Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Pojok Tubir

Larangan Menimbun Properti, Jalan Paling Masuk Akal Mengatasi Masalah Hunian

Dyan Arfiana Ayu Puspita oleh Dyan Arfiana Ayu Puspita
21 Februari 2022
A A
Larangan Menimbun Properti, Jalan Paling Masuk Akal Mengatasi Masalah Hunian

Larangan Menimbun Properti, Jalan Paling Masuk Akal Mengatasi Masalah Hunian (pixabay.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Salah satu hal yang sangat saya syukuri adalah bisa punya rumah sendiri. Rumah ini mungkin nggak seluas ruang keluarganya Nia Ramadhani, tapi setidaknya, punya rumah sendiri membuat saya nggak puyeng lagi memikirkan harga rumah yang semakin nggak ngotak itu. Coba bayangkan. Saat ini, untuk bisa membeli satu rumah sederhana yang layak huni, harga yang harus ditebus berkisar 200 juta lebih. Duit semua itu, loh. Nggak boleh dicampur boba.

Kalau toh ada yang seharga seratus jutaan, tentu lokasinya kurang atau bahkan tidak strategis. Mau ke mana-mana jadi susah. Indomaret dan Alfamart yang notabene kayak jamur di musim hujan saja, nggak sudi buka cabang di sana. Itu baru soal lokasi. Belum bicara soal kualitas bangunan yang bisa dipastikan bikin kita cekot-cekot beberapa bulan setelahnya. Dinding mengelupas, genteng bocor, keramik pada lepas. Hadehhh. Puyeng. Memangnya memperbaiki semua itu nggak pakai duit?

Nahasnya, saat harga properti makin sundul langit, ternyata ada rumah kosong tak berpenghuni yang dibiarkan begitu saja oleh pemiliknya. Di salah satu perumahan yang ada di Kabupaten Tegal, misalnya. Ada satu perumahan yang awalnya saya pikir belum laku. Maklum, suasananya terlihat sepi. Hanya ada beberapa rumah yang memiliki tanda-tanda kehidupan. Tapi ternyata, rumah-rumah kosong itu bukannya tidak laku. Rumah itu sudah ada yang punya. Cuma, tidak ditinggali oleh pemiliknya karena memang tujuan awal dia beli bukan untuk tempat tinggal, tapi investasi.

Nah, loh! Saya yakin fenomena ini nggak hanya terjadi di Tegal. Sesuatu yang kemudian membuat saya bertanya-tanya: Kenapa ada aturan larangan penimbunan bahan pangan tapi nggak berlaku untuk properti?

Mohon koreksi bila saya salah. Tapi, sepanjang penelusuran di Google, saya tidak menemukan satu undang-undang pun yang mengatur tentang batas maksimal sertifikat tanah atau bangunan yang bisa dimiliki seseorang. Kalaupun ada, hanyalah soal batasan luas kepemilikan tanah hak milik yang diatur sesuai dengan pemanfaatan tanah tersebut.

Misalnya, tanah yang diperuntukkan untuk rumah tinggal. Sesuai keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 tahun 1998 tentang Pemberian Hak Milik atas Tanah untuk Rumah tinggal (Kepmen Agraria/BPN 6/1998) membatasi agar perolehan hak milik atas tanah untuk rumah tinggal oleh perseorangan tidak lebih dari lima bidang tanah yang seluruhnya meliputi luas tidak lebih dari 5000 meter persegi.

See? Yang dibatasi hanya luasnya. Bukan jumlah sertifikat yang bisa dimiliki per orang. Alhasil, orang kaya, yang ndilalah bingung uangnya mau buat apa, mborong rumah, deh. Kalau perlu, atas nama investasi, beli rumah sebanyak jumlah anak yang mereka miliki. Padahal, anaknya masih balita.

Lha, memangnya salah, beli rumah untuk investasi? Wong mereka beli pakai duitnya sendiri, og!

Baca Juga:

Trenggalek Rasa Menteng: Derita Sobat UMR Surabaya Mencari Tanah di Durenan Trenggalek

3 Hal tentang Perumahan Cluster yang Bikin Orang-orang Bepikir Dua Kali sebelum Tinggal di Sana

Begini. Beli rumah untuk investasi memang tidak salah. Tapi, kalau tiap ada rumah terjangkau yang beli orang-orang kaya, bagaimana nasib mereka yang bergaji UMR? Lagi-lagi cuma bisa gigit jari karena sudah tak ada rumah yang bisa mereka beli. Semua sudah dijadikan sebagai objek investasi. Nahasnya, mereka yang membeli rumah untuk investasi ini seringkali sebenarnya sudah nyaman secara finansial.

Seorang dokter yang sudah punya klinik sendiri dan mobilnya berjejer, misalnya. Masih perlukah dia berinvestasi dengan membeli rumah di komplek perumahan sederhana? Kalau menuruti ego, tentu jawabannya masih. Tak ada undang-undang yang melarang juga tentang hal itu.

Tapi, kalau dia beli rumah itu, orang-orang yang jadi target pasar jadi tak bisa mengakses rumah tersebut. Ya mau gimana lagi, harga rumah tersebut pastinya jadi naik. Yang bisa dilakukan ya cuman ngontrak.

Hanya saja, itu solusi sementara. Harga kontrakan pun lama-lama naik, dan tak mengagetkan andai nanti harga kontrakan ikut menggila seperti rumah.

Melarang atau membatasi jadi opsi yang masuk akal untuk diambil sebab makin ditimbunnya properti oleh orang kaya, makin pelik permasalahan hunian di negara ini. Menimbun hunian pasti punya motif mencari untung. Sedangkan, kenaikan gaji tak sebanding dengan naiknya harga properti. Bahkan andaikan orang-orang kelas menengah itu nggak beli kopi atau langganan Netflix seumur hidup, tetap saja rumah tak terbeli.

Terlebih dengan adanya modus meminjam nama agar bisa membeli properti sebanyak mungkin. Saya pikir, negara, mau tak mau, harus mengintervensi ini. Caranya? Ya itu tadi, bikin aturan larangan atau semacamnya. Sebab, selama ini yang dilakukan hanyalah dengan bikin perumahan dengan harga miring. Yang ujungnya, dibeli oleh orang yang lebih kaya.

Saya pernah melihat meme yang lucu tentang properti ini. Intinya, meme tersebut memberi pesan bahwa di antara makhluk hidup yang ada, hanya manusia yang membayar untuk tinggal di Bumi ini. Mungkin, meme tersebut perlu direvisi:

Di antara makhluk hidup yang mendiami Bumi, hanya manusia yang diminta bayar untuk sekadar tinggal, itu pun masih harus dijegal manusia yang lain.

Penulis: Dyan Arfiana A.P
Editor: Rizky Prasetya

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.

Terakhir diperbarui pada 21 Februari 2022 oleh

Tags: menimbunorang kayapropertiRumahUMR
Dyan Arfiana Ayu Puspita

Dyan Arfiana Ayu Puspita

Alumnus Universitas Terbuka yang bekerja sebagai guru SMK di Tegal. Menulis, teater, dan public speaking adalah dunianya.

ArtikelTerkait

makanan murah kesejahteraan tolok ukur daerah mojok

Makanan Murah sebagai Tolok Ukur Kesejahteraan Daerah Itu Anehnya Paripurna

13 Januari 2021
harvest moon mineral town mojok.co

Menghitung UMR Mineral Town, Desa Dalam Gim Harvest Moon Back to Nature

7 Juli 2020
Kapan Punya Rumah Lebih Penting Ditanyakan ketimbang Kapan Nikah

Kapan Punya Rumah Lebih Penting Ditanyakan ketimbang Kapan Nikah

9 Mei 2022
Hierarki Penyebutan Orang Meninggal dalam Bahasa Jawa

Kematian Orang Kaya yang Dikomentari ‘Harta Tidak Dibawa Mati’ Itu Ngeselin

4 November 2020
Surat Terbuka kepada Makhluk Gaib: Persetan Hidup Berdampingan, Hidup Kami Sudah Susah!

Surat Terbuka kepada Makhluk Gaib: Persetan Hidup Berdampingan, Hidup Manusia Sudah Susah!

17 Januari 2023
Kok Bisa Banyak Restoran Mewah di Kota Pekalongan, padahal UMR-nya Kecil Terminal Mojok

Kok Bisa Banyak Restoran Mewah di Kota Pekalongan, padahal UMR-nya Kecil?

1 Februari 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Desa Sumberagung, Desa Paling Menyedihkan di Banyuwangi (Unsplash)

Desa Sumberagung, Desa Paling Menyedihkan di Banyuwangi: Menolong Ribuan Perantau, tapi Menyengsarakan Warga Sendiri

22 Desember 2025
Daihatsu Gran Max, Si "Alphard Jawa" yang Nggak Ganteng, tapi Paling Bisa Diandalkan Mojok.co

Daihatsu Gran Max, Si “Alphard Jawa” yang Nggak Ganteng, tapi Paling Bisa Diandalkan

25 Desember 2025
Perlintasan Kereta Pasar Minggu-Condet Jadi Jalur Neraka Akibat Pengendara Lawan Arah

Perlintasan Kereta Pasar Minggu-Condet Jadi Jalur Neraka Akibat Pengendara Lawan Arah

24 Desember 2025
Pertama Kali Mencicipi Swike: Makanan Berbahan Dasar Kodok yang Terlihat Menjijikan, tapi Bikin Ketagihan Mojok.co

Pertama Kali Mencicipi Swike: Makanan Berbahan Dasar Kodok yang Terlihat Menjijikan, tapi Bikin Ketagihan 

23 Desember 2025
Pekalongan (Masih) Darurat Sampah: Ketika Tumpukan Sampah di Pinggir Jalan Menyapa Saya Saat Pulang ke Kampung Halaman

Pekalongan (Masih) Darurat Sampah: Ketika Tumpukan Sampah di Pinggir Jalan Menyapa Saya Saat Pulang ke Kampung Halaman

28 Desember 2025
Opel Blazer, Motuba Nyaman yang Bikin Penumpang Ketiduran di Jok Belakang

Opel Blazer, Motuba Nyaman yang Bikin Penumpang Ketiduran di Jok Belakang

23 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Kala Sang Garuda Diburu, Dimasukkan Paralon, Dijual Demi Investasi dan Klenik
  • Pemuja Hujan di Bulan Desember Penuh Omong Kosong, Mereka Musuh Utama Pengguna Beat dan Honda Vario
  • Gereja Hati Kudus, Saksi Bisu 38 Orang Napi di Lapas Wirogunan Jogja Terima Remisi Saat Natal
  • Drama QRIS: Bayar Uang Tunai Masih Sah tapi Ditolak, Bisa bikin Kesenjangan Sosial hingga Sanksi Pidana ke Pelaku Usaha
  • Libur Nataru: Ragam Spot Wisata di Semarang Beri Daya Tarik Event Seni-Budaya
  • Rp9,9 Triliun “Dana Kreatif” UGM: Antara Ambisi Korporasi dan Jaring Pengaman Mahasiswa

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.