Soal konten naik gunung, Fiersa Besari dan Dzawin Nur memang sama-sama menyajikan perjalanan naik gunung yang berbeda.
Naik gunung nyatanya tak sekadar jadi olahraga atau bentuk apresiasi terhadap alam. Kini, setidaknya dalam beberapa tahun terakhir, naik gunung sudah menjadi sebuah komoditas bagi para kreator konten. Iya, naik gunung adalah konten. Banyak sekali bermunculan influencer, kreator konten, atau apalah itu namanya, yang fokusnya adalah naik gunung. Entah tujuannya untuk edukasi, senang-senang, atau yang lainnya.
Dari sekian banyak influencer atau kreator konten naik gunung, dua yang paling terkenal adalah Fiersa Besari dan Dzawin Nur. Keduanya tak hanya membuat konten naik gunung, tapi juga membuat sebuah sajian perjalanan naik gunung yang menarik. Mereka tidak hanya merekam bagaimana perjalanan mereka menaiki sebuah gunung dari berangkat sampai pulang lagi. Mereka juga merekam apa saja yang ada di sekitar mereka, soal alam dan juga manusia.
Fiersa Besari misalnya, ia melakukan pendekatan humanis dalam konten-kontennya. Fiersa merekam bagaimana masyarakat di sekitar gunung, lalu berbagi pengalaman dengan pendaki lain yang diajaknya. Sementara Dzawin Nur memberikan sesuatu yang unik. Statusnya sebagai seorang komika membuat naluri komedi Dzawin dibawa dalam perjalanan mendaki gunung. Maka tak aneh melihat ada konten stand up di gunung atau bercandaan di gunung.
Dengan sajian yang menarik dari Fiersa Besari dan Dzawin Nur, tak heran jika mereka mampu meraup penonton banyak. Per videonya, keduanya mampu meraup setidaknya ratusan ribu penonton, dengan subscriber YouTube masing-masing 3 juta untuk Fiersa Besari dan 2 juta untuk Dzawin Nur. Bukan hal yang mengejutkan mengingat mereka berdua memang mampu menyajikan sebuah perjalanan naik gunung dengan kualitas sangat baik.
Soal konten naik gunung, siapa yang lebih menarik?
Saya paham Fiersa Besari dan Dzawin Nur pasti tidak suka dibanding-bandingkan. Selain karena mereka berteman baik, siapa juga sih yang suka dibanding-bandingkan? Wong kok ngene kok dibanding-bandingke?!
Tapi ya sudah, suka tidak suka tetap akan saya bandingkan. Sebelum mulai, saya cuma mau bilang bahwa saya tidak suka naik gunung. Alasannya, naik gunung itu capek dan ngapain juga saya capek-capek naik gunung? Meski tidak suka naik gunung, saya sangat menikmati konten naik gunung, kok. Dan konten naik gunung Fiersa Besari dan Dzawin Nur adalah dua hal yang sering saya tonton.
Bagi yang masih suka mengaitkan kegiatan naik gunung dengan hal-hal bijak dan puitis, Fiersa Besari mungkin akan cocok. Melalui konten Ekspedisi Atap Negeri, Fiersa Besari berhasil menyajikan sebuah perjalanan naik gunung di Indonesia dengan sangat rapi. Fiersa seperti mengajak kita untuk ikut serta dalam perjalanannya menaiki gunung, meski kita hanya menontonnya dari layar gawai.
Narasi yang dihadirkan dalam video-video naik gunung Fiersa Besari juga lembut dan kadang puitis. Didukung pula oleh musik latar yang mengalun lembut dan dengan pengambilan gambar yang cinematic kalau kata orang-orang. Kadang, beberapa scene perjalanannya juga digambarkan dengan sangat dramatis seperti di film-film. Namun, inti dari perjalanan Fiersa ya sekadar naik gunung dan bercerita secukupnya tentang apa yang ada di sekitarnnya. Itu menurut saya.
Baca halaman selanjutnya
Dzawin Nur menyajikan sebuah perjalanan naik gunung yang berbeda…
Kalau soal Dzawin Nur, dia malah menyajikan sebuah perjalanan naik gunung yang berbeda. Lebih rock n roll gitu, deh. Dalam konten Ekspedisi Langit Kelabu misalnya, Dzawin bereksperimen mencoba mendaki gunung-gunung di Indonesia yang terkenal angker. Tujuannya tentu saja untuk membuktikan apakah gunung-gunung tersebut memang angker atau hanya dilabeli angker oleh orang-orang. Dzawin juga mengajak orang lain untuk ikut dalam ekspedisinya, orang-orang yang mungkin masih awam dengan naik gunung.
Inilah yang menarik dari konten Dzawin. Mendaki gunung yang angker, Dzawin malah mencoba untuk menantang pantangan yang ada di gunung tersebut. Misalnya, ketika ada larangan naik dengan jumlah pendaki ganjil, maka Dzawin akan tetap naik gunung dengan jumah pendaki ganjil. Dan tentu saja, tidak ada yang terjadi meski pantangan tersebut dilanggar.
Selain itu, Dzawin juga mengajak kita untuk tetap berpikir logis ketika berada di atas gunung. Misalnya, ketika ada suara-suara seperti orang berjalan, maka itu dibuktikan Dzawin bahwa suara tersebut bukan suara orang/makhluk yang sedang berjalan. Suara tersebut muncul dari gesekan ranting pohon akibat tertiup angin. Ya tentu saja, sesekali ada hal mistis yang terekam dan dirasakan Dzawin, seperti suara tertawa atau penampakan mata, tapi hal semacam itu juga disikap dengan biasa saja, malah dia hampiri.
Dan satu hal lagi yang menarik dari konten naik gunung Dzawin adalah stand up comedy. Iya, Dzawin menyajikan “pertunjukan” stand up comedy di atas gunung. Tentu saja yang tampil adalah orang-orang yang diajak oleh Dzawin yang biasanya adalah komika. Yono Bakrie dan Mal Jupri adalah dua orang di antaranya. Yang unik dari pertunjukan stand up comedy tersebut adalah sang penampil dituntut mengajak interaksi makhluk halus. Ya sekadar menyapa, me-riffing, atau membercandai dhemit. Alih-alih takut, penonton malah jadi tertawa.
Inilah kenapa saya bilang konten naik gunung Dzawin Nur lebih menarik dari Fiersa Besari. Dzawin mampu menyajikan sebuah perjalanan naik gunung yang tidak biasa, entertaining, dan bahkan terkesan sembrono. Tapi, justru itu yang menarik. Perjalanan naik gunung yang terkesan seram dan melelahkan, berubah menjadi menyenangkan di tangan Dzawin Nur.
Maka sudah jelas harus diakui konten naik gunung Dzawin Nur lebih menarik daripada konten Fiersa Besari. Kalian boleh sepakat dengan saya, kalaupun tidak sepakat ya tidak masalah.
Penulis: Iqbal AR
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Menyoal Larisnya Konten Horor Pendakian Gunung dan Nyinyiran pada Konten Romantismenya.