Pidato Wali Kota Diputar di Lampu Merah Surabaya: Inovasi yang Sia-sia, Cuma Jadi Polusi Suara

Pidato Wali Kota Diputar di Lampu Merah Surabaya: Inovasi yang Sia-sia, Cuma Jadi Polusi Suara Mojok.co

Pidato Wali Kota Diputar di Lampu Merah Surabaya: Inovasi yang Sia-sia, Cuma Jadi Polusi Suara (unsplash.com)

Sebagai kota besar dan padat, tidak mengherankan kalau jumlah lampu merah di Surabaya ada banyak. Yang bikin heran itu, pidato Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi diputar di beberapa lampu merah. Jadi ketika sedang menunggu lampu berwarna hijau, kalian akan mendengarkan suara merdu Pak Eri berpidato.  

Pidato di lampu merah Surabaya sebenarnya bukan hal baru. Beberapa lampu merah di pusat Kota Pahlawan pernah memutar suara imbauan terkait keselamatan berkendara. Imbauan diisi oleh pengisi suara bukan dari suara wali kota. 

Sejak Pak Eri menjabat, beberapa lampu merah dihiasi suaranya. Pidatonya bukan soal keselamatan perjalanan. Pidatanya membahas isu-isu yang sedang diperingati hari itu muilai dari Hari Anak, Piala Dunia, Hari Pahlawan, Hari Kemerdekaan, dan masih banyak lagi. 

Saya masih memahami kalau suara yang diputar di lampu merah seputar imbauan keselamatan berkendara. Imbauan seperti itu bisa mengingatkan pengendara untuk selalu berhati-hati. Namun, ide pidato Pak Eri yang diputar di lampu merah-lampu merah, saya nggak paham maksudnya apa. 

Tidak ada yang mendengarkan, hanya jadi polusi suara

Ini adalah alasan paling utama dari semua alasan. Siapa sih yang mau mendengarkan? Bayangkan suara pidato harus bersaing dengan sibuknya persimpangan yang dilewati truk tronton, angkot, transportasi online, motor, dan beragam kendaraan lainnya. Selain suara pidato tidak terdengar jelas, kondisi psikis pengendara tidak siap menerima informasi-informasi. 

Analisis saya, mungkin motivasi utama pembuatan pidato di lampu merah Surabaya  agar para pengguna jalan tidak gabut atau mengantuk saat menunggu lampu berubah jadi hijau. Tapi maaf, ide-ide itu tidak mempan. Pengendara tidak akan gabut dan ngantuk kok,  wong sibuk mengusir bau asap kendaraan yang menusuk hidup. Selama menunggu lampu menjadi hijau kami selalu mendengar deru mesin truk yang kencang.

Menghabiskan anggaran

Sebenarnya saya kurang memahami apakah membuat suara pidato untuk lampu merah di Surabaya memakan biaya besar. Namun, saya yakin inovasi ini memerlukan anggaran lebih banyak daripada lampu merah biasa. Pengeras suara di lampu lalu lintas juga perlu biaya, tidak bisa terpasang dengan sendirinya. 

Nah, bukankah lebih baik kalau dana menambahkan speaker itu dialihkan untuk pembenahan infrastruktur yang lain saja. Menurut saya, mengganti lampu merah yang rusak atau menambahkan cctv akan lebih berguna. Opsi lain agar lebih terasa manfaatnya, dana bisa dialihkan untuk memperbaiki jalan. Apalagi, masih banyak jalanan di Surabaya yang berlubang dan bergelombang.  

Pidato bisa lewat media lain, jangan di lampu merah

Saya terheran-heran, kenapa sih pidato harus disiarkan di lampu merah? Kalau memang ingin pesan pidato sampai ke pendengar, bukankah lebih efektif kalau Wali Kota Surabaya menggunakan saluran lain. Misal, televisi, radio, video di sosial media. Zaman sudah berkembang, Surabaya pun kota besar, sebaiknya saluran-saluran yang lebih modern yang dimanfaatkan. 

Di atas 3 alasan pidato wali kota di lampu merah Surabaya itu nggak berguna dan hanya menjadi polusi suara saja. Saya rasa Pemkot melakukan inovasi yang sia-sia. Lebih baik dihentikan saja. 

Penulis: Bella Yuninda Putri
Editor: Kenia Intan

BACA JUGA 5 Lampu APILL di Surabaya yang Durasinya Ora Umum

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version