Beberapa hari yang lalu ada cuitan dari akun anonim. Isi cuitan tersebut berupa pengalamannya saat bertamu ke rumah mas pacar. Orang tersebut disuruh cuci piring sama ibu pacarnya. Karena mengaku malas dan saat itu dia tidak ingin cari perhatian, akun yang curhat itu mengaku tidak melakukan suruhan sang camer. Toh ia merasa dirinya adalah tamu.
Sudah pasti, cuitan tersebut mendapatkan banyak respons, baik yang menghujat atau yang mendukung.
[Asking] pic.twitter.com/ZDQPWsIfkQ
— Asknonym / @Askmenfess’ sub acc (@Asknonym) May 25, 2020
Pada kasus cuitan anonim tersebut, saya juga awalnya merasa aneh, bisa-bisanya ada tuan rumah yang secara langsung menyuruh tamu untuk mencuci piring. Setidaknya ini adalah hal yang jarang terjadi di Indonesia. Negeri di mana tamu adalah raja, yang bukan raja sudah pasti adalah pelayan-pelayannya.
Saya tidak ingin membela atau menghujat cuitan tersebut. Tapi dari hal ini saya jadi sadar, sepertinya kita lebih banyak belajar menjadi tuan rumah yang baik dibandingkan belajar menjadi tamu yang beretika. Padahal keduanya adalah hal yang penting untuk dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Saya sendiri menganggap tamu adalah orang yang harus dihormati, saya juga percaya bahwa memuliakan tamu adalah hal yang harus dilakukan. Tapi di sisi lain masih banyak tamu yang terkadang tidak tahu diri. Beberapa waktu yang lalu ada artikel Terminal Mojok berjudul “Heiyo, Model Tamu Ngeselin, Check!” Walau artikel tersebut dikemas dengan jenaka, tapi ini adalah bukti akan adanya jenis tamu yang seenak udelnya.
Tempo pernah membuat artikel tentang etika menjadi tamu, seperti membawa buah tangan, izin menggunakan sesuatu, membantu tuan rumah, tidak boleh ngelunjak, berbaur, dan yang paling penting adalah berterima kasih. Etika-etika datang ke rumah orang seperti ini sebenarnya bukanlah hal yang baru, hal-hal seperti ini sudah pernah dipertontonkan dalam film-film.
Pada film Green Book saat Dr. Don Shirley diundang oleh Tony Lip untuk makan malam merayakan malam Natal, kalau tidak salah ingat saat itu Don Shirley terlihat membawa buah tangan berupa minuman anggur. Don Shirley walau diundang makan sebagai tamu, tapi yang kosong hanyalah perutnya, bukan tangannya.
Saya juga teringat akan suatu scene film yang saya lupa judulnya. Scene tersebut saat sedang pesta barbecue yang diadakan oleh sang tuan rumah. Beberapa temen dekat tuan rumah, datang lebih awal untuk membantu mempersiapkan segala kebutuhan. Mulai dari menyiapkan panggangan, daging sapi, bir dingin, hingga menyiapkan kursi.
Setelah pesta barbecue berakhir, beberapa tamu tidak langsung pulang. Mereka yang sangat dekat dengan sang tuan rumah membantu merapikan rumah kembali. Mereka menyapu bersama, mencuci piring, hingga rumah tuan rumah tersebut kembali bersih seperti sebelumnya. Bisa dipastikan, tuan rumah tidak akan menyesal untuk membuat pesta barbecue dirumahnya.
Apakah itu berarti tuan rumah tersebut tidak menghargai tamu? Silakan pembaca yang menjawabnya. Jika pembaca menganggap tuan rumah tersebut tidak menghargai tamu, jangan kaget dan menyalahkan, bila ada orang yang rumahnya tidak mau didatangi lagi.
Sebenarnya jangankan bertamu ke rumah, jika bertamu ke acara resepsi pernikahan di gedung saja, kita diwajibkan untuk berkontribusi terhadap keberlangsungan acara, seperti menggunakan pakaian yang sesuai, ambil makan secukupnya, menaruh piring atau gelas kotor ke tempat semestinya. Kontribusi lainnya tamu juga memberikan amplop berisi uang untuk membantu menutupi pengeluaran yang mengundang.
Siapa pun tuan rumahnya, entah itu teman dekat, pacar, saudara, atau orang yang tidak dikenal sekalipun, sudah seharusnya tamu tersebut bersikap egaliter. Sebelum datang cobalah bawa buah tangan. Setelah asik menyantap makanan cobalah berinisiatif membawa piring kotor dan mencucinya. Kalau tuan rumah ngelunjak, menyuruh untuk mencuci semua piring kotor, kamu berhak untuk menolak sih.
Apalagi tamu yang menginap di rumah dalam waktu yang cukup lama, cobalah untuk berkontribusi dalam pekerjaan domestik. Tidak ada salahnya jika berinisiatif untuk membantu ngepel, memasak, atau patungan bayar token listik.
Di Inggris dan negara persemakmuran ada idiom “make yourself at home”. Arti dari idiom ini adalah buat dirimu tenang, nyaman seperti di rumah sendiri. Walau sebagai tamu, tapi kamu tetap bisa tidur dengan nyaman. Masturbasi tanpa ada yang mengetahui dan melakukan kegiatan pribadi lainnya.
Di sisi lain, saya menganggap idiom ini juga bisa diartikan bahwa kamu juga memiliki tugas domestik yang harus dilakukan, sama dengan tugas domestik yang kamu lakukan di rumahmu sendiri. Seperti ngepel, motong rumput, hingga patungan bayar token listrik tadi.
Pada akhirnya pelayanan dari tuan rumah yang mengundang dan kontribusi dari tamu haruslah selaras. Tidak baik jika ada yang merasa dirugikan. Betul, tuan rumah harus menghormati tamu, tapi bagaimana cara menghormati tamu yang tidak beretika, bertindak sesuka hati loncat ke sana kesini, hiraukan semua masalah di muka bumi ini?
BACA JUGA Beda Pandangan Kiai Maimoen dan Gus Baha’ Soal Menerima Tamu dan tulisan Muhammad Ikhsan Firdaus lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.