Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Mahalnya Makanan di Kereta Api dan Ingatan Akan Bakul Pecel dalam Gerbong

Dyan Arfiana Ayu Puspita oleh Dyan Arfiana Ayu Puspita
6 November 2020
A A
Mahalnya Makanan di Kereta Api dan Ingatan Akan Bakul Pecel dalam Gerbong terminal mojok.co

Mahalnya Makanan di Kereta Api dan Ingatan Akan Bakul Pecel dalam Gerbong terminal mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Berawal dari cuitan salah satu netizen yang mempersoalkan mahalnya harga makanan di kereta api, saya jadi teringat pengalaman saya. Dalam beberapa kali kesempatan, saya memang memilih kereta api sebagai moda transportasi. Meskipun, saya akui saya menghindari membeli makanan di dalam gerbong. Simpel. Saya haqqul yaqin harga makanan-makanan itu pasti mahal.

Padahal, saya nggak cocok sama makanan mahal. Dompet saya yang nggak cocok, maksudnya. Semacam ada perasaan bersalah kalau makan makanan yang harganya mihil.

Kembali ke soal makanan di kereta. Sebetulnya, rumus umum perihal makanan kan gini: makanan di fasilitas umum sama dengan mahal. Titik. Dan berhubung kereta api itu termasuk dalam fasilitas umum, ya bisa dipastikan makanan di kereta api itu mahal. Nggak usah di kereta api, deh. Di waterboom aja harga Pop Mie bisa nyampe 15 ribu. Kalau mau ditelusuri salah siapa, mungkin ini salah Sunda Empire.

Tapi, dihindari seperti apapun, dasarnya saya ini gampang penasaran, muncullah rasa pengin icip-icip makanan di kereta. Alhasil suatu ketika saat kembali lagi naik kereta, saya pesan nasi goreng ke mbak pramugari yang kebetulan melintas. Coba tebak berapa harganya? Rp35 ribu, Gaes… kan kan kan. Apa saya bilang. Mahal, kan??? Tapi, saya nggak lantas ngetwit dan melayangkan protes, tuh. Saya nikmati saja nasi goreng 35 ribu itu. Lumayan kok rasanya. Porsinya aja yang terlalu sedikit.

Selain kenangan tentang nasi goreng seharga Rp35 ribu, kereta api juga mengingatkan saya tentang bakul pecel yang dulu dengan santainya nglemprak meracik sayuran dan bumbu kacang. Iya… bakul pecel ada di dalam kereta. Bukan lagi travelling, Sob. Dia emang lagi jualan. Sesuatu yang rasanya bakal disambut dengan ngakak manakala diceritakan ke cucu kita, 15 atau 20 tahun lagi. Lha gimana, ada bakul pecel jualan di dalam kereta, gitu loh!

Yap. Kereta api, pada masa lalu memang pernah menjadi ladang usaha bagi pedagang asongan. Mereka dengan bebasnya naik dan turun setiap kali kereta berhenti di stasiun. Tanpa tiket. Tanpa diusir. Pokoknya kalau kereta berhenti untuk transit, siap-siap saja gerbong yang sesak menjadi tambah sesak karena kehadiran mereka. Ada yang jual pecel, kacang godog, gorengan, minuman, macem-macem lah. Bukan cuma pedagang asongan. Pengamen juga bebas masuk gerbong. Wis pokoknya duduk di kereta masa itu sudah kayak duduk di pinggir alun-alun. Banyak pedagang plus pengamen pating sliwer.

Meskipun saya tidak tahu persis berapa harga makanan yang ditawarkan kala itu, tapi sepertinya tidak terlalu berbeda dengan harga di luar. Buktinya tukang pecel itu tadi, yang nglemprak tidak jauh dari bangku saya. Tangannya begitu cekatan melayani pembeli. Kalau harganya mahal, tentulah tidak banyak orang yang membeli pecel yang dia bawa.

Lantas apakah itu berarti sudah saatnya mengeluarkan jargon, “Esih penak jamanku, tho???”

Baca Juga:

4 Jasa yang Tidak Saya Sangka Dijual di Medsos X, dari Titip Menfess sampai Jasa Spam Tagih Utang

Perjalanan Bersama Joglosemarkerto Mengubah Cara Saya Melihat Kereta Ekonomi

Eits, tunggu dulu. Sekalipun saat itu makanan yang ditawarkan lebih variatif dan harganya juga terjangkau, bukan berarti lebih “kepenak”. Sungguh, kereta api dalam benak saya yang kala itu masih SD bukanlah tempat yang menyenangkan. Pertama masuk ke stasiun saja sudah bikin ilfeel. Calo-calo datang menyambut dengan setengah memaksa. Pun ketika akan naik gerbong. Ya Lord… berdesak-desakan, Cuy! 

Penderitaan belum berakhir. Di dalam gerbong pun, rasa nyaman itu tidak ada. Panas, pengap, bau makanan, dan bau keringat penumpang lain campur jadi satu. Alhasil sepanjang jalan, tangan nggak bisa lepas dari kipas tangan. 

Jika saya disuruh memilih, jelas saya lebih memilih kereta api di zaman sekarang. Nyaman, adem, bisa pilih tempat duduk, nggak ada pedagang ataupun pengamen yang pating sliwer. Bisa tidur sepanjang perjalanan tanpa rasa was-was barang hilang. Sesuatu yang sangat berharga bagi saya, si tukang tidur spesialisasi kendaraan umum. Perkara makanan di kereta yang disediakan mahal harganya, ah, itu kan bisa disiasati. Mbok jadi orang itu yang rada “solutip”.

Bawa bekal dari rumah atau beli makanan kebangsaan di stasiun alias Roti ‘O kan bisa. Gitu aja kok repot. Kalau nggak bawa bekal dan terpaksa beli makanan di kereta ya sudah terima saja harga yang mereka berikan dengan porsi yang juga mereka perhitungkan.

BACA JUGA Ngasih Beragam Bahan Tambahan pada Mi Instan Adalah Bentuk Penistaan atau artikel Dyan Arfiana Ayu Puspita lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 5 November 2020 oleh

Tags: kereta apiMedia Sosial
Dyan Arfiana Ayu Puspita

Dyan Arfiana Ayu Puspita

Alumnus Universitas Terbuka yang bekerja sebagai guru SMK di Tegal. Menulis, teater, dan public speaking adalah dunianya.

ArtikelTerkait

Mengukur Kecerdasan Seseorang kok Dilihat dari Hafal Nama Ibu Kota? Kalian Sehat?

Mengukur Kecerdasan Seseorang kok Dilihat dari Hafal Nama Ibu Kota? Kalian Sehat?

9 April 2024
Cara Memilih Medsos buat Olshop yang Pengin Ngadain Giveaway giveaway menang cara tips Pengalaman Menang Giveaway dan Tips untuk Memenangkannya

Cara Memilih Medsos buat Olshop yang Pengin Ngadain Giveaway

3 Juni 2020
Ragam Celoteh ala Kaskuser yang Terus Saya Amalkan media sosial kaskus forum terbesar di indonesia nostalgia kenangan emoticon thread agan jual beli mojok

Ragam Celoteh ala Kaskuser yang Terus Saya Amalkan

7 Mei 2020
Penyesalan Seorang Pembuat Konten Hijrah terhadap Aktivitas Hijrahnya terminal mojok.co

Betapa Sulitnya Bergaul Dengan Orang yang Baru Hijrah

21 Juli 2019
7 Alasan untuk Meninggalkan Medsos Lain dan Beralih ke TikTok terminal mojok.co

7 Alasan Orang Perlu Pindah Medsos ke TikTok

15 September 2020
KA Argo Wilis, Kereta Api Eksekutif Terbaik Penghubung Surabaya-Bandung

KA Argo Wilis, Kereta Api Eksekutif Terbaik Penghubung Surabaya-Bandung

18 Mei 2025
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

3 Alasan Kenapa Kampus Tidak Boleh Pelit Memberikan Jatah Absen ke Mahasiswa

3 Alasan Kenapa Kampus Tidak Boleh Pelit Memberikan Jatah Absen ke Mahasiswa

16 Desember 2025
Jujur, Saya sebagai Mahasiswa Kaget Lihat Biaya Publikasi Jurnal Bisa Tembus 500 Ribu, Ditanggung Sendiri Lagi

Jujur, Saya sebagai Mahasiswa Kaget Lihat Biaya Publikasi Jurnal Bisa Tembus 500 Ribu, Ditanggung Sendiri Lagi

16 Desember 2025
Lumajang Bikin Sinting. Slow Living? Malah Tambah Pusing (Unsplash)

Lumajang Sangat Tidak Cocok Jadi Tempat Slow Living: Niat Ngilangin Pusing dapatnya Malah Sinting

19 Desember 2025
Rujak Buah Jawa Timur Pakai Tahu Tempe: Nggak Masuk Akal, tapi Enak

Rujak Buah Jawa Timur Pakai Tahu Tempe: Nggak Masuk Akal, tapi Enak

16 Desember 2025
Tambak Osowilangun: Jalur Transformer Surabaya-Gresik, Jadi Tempat Pengguna Motor Belajar Ikhlas

Tambak Osowilangun: Jalur Transformer Surabaya-Gresik, Jadi Tempat Pengguna Motor Belajar Ikhlas

15 Desember 2025
Tombol Penyeberangan UIN Jakarta: Fitur Uji Nyali yang Bikin Mahasiswa Merasa Berdosa

Tombol Penyeberangan UIN Jakarta: Fitur Uji Nyali yang Bikin Mahasiswa Merasa Berdosa

16 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Busur Panah Tak Sekadar Alat bagi Atlet Panahan, Ibarat “Suami” bahkan “Nyawa”
  • Pasar Petamburan Jadi Saksi Bisu Perjuangan Saya Jualan Sejak Usia 8 Tahun demi Bertahan Hidup di Jakarta usai Orang Tua Berpisah
  • Dipecat hingga Tertipu Kerja di Jakarta Barat, Dicap Gagal saat Pulang ke Desa tapi Malah bikin Ortu Bahagia
  • Balada Berburu Si Elang Jawa, Predator Udara Terganas dan Terlangka
  • Memanah di Tengah Hujan, Ujian Atlet Panahan Menyiasati Alam dan Menaklukkan Gentar agar Anak Panah Terbidik di Sasaran
  • UGM Berikan Keringanan UKT bagi Mahasiswa Terdampak Banjir Sumatra, Juga Pemulihan Psikologis bagi Korban

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.