Ada satu standar tak tertulis di masyarakat kita soal kuliah. Idealnya, kata banyak orang, kuliah itu ya pagi-pagi berangkat ke kampus. Kemudian, siangan dikit ngerjain tugas di perpustakaan. Sorenya kerja kelompok, dan malamnya mengerjakan tugas dari dosen. Lalu, ada Praktek Kerja Lapangan (PKL), disusul pembuatan skripsi di semester akhir hingga akhirnya ijazah di tangan.
Masalahnya, tidak semua orang punya jalan yang sama. Ada saja kejadian-kejadian dalam hidup yang membuat seseorang terpaksa menjalani hidup yang tidak sesuai dengan standar tadi. Termasuk, soal kuliah. Kuliah yang menurut standar masyarakat harus dilakoni secara full time, bagi sebagian orang harus tertunda dulu. Atau, sekalinya kesampaian harus dilakukan secara online.
Apakah itu salah? Tentu saja tidak. Yang salah adalah mereka yang menganggap bahwa orang yang kuliah online adalah orang yang tidak serius dalam hidupnya. Heran, kenapa sih mahasiswa online sering banget didiskreditkan?
Pandangan keliru tentang kuliah online
Kuliah online dianggap tidak serius berangkat dari asumsi bahwa kuliah online lebih mudah daripada kuliah konvensional. Seolah kuliah online itu cukup hanya dengan daftar, bayar, duduk manis, tahu-tahu lulus. Jadinya, orang yang memilih kuliah online sering dikira hanya main-main dan sekadar cari ijazah.
Sebagai salah satu alumni Universitas Terbuka, saya merasa perlu untuk meluruskan salah kaprah tersebut. Seperti yang kalian tahu, UT sudah menerapkan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) sejak dahulu. Istilah ini kemudian lebih populer dengan sebutan kuliah online di tengah masyarakat.
Asal tahu saja, PJJ atau kuliah online tadi jauh dari kata main-main, iseng, atau sekadar cari ijazah. Jadi, mahasiswa UT akan menerima Buku Materi Pokok (BMP)/modul yang berbentuk cetak dan e-book. Tiap BMP/Modul sudah disusun secara lengkap sesuai dengan tujuan pembelajaran, uraian materi, contoh, latihan, dan tes formatif. Itu mengapa, mahasiswa tidak akan kesulitan untuk belajar mandiri kapan pun dan di mana pun.
Sekali pun mengalami kesulitan belajar mandiri, mahasiswa tidak perlu khawatir karena ada tutorial online (Tuton) bersama dosen/tutor melalui forum diskusi atau interaksi chat tidak real time yang biasa disebut Diskusi Asinkronus. Ada pula Diskusi Sinkronus yang mempertemukan mahasiswa dan tutor melalui tutorial webinar (TuWeb) atau tutorial tatap muka (TTM).
Pemahaman mahasiswa akan materi BMP/modul pun diuji melalui UAS. Uniknya ada beberapa skema UAS di UT, ada yang online, tatap muka, dan take home exam. Nah, tiap mata kuliah yang mahasiswa ambil sudah ditentukan skema ujiannya.
Bagaimana? Kuliah seserius itu masih dianggap kejar ijazah doang? Walau proses pembelajarannya tidak seperti kampus konvensional, lulusan UT tetap punya kualitas yang sama karena proses pembelajarannya nggak main-main.
Semua orang berhak punya gelar
Orang yang kuliah online, menurut saya, justru orang yang paling serius dalam hidupnya. Bahkan mungkin lebih serius dibanding mahasiswa kampus konvensional. Berdasar pengalaman saya kuliah di UT, mereka yang memilih kuliah online bukan orang yang malas-malasan. Kebanyakan dari mereka sudah punya kesibukan di pagi hari, entah bekerja atau mengurus rumah tangga. Ada juga yang sibuk merintis usaha. Itu mengapa mereka mereka tidak bisa mengikuti perkuliahan konvensional.
Akan tetapi, latar belakang itu tidak menyurutkan semangat mereka untuk upgrade diri. Buktinya, daripada bersantai setelah riweuh seharian, mereka tetap memilih untuk membaca modul, mengerjakan tugas dan belajar untuk persiapan ujian.
Mahasiswa kuliah online ini tahu betul apa yang ingin mereka capai dan berkomitmen untuk mewujudkannya. Mereka juga yakin bahwa pendidikan adalah jalan untuk naik kelas dan memperbaiki hidup. Itu sebabnya, mereka menolak untuk menyerah dengan keadaan dan memilih untuk berjuang. Untung saja ada kampus yang memungkinkan semua terjadi yaitu Universitas Terbuka (UT) yang kini sudah berstatus sebagai PTN Badan Hukum (PTN-BH).
UT hadir sebagai solusi, bukan menghakimi
Saya adalah satu saksi bagaimana UT jadi jembatan untuk meraih mimpi. Ketika mendaftar di UT, kampus sama sekali tidak kepo akan alasan saya tidak kuliah reguler. Sebagai calon mahasiswa, saya merasa latar belakang tidak dihakimi. UT justru secara terarah telah membantu saya untuk mewujudkan mimpi dan penghidupan yang lebih baik berkat gelar yang saya peroleh dari sini.
Andai dulu tidak memberanikan diri untuk kuliah online, pasti saya tidak akan berada di titik sekarang. Harus diakui, kehadiran UT membuat semangat belajar di usia senja menemukan jalannya. Keinginan para karyawan untuk upgrade diri tidak mentok di niat semata. Mimpi orang-orang yang hidupnya ditopang gaji UMR, tapi masih mau menyisihkan uang demi punya gelar pun bisa terwujud juga.
Oleh sebab itu, untuk kalian yang saat ini sedang menempuh jalan kuliah online, tidak usah terpengaruh dengan anggapan miring orang-orang. Biar orang mau ngomong apa, kalian tetap semangat saja.
Jalan kalian mungkin tidak ramai sorak-sorai seperti mereka yang kuliah konvensional. Tapi, percayalah, setiap tugas yang kamu kerjakan di sela jam kerja, setiap modul yang kamu baca sambil melawan kantuk, dan setiap ujian yang kamu hadapi dengan keterbatasan waktu adalah bukti keseriusan yang nyata. Dan, pada akhirnya nanti, selalu ada balasan yang indah bagi mereka yang sungguh-sungguh berusaha. Go for it!
Penulis: Dyan Arfiana Ayu Puspita
Editor: Kenia Intan
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
