Fakultas Ilmu Kesehatan seakan menjadi disiplin ilmu yang tidak pernah kekurangan peminat, khususnya Program Studi Keperawatan baik jenjang S1 maupun D3. Yaaa selama peradaban manusia masih ada, tenaga kesehatan macam perawat akan selalu dicari dan dinanti. Tingginya minat kuliah di prodi Keperawatan terkadang menimbulkan pertanyaan, bagaimana sistem dan suasana kuliah di jurusan ini.
Dalam kesempatan ini, saya sebagai alumni jurusan Keperawatan D3 yang pernah menyelesaikan studi selama 4 tahun (normal 3 tahun), merasa perlu untuk membagikan pengalaman saya selama menjalani perkuliahan.
Daftar Isi
Kuliah berseragam dinas
Umumnya mahasiswa memiliki gaya berpakaian tersendiri ketika pergi ke kampus. Ada yang wajib berkemeja, ada juga yang sah-sah saja mengenakan hoodie ketika berada di dalam kelas. Namun bebasnya seragam tersebut tidaklah relate dengan gaya Mahasiswa Keperawatan D3 atau yang kerap disebut Mahasiswa AKPER. Mahasiswa AKPER diwajibkan untuk berseragam ketika mengikuti perkuliahan. Sehingga bisa dipastikan bahwa mahasiswa AKPER pasti memiliki seragam warna putih yang identik dengan profesi kesehatan.
Selain seragam, mahasiswa AKPER juga wajib menjaga kerapian. Misalnya rambut yang tidak boleh gondrong bagi laki-laki, bagi perempuan yang tidak berhijab wajib mengikat rambut dengan hairnet. Khusus untuk mahasiswi berhijab dilarang membiarkan rambut terurai. Jika ketahuan dosen yang killer, siap-siap saja, rambut akan dipotong dan potongan rambutnya akan diletakkan di depan Mahasiswi tersebut. Pokoknya kalau mau berjilbab tentu harus rapi dan yang tidak berhijab rambut harus diikat dengan hairnet.
Mahasiswa AKPER tidak bisa menentukan SKS
Ketika memulai kuliah di AKPER, mahasiswa tidak bisa menentukan jumlah SKS yang diambil, sehingga telat wisuda adalah aib sekaligus bencyana. Oleh karena itu jika sudah resmi menjadi Mahasiswa AKPER, rajin-rajinlah ketika mengikuti kuliah, jangan mbolos, apalagi titip absen.
Ya ini mah di semua kampus sama aja sih ya. Jadi, nggak perlu bingung perkara ini.
Libur semester yang singkat
Sebagian Kampus Keperawatan menggunakan masa libur semester untuk menggelar praktik klinik di Rumah Sakit. Hal ini seakan memberikan petunjuk bagi mahasiswa AKPER, bahwa kelak jika para Mahasiswa sudah menjadi Perawat Klinis, bersiaplah untuk kerja-kerja-kerja, nge-shif, nge-shift, nge-shif, meskipun tanggal merah, meskipun besoknya adalah hari raya.
Lupakan rencana liburan semester kalian. Nggak ada waktunya juga.
Tapi tenang, healing tipis-tipis masih mungkin dilakukan, kok. Misalnya ketika lepas jaga masih bisa beli mi ayam atau yhang-yhangan sama sang idaman walaupun cuma sebentar. Sebab, selepas pulang dari rumah sakit, ada laporan yang harus dikerjakan secara tulis tangan. Ingat, tulis tangan, tidak dengan Ms Word apalagi AI.
Waktu organisasi yang amat sebentar
Berorganisasi merupakan hak setiap mahasiswa. Aktif dalam himpunan mahasiswa atau organisasi eksekutif tentu saja akan menambah pengalaman selama menjalani kehidupan sebagai warga kampus. Bahkan ada juga mahasiswa yang menemukan jodohnya melalui jalur organisasi.
Namun ketika menjadi Mahasiswa AKPER, masa jabatan di Organisasi tidak akan berjalan lama. Mungkin di fakultas lain, semester 4 dan 5 merupakan puncak karir organisatoris untuk menempati posisi strategis seperti Presiden BEM atau Menteri Koordinator.
Tetapi bagi Mahasiswa AKPER, semester 5 adalah fase kritis. Pada semester ini, mahasiswa akan disapa oleh kenyataan bahwa kuliah tatap muka selama 1 semester hanya akan dijalankan selama 2 bulan saja, 4 bulan sisanya adalah praktek klinik berbagai stase. Selama menjalani praktik ini, sudah pasti Mahasiswa AKPER kesulitan mengatur waktu untuk mengikuti aktivitas organisasi seperti rapat, makrab, hingga demonstrasi.
Di semester 5 ini, Mahasiswa AKPER harus pandai mengatur waktu dan menjalin hubungan baik dengan teman seangkatan. Karena selama 4 bulan tersebut, Mahasiswa AKPER harus menjalani praktik di berbagai stase yang terkadang membutuhkan perjalanan ke luar kota. Boleh dikata, selama 4 bulan ini Mahasiswa AKPER tidak boleh sakit dan harus mencapai seluruh target kompetensi untuk dinyatakan lulus.
Mahasiswa AKPER belum tentu menjadi perawat
Saya pernah mendengar cerita dari perawat senior, di mana saat jumlah perguruan tinggi Keperawatan belum sebanyak sekarang, lulusan AKPER sudah dilirik oleh pihak rumah sakit untuk mengikuti seleksi masuk. Padahal ijazah saja belum didapat.
Namun tidak hanya koalisi politik saja yang berubah, regulasi yang mengatur tentang tenaga kesehatan juga berubah. Syarat untuk menjadi perawat saat ini harus memiliki STR (Surat Tanda Registrasi). STR ini bisa diibaratkan seperti SIM bagi perawat untuk bisa memberikan asuhan keperawatan kepada pasien. Untuk mendapatkan STR, lulusan AKPER wajib mengikuti Uji Kompetensi (UKOM) dan harus lulus. Ya iyalah kalau ini.
Tidak hanya itu, beberapa rumah sakit juga mewajibkan pelamar formasi perawat harus memiliki sertifikat BTCLS (Basic Trauma Cardiac Life Support). Biaya pelatihannya berkisar 1.6 jutaan, cukup murah untuk kantong Raffi Ahmad.
Sehingga kecil kemungkinan seorang lulusan AKPER bisa langsung bekerja di rumah sakit atau klinik tanpa memiliki STR dan Sertifikat BTCLS. Kecuali kalau memang punya koneksi orang dalam, atau beralih profesi selain perawat.
Itulah tadi hal-hal yang akan dialami ketika menjalani kehidupan sebagai Mahasiswa Keperawatan D3. Semoga hal ini dapat menambah wawasan jamaah mojokiyah yang sedang mencari informasi tentang Prodi Keperawatan D3.
Penulis: Dhimas Raditya Lustiono
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Nestapa Laki-laki yang Bekerja sebagai Perawat