Suatu sore yang lagi sendu-sendunya teman saya Sentot datang dengan motor barunya. Plastik di beberapa bagian terlihat masih menempel. Tampak motor dengan bodi gembul berwarna merah maroon. Ya, Ternyata dia baru saja membeli Honda Scoopy generasi keempat. Persis kayak punya saya yang dibeli dua tahun lalu, kala saya memutuskan selingkuh dari motor CB100. Sayangnya Sentot agak menyesal setelah Scoopy terbaru keluar.
Tak seperti kebanyakan orang, Sentot bukannya senang malah sedikit mengerutkan dahi dan berkali-kali misuh dalam hati. Tanpa dipersilakan, dia asyik saja gitu, duduk di samping saya lalu menyeruput teh dan telo goreng yang sudah menemani. Sebenarnya, telo hangat yang enak ini mau saya habiskan duluan. Tapi, hal tersebut urung saya lakukan, seret Ngab.
“Aku nyesel banget lho, Cuy!” kata Sentot penuh gelora. “Lha gimana, masa baru beli motor, lha kok Honda malah launching model Scoopy terbaru. Kan motor saya jadi nggak yang paling baru lagi.”
“Ngak masalah, sing penting kan masih ada bau barunya, Tot.” hibur saya sambil mengunyah telo goreng. “Ngejar gengsi nggak ada habisnya. Wes to, disyukuri wae.”
“Tapi, gini lho, Cuy. Scoopy yang baru ini banyak bedanya.”
Lantas Sentot mulai menjelaskan dengan khidmat, saya mafhum mendengarkan tanpa mau mengangganggu dia yang asyik memberi pencerahan pada saya yang masih menganggap mau motor baru atau tua, ya sama saja.
Dibanding dengan Scoopy yang sebelumnya, yakni Scoopy generasi keempat, Scoopy yang generasi lima alias Scoopy 2021 ini menggunakan bentuk rangka baru. Yang saya lihat di situs resmi Honda dan beberapa kali menyimak reviewnya, media-media yang tengah menyoroti kemunculan motor baru ini. Bahwa tipe rangka yang dipakai persis kayak milik Beat terbaru dan Genio. Banyak yang bilang penggunaan rangka ini cenderung membuat Scoopy lebih lincah dan ringan. Tercatat bobot Scoopy terbaru berkisar 95 dan 94 kilogram, sementara yang lama 99 kilogram. Cukup ringan dengan selisih empat kilogram.
“Memang betul sih, Scoopy yang saya pakai memang nggak lincah-lincah amat ketika dipakai, berat juga”. Batin saya tanpa menyela pembicaraan Sentot.
Sentot menjelaskan lagi soal Scoopy terbaru yang keyless. Iya, Scoopy generasi kelima ini, ada dua tipe. Tipe biasa dan dan tipe tertinggi. Uniknya, tipe tertinggi sudah tak memakai kick starter lagi. Kalau yang biasa sih masih ada kick starter-nya dan belum keyless. Keyless sendiri memungkinkan pemilik motor menyalakan motor tanpa harus memasukan anak kunci, tinggal memutar knob. Sungguh simpel.
Terus velgnya juga bagus. Meski sama-sama memakai ukuran 12 inci dan ukuran bannya pun sama, motor baru ini mempunyai palang lebih ciamik, classy juga. Sekilas bentuknya mirip velg Vespa sih.
Bodinya sama-sama gambot, tapi aksen lampu sein depan nggak lagi menyatu sama lampu utama. Di model yang terbaru ini, bentuknya seperti tetes air yang agak membelok. Bentuk lampu belakang pun mengalami perubahan, lebih bulat retro.
Sentot terus membahas soal mesin yang katanya lebih responsif. Kapasitas olinya lebih sedikit. Kalau motor matic biasanya butuh 800 mililiter untuk setiap tap oli, lain halnya motor baru ini yang cuma butuh 0.65 liter atau kurang lebih 600 mililiter.
Scoopy terbaru ini dibekali mesin dengan panduan stroke yang lebih besar daripada bore-nya, yakni 63,1 x 47 milimeter. Lantas, hal tersebut menjadikan akselerasinya pun lebih yahud lagi. Berbeda dari Scoopy sebelumnya yang memang lemot banget dan malesin. Apalagi jika boncengan. Ya, semakin lemot. Nah, untuk bagian joknya yang dulu sering dikeluhkan karena berasa bikin melorot ke belakang sekarang masih sama. Bedanya, kulit joknya agak keset.
Pikir saya, sepertinya Honda menjawab keluhan para pemilik Scoopy generasi sebelumnya. Terjawab di Scoopy terbaru ini. Walau secara garis besar, bentuknya nggak beda jauh. Sentot hanya menjelaskan soal itu, printilan lain semacam rem dan speedometer tetap fungsional dan nggak perlu dibahas juga kata dia. Toh, kebanyakan orang pas pertama naik motor yang dirasakan tarikan mesin sama bentuk bodi. Tak melulu melihat secara detail.
Sentot dan saya saling berpandangan dengan senyum sumringah ketika dia selesai menjelaskan.
“Apa lebih baik kredit motor lagi?” ujar kami dalam hati masing-masing, kayaknya sih. Tapi, setelah beberapa detik, pikiran itu urung saya dan Sentot lakukan karena tahu kreditan motor yang lama belum kelar. Belum lagi tunggakan kredit-kredit yang lain.
BACA JUGA Untuk yang Suka Pakai Ban Cacing Semoga Cepat Sadar, Bahaya, Bos! dan tulisan Budi lainnya.