Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Lagu Didi Kempot yang Selalu Berkumandang di Tradisi Nyongkolan Suku Sasak

Gusti Aditya oleh Gusti Aditya
29 November 2020
A A
Lagu Didi Kempot yang Selalu Berkumandang di Tradisi Nyongkolan Suku Sasak terminal mojok.co

Lagu Didi Kempot yang Selalu Berkumandang di Tradisi Nyongkolan Suku Sasak terminal mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Salah satu penghuni Desa Beleq, Gumantar, Kayangan, Lombok Utara, menelpon saya. Desa tempat saya KKN itu memang masih menyayangi saya dengan apa adanya. Bahkan, di sana saya jauh menemukan rumah ketimbang di rumah sendiri. Salah satu penduduk desa yang selalu baik kepada saya, Bang Wira, mau menikah.

Bayangan saya langsung jauh ke dua tahun yang lalu. Di mana saya KKN dengan syahdu. Hampir tiap pernikahan, saya merasakan makanan enak. Bukan makanan sepat dan nggak banget buatan teman-teman KKN saya. Selain makanan enak, di sana ada tradisi nyongkolan. Di desa saya, nyongkolan adalah pesta terselubung.

Saya nggak pernah merindukan dangdut atau ngibing selama KKN. Pandangan saya tentang Lombok dan julukannya, sempat membuat saya masam lantaran harus berpisah dengan hobi saya, ngibing dangdutan. Jebul gambaran saya berbeda, semua disambut dengan meriah dan hormat. Termasuk tradisi ngigel, ngibing, njoget, atau julukan lainnya.

Bang Wira pun berkata, “Wah, coba ke sini (desa saya KKN), aku rindu jogetan sampeyan, Mas Gusti,” begitu. Nggak ada logat Sasak sama sekali. Bahkan, Bang Wira yang produk asli Sasak, lumayan lancar ketika ngobrol pakai bahasa Jawa. Walaupun kondisi seperti ini sempat diprotes kawan saya, katanya terlalu Jawasentris!

Saya terkenal dengan jogetan paling wangun seantero desa. Yang bikin saya kemekelen dalam batin dan sukma nih ya, medan desa KKN saya ini nanjak Gunung Rinjani. Sedangkan dalam nyongkolan (salah satu prosesi perkawinan Suku Sasak), terdapat prosesi bak pawai yang membawa speaker yang besarnya ngaudzubillah. Jadi, speaker tersebut dibawa pakai gerobak dan kondisinya nanjak!

Sambil njoget, saya melihat wajah-wajah merah penduduk desa dan kawan-kawan saya KKN yang malu ngibing. Mereka ini sungguh nggak tahu keuntungan. Udah asyik ngibing, malah ndorong-ndorong speaker melawan terjalnya kaki Gunung Rinjani. Sampai lokasi, ada yang capek karena ngibing, ada yang goleran karena buasnya medan Gunung Rinjani. Kapok!

Esoknya, Bang Wira video call saya, memakai gaun pengantin. Warga sana doyan sekali yang namanya fitur video call, padahal sinyal kempas-kempis. Ia akhirnya menikahi seorang gadis asal Dasantreng, Gumantar. Rona wajahnya bahagia luar biasa. Namun, yang membuat saya sumringah, lagi-lagi sayup tembang Didi Kempot terdengar renyah.

Saya hanya senyum-senyum sendiri. Warga desa saya KKN, sangat gandrung lagu-lagu Jawa. Apalagi tembang-tembang almarhum Didi Kempot. Mereka menyanyikan Cidro dengan wajah yang amat bahagia. Ini adalah pengalaman baru yang selama ini saya lihat. Lha gimana, kebanyakan kawan kampus saya, nyanyi Cidro sambil mbrebes mili di pojokan kosan, je.

Namun, hadirnya lagu Didi Kempot di tanah Sasak, seakan mengijabah salah satu doanya: patah hati, dijogeti saja. Warga tempat saya KKN, walau nggak paham lagu Ambyar menceritakan tentang apa, kondisinya bagaimana, dan medan terjalnya seberapa, tetap saja dijogeti dan diprengesi dengan baik dan hormat. Setelah melihat mereka, saya hanya bisa senyum dan mbatin, “Didi Kempot orang baik, pun dengan para pendengar lagu-lagunya.”

Yang menjadi favorit mereka adalah Banyu Langit. Selain nadanya yang enak sambil menikmati badai gunung Rinjani, menjadi idola karena liriknya begini, “Banyu langit sing ono nduwur kayangan.” Ya, benar, ada kata “kayangan” lantaran di desa saya, Kayangan adalah nama kecamatan. Selain ketertarikan historis dan suasana, lagu ini, kata mereka, sangat nikmat untuk bersedih.

“Emang abang tahu lagunya?” tanya saya suatu ketika kepada salah satu penduduk desa.

“Nggak, Bang. Tapi nggak tahu kenapa enak aja didengarkan ketika sedih.”

Bahkan bukan hanya ketajaman lirik, lagu Didi Kempot juga sangat syahdu sejak dalam spektrum suara. Getaran suara Didi Kempot dalam lagu Banyu Langit, katanya, sangat enak untuk meratapi pacar di Berugak (sejenis cakruk atau saung di Lombok).

Saya masih sering mendengarkan lagu Perang Cine. Lagu Sasak yang mbois sekali di telinga saya. Pun warga desa saya KKN, masih doyan lagu-lagu Didi Kempot. Hal ini menjadi daya magis yang menembus nadi-nadi sektoral

Di akhir video call tersebut, tradisi mendorong speaker masih saja terjadi. Sepertinya, itu menjadi puncak dan perwujudan bahwa kerukunan masih ada dan terselip dengan khusyuk di suatu daerah. Siapa sangka, lagu yang dicap membuat sedih, bisa membakar semangat seseorang untuk mendorong gerobak berisikan speaker yang gedenya ngaudzubillah itu.

Sembari bercerita mengenai perkawinannya, lagu Sewu Kutho berkumandang. Saya senyum lagi, jebul Mas Didi nggak pernah ingkar janji. “Sewo kuto uwis tak liwati, sewu ati tak takoni,” nggak sekadar kecu belaka. Bahkan, Didi Kempot sudah menyambangi Kayangan guna menakoni ati-ati yang ia sambangi. Tapi ya itu, “Kabeh podo rangerteni, lungamu neng endi.”

BACA JUGA Bukan Kambing Guling, Makanan Khas Pesta Pernikahan di Lombok Justru Berbahan Batang Pisang dan tulisan Gusti Aditya lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 26 November 2020 oleh

Tags: didi kempotsuku SasakTradisi Nyongkolan
Gusti Aditya

Gusti Aditya

Pernah makan belut.

ArtikelTerkait

didi kempot dan franz kafka mojok

Kempot dan Kafka: Pengalaman Pribadi Sumber Intuisi

12 Mei 2020
Soal Selera Musik, Kita Adalah Korban Dikotomi Media

Soal Selera Musik, Kita Adalah Korban Dikotomi Media

27 Februari 2020
Surakarta Saksi Sejarah, Menyambut Kelahiran Kembali Lokananta (Unsplash)

Surakarta Menjadi Saksi Sejarah, Menyambut Kelahiran Kembali Lokananta

30 Juni 2023
LAGU-LAGUNYA

Kalau Mau Cover Lagu-Lagunya Didi Kempot, Minta Izin Dulu, Lah

9 September 2019
mas didi kempot

Didi Kempot Adalah Bapak Kesehatan Mental Nasional

6 Mei 2020
4 Musisi Jawa Legendaris yang Nggak Kalah Keren dari Didi Kempot

4 Musisi Jawa Legendaris yang Nggak Kalah Keren dari Didi Kempot

3 September 2023
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Jangan Menir: Kuliner Blora dengan Mitos Aneh yang Bikin Orang Nggak Jadi Makan walau Sudah Matang

Jangan Menir: Kuliner Blora dengan Mitos Aneh yang Bikin Orang Nggak Jadi Makan walau Sudah Matang

4 Juli 2025
Usaha Toko Bangunan Kelihatan Cuan padahal Penuh Jebakan

Usaha Toko Bangunan Kelihatan Cuan Melulu padahal Penuh Jebakan

3 Juli 2025
5 Penderitaan Upin Ipin dan Warga Selama Tinggal di Kampung Durian Runtuh

5 Penderitaan Upin Ipin dan Warga Selama Tinggal di Kampung Durian Runtuh

6 Juli 2025
Ramainya Jogja Sudah Nggak Masuk Akal, bahkan bagi Orang Luar Kota Sekalipun

Ramainya Jogja Sudah Nggak Masuk Akal, bahkan bagi Orang Luar Kota Sekalipun

5 Juli 2025
Selamat Datang di Purwokerto, Kota Tanpa Ojol di Stasiun

Selamat Datang di Purwokerto, Kota Tanpa Ojol di Stasiun

6 Juli 2025
Menebak Sampo yang Dipakai Karakter Serial Upin Ipin: Si Kembar Pakai Sampo Lidah Buaya, Ehsan Pakai Sampo Organik yang Mahal

Menebak Sampo yang Dipakai Karakter Serial Upin Ipin: Si Kembar Pakai Sampo Lidah Buaya, Ehsan Pakai Sampo Organik yang Mahal

9 Juli 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=ek8g_0FrLQM

DARI MOJOK

  • Smartfren Luncurkan “Sarah”: Asisten Virtual AI yang Siap Layani Pelanggan 24 Jam Setiap Hari, Bukan Sekadar Chatbot
  • Bahu-membahu Dampingi UMKM Jawa Tengah agar Tembus Pasar Internasional
  • Festival Literasi Jogja 2025 Ajak Masyarakat Berpikir Aras Tinggi di Tengah Tantangan Literasi Indonesia di Tingkat Dunia
  • Peliknya Program KKN Kebangsaan yang Dianggap Nggak Memberikan Solusi, Malah bikin Beban untuk Warga
  • Kasus Kaca Kereta Api Dilempar Batu Adalah Pertanda Orang Indonesia Memang Belum Siap (dan Nggak Pantas) Dapat Hal-hal yang Baik
  • Riset Kampus di Indonesia Cuma Jadi Sampah Ilmiah, Alarm Serius buat Binus hingga Unair yang Masuk Daftar Red Flag

AmsiNews

  • Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.