masih banyak lagi. Maka dari itu, berbagai fasilitas untuk olahraga dibuat sangat proper di sini. Mulai dari gym, kolam renang, sampai stadion internasional.
Nggak cuma itu, sebagian besar UKM di Universitas Negeri Surabaya ini pun pasti nggak jauh-jauh dari bela diri atau olahraga. Misalnya, ju-jitsu, karate, basket, floorball, renang, cricket, banyaklah pokoknya. Pilihan UKM non-olahraga memang ada, tapi jumlahnya terbatas. Tentu ini berita baik buat kalian yang punya minat tinggi di bidang olahraga.
Akan tetapi, jadi berita yang nggak baik-baik amat buat saya yang lari 200 meter saja sudah ndersulo. Akibatnya, saya jadi nggak minat ikut UKM apa pun di kampus. Hal serupa pun dialami oleh banyak kawan saya yang lain.
#3 Mahasiswa yang nggak nyaman kuliah online
Entah sudah berapa kali persoalan ini disinggung di Terminal Mojok, tapi memang sampai sekarang kuota penerimaan mahasiswa baru dengan fasilitas yang tersedia di kampus masih timpang sebelah. Akibatnya, mahasiswa Unesa, terutama angkatan 2022 ke atas, model pembelajarannya masih online.
Lha, gimana, ruang kelasnya nggak cukup, kok. Bahkan saya pernah menjumpai salah satu dosen harus mengajar di aula pertemuan untuk membuat kelas besar. Itu juga diadakan cuma sesekali dalam satu semester. Sebagian besar kalau kelas, ya, tetap online.
Hal kayak gini pasti berdampak pada berkurangnya pengalaman mahasiswa ketika di jenjang perguruan tinggi. Bayangkan saja, beberapa kawanmu asik bercerita soal pengalaman kali pertama mereka mengeksplorasi kampus, sedangkan kamu cuma kuliah online. Apa yang bisa diceritain? Ketiduran pas kelas? Nelangsa, Lur. Apalagi biaya UKT-nya nggak murah.
#4 Unesa mengklaim sebagai kampus ramah disabilitas tapi fasilitasnya belum siap untuk mahasiswa penyandang disabilitas
Tenang, jangan kebakaran jenggot dulu. Saya nggak bermaksud mendiskreditkan teman-teman penyandang disabilitas, tapi memang nyatanya Unesa belum layak disebut kampus ramah disabilitas. Saya sendiri bingung kenapa kampus ini berani mengklaim diri sebagai kampus ramah disabilitas. Setidaknya ada dua alasan kenapa saya bisa bilang Unesa belum ramah disabilitas.
Pertama, akses untuk pindah lantai hanya menggunakan tangga biasa. Dari sini saja klaim kampus ramah disabilitas bisa diragukan. Sebab, pengalaman berbeda saya alami ketika mengunjungi kampus UB atau Unair yang menyediakan lift khusus mahasiswa penyandang disabilitas.
Alasan kedua, guiding block yang tersedia di area sekitar kampus Unesa Ketintang masih ada yang terhalang pohon atau tiang. Hal ini jelas berbahaya mengingat guiding block memiliki peran penting sebagai pemandu arah untuk teman-teman penyandang tuna netra. Lebih parahnya lagi, di kampus Unesa Lidah Wetan justru nggak menyediakan guiding block.
Maka dari itu, kalau kalian adalah salah satu dari empat jenis mahasiswa yang saya jelaskan tadi, sebaiknya berpikir dua kali sebelum menjadikan Unesa sebagai kampus tujuan. Tapi, kalau sudah telanjur, ya nggak masalah juga. Sejauh ini saya masih baik-baik saja berada di kampus ini, meskipun kadang sedikit iri dengan nasib kawan saya yang ada di kampus lain.
Penulis: Dito Yudhistira Iksandy
Editor: Intan Ekapratiwi
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.